Kejadian 50:15-21
Memang tidak mudah untuk menjalani hidup bersama dalam satu keluarga. Akan terjadi gesekan atau konflik secara berulang. Situasi seperti ini perlu diwaspadai, karena konflik yang besar serta gesakan yang tajam akan sulit untuk diperbaiki. Bisa mengakibatkan saling memiliki rasa dendam, sehingga setiap anggota keluarga seperti musuh dalam selimut. Konflik sulit untuk dihindari. Jika terjadi, tidak bisa dibiarkan karena akan sangat menyakitkan. Konflik yang tidak selesai dapat mengakibatkan kebencian serta dendam yang berkepanjangan. Orang percaya diajar untuk hidup dalam pengampunan, supaya merasakan kelegaan dan hidupnya dipulihkan.
Keluarga Yakub memiliki potensi untuk saling balas dendam. Pada waktu itu keluarga Yakub berada di Mesisr. Yusuf menjadi orang kepercayaan Firaun. Ia menyediakan kemudahan dan kenyamanan bagi ayah dan semua saudaranya. Tetapi persoalan muncul ketika Yakub meninggal dunia (Kej 49:29-50:14). Saudara-saudar Yusuf kuatir mengingat bagaimana mereka dulu telah berbuat jahat kepadanya. Mereka kuatir Yusuf akan melampiaskan dendam setelah kepergian ayah mereka (ayat 15).
Kekuatiran itu sangat beralasan. Kita sendiri mungkin juga akan memiliki pikiran yang sama, jika berada dalam situasi seperti itu. Selama ini belum pernah ada pernyataan Yusuf bahwa dia telah mengampuni saudara-saudaranya. Pada saat mereka pertama kali mengenal Yusuf yang sebenarnya dan merasa takut, Yusuf hanya berkata tentang rencana Tuhan (ayat 19-20), bukan tentang pengampunan. Dari kondisi yang seperti itu, mereka mulai menyusun strategi untuk berdamai dengan Yusuf. Mereka mengirimkan utusan untuk menyampaikan maksud mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang berani menyampaikan langsung.
Dalam ajakan perdamaian tersebut, saudara-saudara Yusuf menggunakan nama ayah mereka. Saudara-saudara Yusuf menyebut Yakub di depan Yusuf dengan sebutan “ayahmu.” Mereka mungkin ingin menegaskan kedekatan spesial antara Yusuf dan Yakub. Dalam pesan tersebut, Yakub dikatakan memohon kepada Yusuf: bahwa Yakub memang benar mengucapkan kalimat-kalimat yang bagi Yusuf membuatnya sukar untuk berkata tidak. Strategi terakhir yang digunakan oleh saudara-saudara Yusuf adalah menawarkan diri untuk menjadi budak (ayat 17b-18). Tentu ini sangat mengejutkan. Salah satu alasan dulu mereka membenci Yusuf adalah karena mimpi Yusuf. Beberapa kali Yusuf menceritakan bahwa dia nanti akan menjadi pemimpin bagi saudara-saudaranya. Kekesalan atas mimpi itu yang membuat mereka menjual Yusuf. Tetapi sekarang mereka sukarela menawarkan diri untuk menggenap mimpi itu. Kita bisa melihat bahwa untuk bertahan hidup, orang cenderung mau melakukan apapun.
Melihat usaha saudara-saudaranya memohon belas kasihan dari dia, Yusuf menangis dengan keras (ayat 17b). Tampaknya Yusuf memang tidak pernah menyimpan dendam terhadap saudara-saudaranya. Jika tidak ada dendam, tidak ada yang perlu dilampiaskan. Tidak ada yang perlu dicemaskan oleh saudara-saudara Yusuf. Sebenarnya Yusuf memiliki kesempatan besar untuk balas dendam, dengan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Bahkan strategi perdamaian yang dilakukan oleh saudara-saudaranya bisa menjadi alasan baru untuk membalas dendam mereka. Tetapi Yusuf tidak melakukannya. Konflik memang tidak bisa dihindari, tetapi sikap untuk balas dendam bisa kita hindari. Kita bisa memilih mengampuni.
Yusuf bisa melakukan itu karena hidupnya berpusat kepada Tuhan. Yusuf tidak mau mengambil hak Tuhan, karena pembalasan adalah hak Tuhan. Kekuasaannya yang sangat besar di tanah Mesir, tidak membuat dia menjadi sombong dan bertindak seolah-olah seperti Tuhan. Bahkan dia bertanya, “Aku inikah pengganti Allah?” Sepertinya Yusuf mengikuti apa yang pernah diucapkan oleh Yakub (ayahnya) ketika Rahel belum memiliki anak (Kej 30:1-2). Seseorang yang melakukan balas dendam, berarti dia sedang menghinda dan merampas hak Tuhan.
Kita juga bisa belajar bahwa Tuhan dapat memunculkan kebaikan dari situasi yang tidak baik (Roma 8:28). Tuhan tidak tinggal diam dalam situasi apapun. Dia turut bekerja di dalamnya. Apa yang dilakukan oleh saudara-saudara Yusuf justru dipakai untuk melakukan rencana besar-Nya.
Yesus sendiri datang bukan untuk membawa penghukuman, tetapi membawa pengampunan. Yesus menanggung semua dosa kita di atas kayu salib. Apa yang dia jalani jelas tidak nyaman, tetapi semua itu mendatangkan kebaikan.
Views: 34