Kenapa Yesus Harus Mati?

Ibrani 9:11-28

Mungkin tema ini masih menjadi pertanyaan bagi sebagian orang Kristen, atau bahkan orang-orang yang bukan Kristen. Jika Tuhan maha kuasa, maka Ia bisa sangat mudah untuk menghapus dosa, tidak perlu repot-repot membuat Yesus mengalami penderitaan dan kematian. Kenapa Bapa tega membiarkan dan melihat Anak-Nya yang tunggal dihina dan disiksa oleh ciptaan-Nya sendiri? Atau kenapa Tuhan tidak memusnahkan semua manusia saja? Atau mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan kehendak bebas? Banyak pertanyaan filosofis yang muncul, yang seringkali orang menjadi apatis dan tidak mau percaya lagi dengan firman Tuhan.

Kita perlu mengingat kembali awal mula terjadinya dosa. Tuhan merupakan sosok yang penuh kasih, sehingga Ia menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya. Tuhan memberikan kehendak bebas kepada manusia, supaya manusia bisa mengasihi Tuhan atas dasar kehendak mereka sendiri. Tetapi ternyata manusia memiliki kehendak lain, mereka memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Karena kesabaran dan kesetiaan Tuhan, maka Tuhan memberikan jalan keluar kepada manusia, supaya mereka tidak mengalami kematian kekal. Di sisi lain, Tuhan juga adil, sehingga ia harus menjatuhi manusia dengan hukuman mati. Hukuman mati itu ditanggungkan kepada Yesus Kristus. Tetapi sebelum Yesus Kristus hadir sebagai manusia di dunia, maka diperlukan simbol untuk melihat ketulusan hati manusia yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan.

Bagian dari kitab Ibrani ini akan menjelaskan tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Di ayat 11 disebutkan bahwa Yesus Kristus datang ke dunia sebagai Imam Besar. Pengertian Imam Besar dalam gambaran Yudaisme adalah perantara antara Bapa dengan manusia dalam hal pemberkatan kepada umat dan orang yang berhak untuk menyampaikan korban pendamaian, setahun sekali di ruang maha kudus. Imam Besar adalah satu-satunya orang yang bisa berjumpa dengan Tuhan karena digambarkan bahwa Tuhan bertahta di atas tabut perjanjian yang diletakkan di ruang maha kudus. Hari itu disebut dengan Yom Kippur, saat noda dosa itu ditutup dengan darah kambing domba yang dikorbankan. Kematian ditutup dengan kehidupan. Dosa adalah lambang kematian dan darah adalah lambang dari kehidupan.

Ketika Yesus disalibkan, maka tabir yang memisahkan ruang kudus itu robek. Yesus telah melintasi kemah yang lebih besar dan lebih sempurna. Ia masuk ke tempat maha kudus itu dengan darah-Nya sendiri, darah yang tidak bernoda dan bercela untuk menutupi dosa dan kematian. Yesus menjadi mediator (perantara) antara manusia dengan Bapa yang maha kudus. Karena Yesus Kristuslah, maka kita mendapatkan janji dan pengharapan keselamatan itu.

Kita tidak boleh menyederhanakan arti dari keselamatan itu. Keselamatan bukan sekedar urusan masuk surga dan tidak masuk neraka. Keselamatan berbicara mengenai kembalinya manusia kepada Bapa. Karena itu, tidak semua orang Kristen tertarik dengan hal ini. Tidak semua orang Kristen tertarik untuk hidup selama-lamanya bersama Bapa di surga. Kesannya membosankan. Karena itulah, maka kecenderungannya ingin memberontak kepada Tuhan.

Hampir semua aktivitas kekristenan selalu dikaitkan dengan hal-hal yang lahiriah. Hal ini bertolak belakang dengan dosa yang artinya keterpisahan atau hati yang menolak untuk hidup bersama dengan Bapa di surga. Di dalam Lukas 15, Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang keselamatan dengan kisah: Domba yang hilang, Dirham yang hilang dan Anak yang hilang.

Views: 7

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top