1 Yohanes 4:13-18
Urip iku urup artinya hidup itu menyala. Ini adalah salah satu falsafah Jawa yang sangat terkenal, berkaitan dengan api yang menyala. Keberadaan api pada zaman dulu seringkali dimanfaatkan dalam berbagai hal, salah satunya untuk menjadi penerang. Jika tidak ada benda penerang, maka kehidupan di dunia ini akan didominasi oleh kegelapan. Secara umum “urip iku urup” ditafsirkan sebagai suatu keharusan bagi manusia untuk hidup dengan cara saling memberi manfaat bagi orang-orang dan alam di sekitarnya.
Sebagai orang percaya, kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk rohani yang berada di dalam tubuh duniawi. Hidup kita akan bermanfaat bagi orang lain dan bagi alam, jika kita memiliki kasih terhadap mereka. Kita menjadi makhluk rohani karena kita ada di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita. Ketika kita ada di dalam Tuhan, maka kita mendapat bagian dengan Roh Tuhan. Tuhan tidak menghembuskan nafas-Nya kepada makhluk lain, selain manusia. Manusia seharusnya menjadi bagian dari Tuhan.
Untuk memiliki hidup yang menyala dan bermanfaat, memang tidak mudah. Ada yang harus dikorbankan. Seperti lilin yang menyala, ia akan membakar dirinya sendiri untuk memberi manfaat bagi sekitarnya. Seperti kayu yang dibakar untuk memasak atau untuk menghangatkan badan, kayu itu akan habis karena terbakar. Memberi manfaat bagi orang lain seringkali sakit, tetapi lebih sakit lagi jika kita tidak bisa memberi manfaat bagi orang lain dan lingkungan kita.
Untuk memberi manfaat bagi dunia ini, Yesus merelakan diri untuk meninggalkan kemuliaan-Nya, menjadi manusia dan bahkan dihina dan menjadi lebih hina dari manusia pada umumnya. Pengorbanan-Nya sangat besar, karena tidak ada kisah lain yang pengorbanannya melebihi pengorbanan Yesus Kristus. Karena itu, ketika kita percaya kepada Tuhan, sebenarnya kita tidak memiliki hak lagi atas hidup kita. Hidup kita menjadi hak Tuhan. Jika kita masih merasa memiliki hak atas hidup kita, berarti kita tidak ada di dalam Tuhan.
Ketika kita di dalam Tuhan, kasih yang kita berikan bukan lagi kasih sebagai manusia, tetapi lebih kepada kasih yang ada pada Tuhan. Tuhan memperkenalkan diri sebagai pengasih yang sempurna. Di dalam kasih tidak ada ketakutan, karena kasih itu akan menerangi. Ketakutan seringkali hanya ada di dalam kegelapan. Kasih menjadi puncak dari semua kehidupan menusia. Kasih menjadi hakikat Tuhan yang bisa dirasakan oleh semua orang, terutama yang percaya kepada-Nya.
Ketika kita menjadi orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dan menyadari bahwa kita ada di dalam Tuhan, maka kita akan bisa melakukan banyak hal yang positif. Bahkan kita memiliki kebebasan dan semangat untuk melakukan semuanya itu. Ketika kita melakukan hal-hal yang positif, itulah yang membuat kita semakin bersukacita di dalam Tuhan. Kita bisa merasa diri berharga dan berperan dalam banyak hal. Kita juga merasa berguna, karena dipakai oleh Tuhan. Menyala berarti harus ada yang dikorbankan, bahkan mungkin harus mengorbankan seluruh hidup kita.
Pengorbanan yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak akan membuat kita bersusah hati. Para rasul berkobar-kobar dalam pelayanannya, tetapi mereka melakukannya dengan penuh sukacita. Mereka kekurangan dalam banyak hal, terutama dari segi duniawi, tetapi mereka bersukacita karena melakukan semua itu di dalam Tuhan. Hasilnya, memberi manfaat bagi banyak orang, termasuk bagi karena firman Tuhan yang mereka saksikan sampai juga di generasi kita.
Views: 4