Kemerdekaan Dalam Keluarga

1 Korintus 7:1-6

Memilih untuk hidup sendiri bukanlah dosa. Memilih untuk hidup berpasangan dengan suami / istri juga bukan dosa. Tuhan memberikan pilihan itu kepada manusia, apakah memilih untuk menikah atau hidup selibat (lajang). Masing-masing keputusan mempunyai konsekuensinya sendiri. Jika kita memilih untuk hidup selibat, maka itu pun harus dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. Orang yang memilih untuk selibat, mempunyai alasan tertentu. Ada yang memang karena dilahirkan demikian, ada yang dijadikan orang lain dan ada yang karena pilihan sendiri (Mat 19:12). Pada saat itu Paulus memberikan kelonggaran untuk memilih, karena sedang ada penganiayaan besar terhadap orang Kristen.

Ayat 2 merupakan sebuah keprihatian yang terjadi pada saat itu. Kehidupan tidak bermoral sangat banyak terjadi dalam kebudayaan Yunani – Romawi di abad pertama. Dalam kehidupan masyarakat yang campur aduk ini, pernikahan monogami (satu suami dan satu istri) yang setia, jauh lebih baik secara rohani, emosional dan fisik, daripada penyembahan berhala. Pernikahan tidak hanya ditegaskan, tetapi tanggung jawab yang tepat dari masing-masing pasangan pun ditegaskan.

Bagi kita yang memutuskan untuk menikah, maka kita memutuskan untuk berbagi hidup dengan pasangan kita (ayat 3 dan 4). Dalam filosofi Jawa, suami atau istri disebut dengan ‘garwo’ (sigaraning nyawa = belahan jiwa). Ketika menikah, hidup kita bukan milik kita lagi, tetapi milik bersama. Bukan berarti kita tidak mempunyai kemerdekaan terhadap hidup kita, tetapi kita mempunyai kemerdekaan bersama. Suami punya hak atas istrinya, demikian pula sebaliknya. Karena itu, suami istri harus saling jujur dan terbuka, karena pada hakekatnya mereka sudah menjadi satu.

Ketika sudah menikah, saling jauh antara suami dan istri bisa menjadi masalah. Bisa dalam artian jauh secara fisik, ataupun jauh secara psikologis. Karena itu, pasangan yang sudah menikah harus sangat berhati-hati terhadap godaan berbahaya dari setan di dalam pernikahan. Setan seringkali menggunakan seks (kebutuhan biologis / tidak tahan bertarak) sebagai alat untuk menjatuhkan manusia dan merusak rumah tangga. Karena itu ada himbauan khusus yang tidak lazim yang dicatat di dalam Alkitab (1 Tim 5:14-15 bdg. Ayat 8 dan 9).

Sekali lagi, semua yang dijelaskan di atas bukanlah perintah, tetapi kelonggaran (ayat 6). Artinya kita bisa merdeka untuk menentukan keputusan kita. Tetapi, satu hal yang perlu diingat, jika kita memutuskan untuk menikah, maka kemerdekaan itu bukanlah kemerdekaan pribadi, tetap kemerdekaan bersama. Pasangan yang terbiasa terbuka dan jujur satu dengan yang lain, akan bisa hidup merdeka walaupun sudah menikah. Menikah tidak akan membatasi kehidupan kita untuk berkarya. Justru menikah akan memberikan kekuatan tersendiri. Karena dibagian lain firman Tuhan juga berkata ‘berdua lebih baik dari pada seorang diri’ (Pengkhotbah 4:9-10).

Tuhan Yesus memberkati. Maranatha!

Views: 183

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top