Keluarga Yang Kritis, Kreatif, Konstruktif dan Bahagia

Amsal 3:11-20

Di dalam keluarga terdiri dari individu atau anggota keluarga yang bertumbuh secara mandiri, baik fisik, mental maupun spiritualnya. Kualitas hidup setiap anggota keluarga akan mempengaruhi reputasi (nama baik) seluruh anggota keluarga tersebut. Jika dalam satu keluarga ada seorang anggota yang terlibat kejahatan, maka seluruh anggota keluarga akan menanggung rasa malu atas apa yang ditimbulkan oleh seorang anggota keluarga tersebut. Meskipun kita tahu bahwa tidak semua anggota keluarga melakukan kejahatan tersebut.

Karena keluarga atau komunitas sangat dipengaruhi oleh perilaku anggotanya, maka sangat penting untuk membangun kehidupan mental dan spiritual anggotanya. Untuk melakukan hal tersebut, kitab Amsal memberikan penegasan model sebuah keluarga yang kritis, kreatif dan konstruktif yang akhirnya membawa kebahagiaan:

  1. Keluarga dibangun atas dasar takut akan Tuhan (ayat 11). Tuhan berkehendak untuk mendidik umat-Nya seperti seorang ayah kepada anak yang disayanginya (ayat 12). Tujuannya supaya menjadi seseorang yang takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan (Ams 1:7). Saat ini para orang tua akan bangga jika anak-anaknya mengikuti banyak program pembelajaran yang berorientasi pada pengetahuan dan penguasaan teknologi, tetapi sedikit mengajarkan tentang iman. Jika hal ini terjadi terus menerus, maka generasi selanjutnya hanya akan unggul dalam pengetahuan dan pintar secara konsep, tetapi tidak mempunyai panduan hidup yang mengarahkan pada tujuan hidup yang sebenarnya. Keluarga Kristen seharusnya mengajarkan terlebih dulu hal takut akan Tuhan kepada anggota keluarganya sebelum belajar berbagai macam pengetahuan lainnya. Orang Israel mempunyai cara tersendiri untuk mendidik keluarga takut kepada Tuhan (Ul 6:13).
  2. Keluarga dididik dalam hikmat dan kecakapan (ayat 13). Di dalam Perjanjian Lama, hikmat dimaknai sebagai kepintaran untuk mencapai hasil, juga kemampuan untuk menyusun rencana yang benar untuk memperoleh hasil yang dihendaki. Hikmat yang demikian ada di dalam hati seseorang dan merupakan pusat keputusan moral dan intelektual. Ada perbedaan mendidik dengan pengetahuan dan hikmat. Mendidik dengan pengetahuan cukup dengan belajar secara formal. Sedangkan mendidik dengan hikmat memerlukan kedekatan spiritual dengan Tuhan berdasarkan firman Tuhan. Orang yang berhikmat akan bisa menemukan inti persoalan dengan cepat, memiliki pikiran yang praktis dan cakap memecahkan permasalahan dengan cepat dan tuntas. Ia dapat memilih dengan tepat hal-hal yang dianggap baik bagi dirinya dan hal-hal buruk yang seharusnya dihindari dan ditinggalkan.
  3. Keluarga yang berjalan di jalan kebahagiaan (ayat 17). Orang yang menggunakan hikmat dalam menjalani kehidupan, jalannya penuh bahagia. Alkitab menunjukkan kepada kita, bahwa hanya ada satu orang saja yang berani menyatakan dirinya sebagai jalan. Itupun bukan jalan bahagia, tetapi jalan kebenaran dan hidup. Jalan bahagia itu adalah jalan menuju hidup kekal, bukan kebahagiaan duniawi. Dalam kehidupan kita, berjalan di jalan Yesus Kristus akan menemui banyak rintangan dan tantangan. Jalan Yesus adalah jalan yang ditolak oleh dunia yang berdosa ini. Anak-anak Tuhan harus waspada dan dengan hikmat dapat melihat, menilai dan memilih, mana jalan yang menuju kebahagian hidup dan mana jalan yang akan menuju kebinasaan.

Yang dibutuhkan oleh keluarga bukan sekedar pengetahuan dan kecakapan atau penguasaan teknologi saja, melainkan hikmat yang dari Tuhan, agar keluarga Kristen mampu memilih jalan kehidupan yang menuju kebahagiaan, yaitu hidup yang kekal.

Tuhan Yesus memberkati, Maranatha!

Views: 64

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top