1 Raja-raja 14:1-18
Secara umum, reputasi adalah identitas atau sifat yang melekat dalam diri kita. Identitas dan sifat itu disertai dengan usaha untuk memberi kesan supaya diterima dan dikenal secara khusus oleh orang lain. Seseorang bisa memiliki reputasi baik atau jelek. Kesan itulah yang dinilai oleh orang lain, sehingga kita memiliki identitas dan sifat yang khas, berbeda dari orang lain. Di dalam kehidupan kekinian, reputasi biasanya ditandai dengan bintang atau review. Jika kita berbelanja online atau melihat tempat makan di google map atau di media sosial lainnya, kepuasan pelanggan akan tergambar dari review dan bintang. Dari hal itu, reputasi tempat atau barang akan bisa dilihat oleh banyak orang.
Meskipun dibuat sedemikian rupa, reputasi masih bisa dipoles dengan hal lain. Polesan ini yang sering kita kenal dengan nama pencitraan. Reputasi yang dinilai baik oleh banyak orang, belum tentu sesuai dengan identitas yang sebenarnya. Di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Reputasi pun bisa dipermainkan, sehingga muncul reputasi palsu. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya kita hindari. Sebagai orang percaya, seharusnya diri kita tidak dipenuhi dengan kepalsuan.
Mari kita belajar dari seorang raja yang bernama Yerobeam. Yerobeam menjadi seorang raja yang cukup sukses, karena ia bisa memerintah atas sepuluh suku Israel. Setelah memiliki kekuasaan yang cukup besar, Yerobeam mendirikan dua tempat ibadah yang baru, yaitu di Betel serta di Dan. Di tempat ibadah yang baru itu, Yerobeam menetapkan para imam dan sistem persembahan korban yang meniru Bait Suci di Yerusalem. Yerobeam melakukan hal itu supaya rakyatnya tidak pergi beribadah ke Yerusalem. Jika rakyatnya selalu beribadah ke Yerusalem, ditakutkan rakyat itu tidak tunduk kepada Yerobeam (1 Raja-raja 12:25-33).
Tempat ibadah yang dibuat oleh Yerobeam itu bertujuan untuk politik, bukan benar-benar untuk ibadah kepada Tuhan. Yerobeam juga tahu bahwa pusat ibadah yang dibuatnya itu tidak memiliki kuasa sama sekali. Ia melakukan semua itu, hanya untuk mempertahankan takhta dan kekuasaannya saja. Dari sejak zaman dulu, agama dan kepercayaan paling mudah untuk dipakai sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan. Jika kita memiliki kepercayaan yang buta, maka kita pun akan mudah untuk dipakai menjadi alat politik.
Suatu ketika, anak Yerobeam menderita sakit. Yerobeam meminta kepada istrinya supaya pergi kepada nabi Ahia, yang tinggal di Silo, untuk meminta petunjuk Tuhan. Yerobeam tidak meminta tolong kepada imam atau nabi yang ada di tempat ibadah yang dibangunnya. Dulu, nabi Ahia adalah nabi yang menubuatkan Yerobeam akan menjadi raja (1 Raj 11:31). Yerobeam menyuruh istrinya menyamar. Yerobeam ingin menipu Tuhan. Meskipun mata Ahia sudah tidak bisa melihat dengan sempurna, tetapi ia tidak tertipu. Tuhan tidak bisa ditipu. Tuhan menyingkapkan segala sesuatu kepada Ahia. Nabi Ahia menyampaikan firman yang keras dan menyedihkan bagi keluarga Yerobeam.
Memiliki reputasi palsu di depan orang, mungkin kita tidak akan rugi banyak. Seandainya mengalami kerugian pun, tidak akan sampai mengalami murka Tuhan. Tetapi jika kita mencoba untuk membangun reputasi yang palsu di hadapan Tuhan, maka bisa dipastikan bahwa kita tidak akan pernah bisa menipu Tuhan. Meskipun demikian, kita masih sering mendapati orang-orang yang seperti itu. Mereka membangun reputasi yang palsu, bahkan atas nama Tuhan. Sangat berani, tetapi hasilnya sangat mengenaskan.
Kita pun bisa terjebak pada hal yang sama seperti Yerobeam. Kita bisa tetap bertahan pada ritual atau sikap tertentu, padahal sebenarnya kita tahu bahwa hal itu sia-sia, bahkan bisa menimbulkan murka Tuhan. Ketika kita tetap menjalankan semua itu, lalu kita datang kepada Tuhan, maka yang terjadi bukanlah pertobatan yang tulus. Cepat atau lambat, jika kita tidak segera bertobat dengan tulus, maka kita akan mengalami kehancuran. Meskipun kita memiliki reputasi yang hebat di mata manusia (tetapi palsu), semuanya itu tidak akan berguna, karena penilaian Tuhan berbanding terbalik dengan reputasi yang kita bangun.
Views: 6