Pengharapan Baru
Tahun baru bukanlah hal yang baru. Setiap manusia di dunia ini tahu bahwa setiap tahun akan terjadi pergantian tahun. Dulu ada tahun baru, sekarang pun ada tahun baru. Bedanya hanya di penambahan angka. Setiap tahun, orang bebas untuk memiliki pengharapan. Pengharapan itu yang bisa memberikan semangat yang baru untuk tetap melangkah menjalani hari-hari yang akan dilalui. Tidak ada seorang pun yang tahu akan masa depannya. Tetapi, pengharapan yang ada di dalam dirinya, sedikit banyak akan menentukan masa depan seseorang.
Dalam setiap doa, seringkali orang percaya menginginkan bahwa di setiap tahun baru, keadaan semakin membaik. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Semakin tua manusia atau dunia ini, maka akan semakin lemah dan rentan, bukan semakin kuat. Surat 2 Timotius 3:1 mengatakan bahwa pada hari-hari akhir akan datang masa yang sukar. Kesukaran tersebut dipicu oleh manusia itu sendiri dengan semua perkembangan dan perjalanan kehidupannya. Di ayat selanjutnya dikatakan bahwa manusia semakin mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Hal tersebut diperparah dengan perkembangan media sosial dan internet, terutama setelah masa pandemi Covid-19. Kebebasan berbicara dan berekspresi terjadi di mana-mana dan tidak ada seorang pun yang mampu untuk membatasinya.
Setiap perkembangan zaman dan kehidupan, selalu memiliki dua sisi, positif dan negatif. Kecenderungan yang lebih banyak adalah sisi negatif. Tidak mudah untuk membatasi sisi negatif. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengimbanginya dari sisi positif. Itulah tugas yang sebenarnya bagi orang-orang percaya yang ada di dunia ini. Kita semua dipanggil untuk keluar dari kegelapan menuju pada terang Kristus. Terang yang ada di dalam diri kita itulah yang seharusnya dipancarkan keluar, menjadi cahaha-cahaya yang mungkin kecil, tetapi bisa menerangi banyak tempat.
Semangat Menjadi Terang
Akhir tahun menjadi waktu yang baik untuk berefleksi tentang kehidupan selama sepanjang tahun yang telah berlalu. Refleksi ini yang biasanya akan menumbuhkan pengharapan baru serta memberikan semangat yang baru. Sekali lagi, kita bebas untuk berpengharapan, tentu yang realistis sesuai dengan potensi yang ada dalam diri kita. Penting bagi kita untuk membagikan pengharapan itu pada komunitas dekat kita. Komunitas dekat itu seharusnya adalah gereja. Mengapa?
Sampai hari ini, gereja diberi wewenang oleh Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja, sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran (1 Timotis 3:15). Gereja menjadi komunitas keluarga Allah, yaitu jemaat dari Allah yang hidup. Tiang penopang dan dasar kebenaran bukanlah wewenang yang sepele. Komunitas gereja (lokal) perlu bertumbuh dengan kuat, sehingga orang lain bisa merasakan kasih Kristus dari gereja. Ketika orang lain mencari kebenaran, mencari jalan keselamatan, mencari standar moral tertinggi, mereka bisa mendapatkannya di gereja. Hari ini, satu-satunya tempat yang diberi kewenangan (baca: titipan) untuk menyatakan kebenaran firman Tuhan adalah gereja.
Kita mungkin sering mendengarkan lirik lagu yang mengatakan bahwa gereja bukanlah gedungnya. Itu benar. Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya. Gedung bukanlah hal yang prinsip. Tuhan mengizinkan Bait Suci dihancurkan, karena orang-orang Yahudi tidak bisa menjaga firman dengan hati nurani yang murni, sehingga mereka tidak lagi menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran. Bangsa Israel pernah menjadi terang yang memancar dengan cemerlang, pada saat pemerintahan raja Salomo. Orang-orang yang ingin mencari kebenaran, mereka harus datang ke Yerusalem. Tetapi semuanya itu sudah berlalu. Sekarang adalah zaman gereja. Siapapun yang ingin mencari kebenaran, mereka tidak perlu ke Yerusalem, tetapi datang ke gereja lokal di dekat mereka.
Siapkah gereja?
Ini adalah pertanyaan reflektif bagi kita semua, yang telah menjadi orang-orang percaya dan sudah bergabung di dalam keanggotaan gereja lokal. Supaya gereja sehat, maka diperlukan orang-orang percaya yang sehat, yang tergabung di gereja tersebut. Hal-hal sederhana yang dipaparkan di bawah ini, diharapkan bisa mengingatkan kita semua tentang tahapan yang mungkin pernah kita jalani atau yang sedang kita lalui saat ini.
Pertama, pertobatan dan kelahiran kembali itu penting. Orang bisa bertobat karena dia menyadari bahwa dia adalah orang berdosa yang memerlukan pertolongan dari Juruselamat. Yang perlu diingat bahwa, tidak semua orang yang lahir Kristen telah bertobat dan mengalami kelahiran kembali. Tidak semua orang yang memberi diri dibaptis, adalah orang yang telah bertobat dan lahir baru. Bertobat atau berbalik (metanoia: berubah pola pikir) itu harus dilakukan. Dalam percakapan antara Tuhan Yesus dengan Nikodemus di dalam Yohanes 3, Yesus berkata bahwa jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah. Pertobatan dan kelahiran kembali adalah titik tolak seseorang untuk menerima anugerah keselamatan dari Tuhan.
Kedua, percaya kepada Yesus dengan sepenuh hati. Di dalam Yohanes 3:16, dikatakan dengan sangat jelas bahwa setiap orang yang percaya kepada Tuhan tidak akan binasa, melainkan akan memperoleh hidup yang kekal. Ayat ini menjadi salah satu ayat favorit yang sering dihafalkan oleh orang Kristen sejak kecil. Sebenarnya, untuk mendapatkan keselamatan, Tuhan tidak menuntut apa-apa dari kita, selain percaya penuh kepada-Nya. Tuhan menuntut kita percaya, karena penyebab manusia jatuh ke dalam dosa adalah ketidakpercayaannya kepada Tuhan. Jika Adam dan Hawa benar-benar percaya kepada Tuhan, maka mereka tidak akan percaya dengan perkataan Iblis. Tetapi ketika mereka mulai percaya kepada perkataan Iblis, maka sebenarnya mereka sedang meragukan Tuhan. Menjauhi Tuhan menyebabkan manusia terbelenggu di dalam ikatan dosa.
Dalam kejatuhan itu, tidak ada manusia yang bisa menyelamatkan diri sendiri. Mereka memerlukan Juruselamat. Karena itulah Tuhan berjanji di dalam Kejadian 3:15, akan mengirimkan Juruselamat yang akan menjadi manusia serta mengorbankan diri untuk menggantikan manusia yang percaya kepada-Nya. Rasul Paulus tidak ragu-ragu untuk menyebut orang-orang percaya sebagai orang kudus, orang yang dikhususkan oleh Tuhan. Orang-orang kudus itulah yang bersekutu dalam satu komunitas, yang kemudian disebut sebagai gereja atau jemaat. Jika setiap anggota jemaat mengalami pertobatan dan kelahiran kembali, maka gereja itu akan menjadi sehat. Jika sebagian besar anggota jemaat mengetahui dan menghidupi kebenaran dengan hati nuraini yang murni, maka gereja itu akan bertumbuh dengan baik. Sungguh indah hidup dalam sebuah komunitas yang saling menghargai dan melengkapi.
Menghasilkan Buah Roh
Ketika seseorang bertobat, dilahirkan kembali dan percaya kepada Yesus (dan memberi diri dibaptis), maka mereka disebut lahir dari air dan Roh (bdg. Yohanes 3:5-6). Orang tersebut secara otomatis akan menghasilkan buah Roh dengan sembilan rasa, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Kita bisa melihat perubahan yang dialami oleh rasul Paulus. Berdasarkan kisah pertobatan rasul Paulus yang diceritakan berkali-kali di dalam Kisah Para Rasul serta ungkapan-ungkapan dalam surat-suratnya, memperlihatkan perubahan yang drastis dan radikal, terjadi atas hidup dan pelayanannya.
Sembilan poin dari buah roh ini bisa terjadi secara bertahap di dalam kehidupan orang percaya, mulai dari poin terakhir. Orang yang sudah bertobat dan percaya kepada Yesus, hal pertama yang akan menjadi tantangan bagi dia adalah menguasai diri. Dari penguasaan diri itu, muncul secara bertahap: lemah lembut, setia, baik, murah hati, sabar, damai, sukacita dan puncaknya adalah kasih yang rela berkorban (agape). Dalam proses kehidupannya, orang-orang percaya akan mengalami tahapan ini. Jika kita tidak mengalami semua tahapan ini, perlu untuk bertanya kepada diri sendiri, apakah kita sungguh-sungguh sudah bertobat dan percaya Yesus?
Setiap hari, seharusnya karakter kehidupan orang percaya akan semakin dibangun menjadi lebih baik. Sampai pada akhirnya, orang-orang tersebut akan memiliki standar moral yang sangat tinggi, seperti yang pernah disebutkan oleh Tuhan Yesus di dalam khotbah di bukit (Matius 5-7). Di dalam Matius 5:20, Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Setelah ayat tersebut, dijelaskan oleh Yesus tentang standar-standar moral tinggi yang seharusnya dimiliki oleh orang yang sudah percaya kepada Yesus. Sangat indah jika kita berada di tengah-tengah komunitas yang menjunjung tinggi standar moral kekristenan. Damai sejahtera itu akan muncul sedemikian rupa, sehingga pertumbuhan rohani setiap anggota jemaat akan nampak.
Karunia Roh
Dalam kehidupan penatalayanan di dalam gereja, Tuhan memperlengkapi setiap jemaat dengan karunia roh yang berbeda-beda. Paling tidak ada sembilan karunia roh yang dicatat di dalam Alkitab, yaitu: perkataan hikmat, pengetahuan, karunia iman, karunia kesembuhan, karunia mujizat, karunia bernubuat, karunia membedakan bermacam-macam roh, berkata-kata dalam bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh. Dengan semua karunia yang ada itu, orang Kristen harus berhati-hati.
Kita seharusnya bijak dalam menggunakan karunia-karunia roh yang diberikan oleh Tuhan. Jangan sampai karunia itu membuat hati menjadi sombong dan menganggap diri sendiri lebih rohani dari yang lain. Setiap orang memiliki karunia yang berbeda, sesuai dengan yang diberikan oleh Tuhan. Jangan sampai kita memaksakan diri untuk memiliki karunia tertentu, yang justru akan membuat kita terus mengejarnya dan lupa dengan prinsip kehidupan Kristen yang sesungguhnya.
Dari pengalaman yang tercatat di dalam Alkitab, jemaat di Korintus pernah mengalami pergumulan yang berat karena karunia-karunia roh tersebut. Paulus telah mengatur semua itu di dalam 1 Korintus 12-14, supaya tidak terjadi kekacauan di dalam jemaat. Paulus menyarankan untuk lebih mengejar kasih, tetapi tidak melarang untuk mendapatkan karunia-karunia roh tersebut.
Mengenai buah Roh dan karunia roh, muaranya adalah kasih (agape). Buah Roh adalah hasil dari pertobatan dan kelahiran kembali secara personal, sedangkan karunia roh adalah perlengkapan dalam penatalayanan di gereja. Jika gereja bisa mengelola semua itu dengan baik, maka hasilnya adalah kasih Kristus yang nyata di tengah-tengah komunitas tersebut.
Jika kita fokus kepada kasih (agape), maka yang dihasilkan adalah pemberitaan Injil. Kita memberitakan Injil karena kita tahu bahwa tidak ada jalan lain menuju keselamatan selain melalui Yesus Kristus (bdg. Yohanes 14:6; Kisah Para Rasul 4:12). Kita memberitakan Injil karena kita tidak mau orang-orang yang kita kasihi di dunia, justru nanti mereka terpisah dengan kita di kekekalan. Memang terkesan eksklusif, tetapi itulah tugas kita sebagai orang percaya yang sudah mendapatkan jaminan keselamatan kekal.
Refleksi
Di akhir dari tulisan ini, mari kita melihat bagaimana perjalanan jemaat mula-mula. Jemaat di Yerusalem adalah jemaat awal yang menyebarkan berita Injil Yesus Kristus. Di masa penggembalaan Yakobus, ada banyak orang Yahudi yang menjadi Kristen, tetapi mereka tidak bisa keluar dari tradisi Yudaisme. Karena itulah, terang itu tidak bisa bersinar lagi di Yerusalem dan beralih ke jemaat Antiokhia. Di masa awal jemaat Antiokhia, mereka bisa mengutus pemberita-pemberita Injil ke berbagai tempat. Tetapi kondisi jemaat di Antiokhia akhirnya sama dengan jemaat di Yerusalem, sehingga jemaat Antiokhia menjadi lemah dan redup. Terang itu beralih ke jemaat di Efesus. Dari Efesus, pemberitaan Injil banyak menyebar ke bangsa-bangsa lain. Tetapi pada akhirnya, kondisi jemaat di Efesus pun sama.
Saat ini, bagaimana dengan gereja di tempat kita berada? Apakah terang itu masih terpancar? Semua itu tergantung dari orang-orang percaya yang ada di dalamnya. Tahun baru, harapan baru dan semangat baru seharusnya muncul. Fokus kita adalah mengejar kasih (agape) itu, sehingga terang Kristus terus memancar dan kaki dian itu tidak diambil dari gereja.
Selamat Tahun Baru Imlek, Tuhan Yesus memberkati.
Views: 17