Mengatasi Masalah, Tanpa Masalah

Kejadian 16:7-15

Diceritakan mulai dari ayat 1-16, bahwa Abram dan Sarai tidak memiliki anak sampai usia tua. Akhirnya Sarai mempunyai ide, menyerahkan hambanya yang bernama Hagar untuk menjadi istri Abram, supaya Abram segera memiliki keturunan. Pada zaman itu, hamba atau budak tidak mempunyai kebebasan dan harus menuruti kemauan pemiliknya. Hagar adalah seorang hamba perempuan yang berasal dari Mesir. Abram menyetujui ide Sarai, menikahinya dan kemudian mengandung. Pada saat Hagar tahu bahwa dirinya mengandung, dia mulai memandang rendah Sarai. Karena itu Sarai merasa tidak nyaman dan menindasnya sampai akhirnya Hagar melarikan diri. Pada saat sedang dalam pelarian, Malaikat Tuhan menjumpai Hagar. Malaikat ini menyuruh supaya Hagar kembali kepada Sarai dan berjanji akan membuat keturunan Hagar sangat banyak dan memberi nama Ismael kepada anak yang dikandung oleh Hagar tersebut. Hagar memberi nama Tuhan, El-Roi.

Kisah mengenai Sarai dan Hagar ini adalah kisah yang menarik, karena ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari kisah tersebut, yang mungkin mirip dengan kisah-kisah kita pada hari ini:

Pertama, hati-hati dengan ide yang menyimpang. Ide yang menyimpang dari firman Tuhan untuk menyelesaikan masalah, justru akan membuat masalah lain dan mungkin masalah yang lebih besar. Memang pada waktu itu tidak ada larangan untuk beristri lebih dari satu. Tetapi, tetap saja di awal Tuhan hanya menciptakan satu laki-laki dan satu perempuan, bukan satu laki-laki dan dua perempuan. Tidak mudah berbagi hati dan berbagi kasih, tetap saja takarannya tidak akan seimbang. Masalah yang terjadi kemudian, yang bisa dilihat dalam kisah ini adalah pertengkaran antara Sarai dan Hagar.

Perhatikan baik-baik, di dalam setiap pertengkaran, kedua belah pihak akan merasa tersakiti. Karena itu, belajar untuk berhikmat, pertimbangkan segala sesuatu yang akan kita putuskan, supaya tidak menyesal di kemudian hari dan tidak menimbulkan masalah lain yang lebih besar. Jika seorang perempuan merasa bersalah dan tidak enak, maka dia akan cenderung serampangan untuk mengambil keputusan. Tetapi, sebagai laki-laki, dalam hal ini tidak hanya mengiyakan, atau dianggap sebagai kesempatan. Harusnya laki-laki mengarahkan, mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya. Sebagai laki-laki, belajarlah dari Ayub yang mempunyai prinsip kuat kepada Tuhan meskipun akhirnya ditinggalkan oleh istrinya.

Kedua, jangan sombong ketika merasa lebih mampu. Hagar terjebak dalam hal ini. Dia adalah hamba dari Sarai, tetapi dia berani memandang rendah Sarai ketika tahu dirinya mengandung. Bandingkan dengan kisah Hana yang disakiti oleh Penina. Di dalam 1 Samuel 1:6 dikatakan, “Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena Tuhan telah menutup kandungannya.” Amsal 30:21-23 juga memberitahukan hal penting, “Karena tiga hal bumi gemetar, bahkan karena empat hal ia tidak dapat tahan: karena seorang hamba kalau ia menjadi raja, karena seorang bebal kalau ia kekenyangan makan, karena seorang wanita yang tidak disukai orang kalau ia mendapat suami, dan karena seorang hamba perempuan, kalau ia mendesak kedudukan nyonyanya.”

Di manapun posisi kita, jangan pernah menganggap rendah orang lain. Mungkin Hagar merasa bahwa Abram akan lebih mengasihi dia daripada Sarai. Tetapi yang terjadi sebaliknya, justru Abram menyerahkan perkara Hagar ini kepada Sarai karena memang Sarai berkuasa atas hambanya tersebut. Dalam hal ini, Sarai juga meminta pendapat kepada suaminya, karena Hagar juga berstatus sebagai istri Abram. Ketika Abram memberikan kembali wewenang kepada Sarai, maka Sarai menindas Hagar sehingga Hagar melarikan diri. Tindakan Abram ini keputusan yang tidak tegas, yang tujuannya untuk mendamaikan mereka tetapi justru dipakai oleh Sarai untuk menindas Hagar.

Ketiga, lari dari masalah. Ini yang sering dilakukan oleh banyak orang, lari dari masalah, tidak mau menghadapi dan menyelesaikan masalah, tidak mau mengakui kesalahan dan meminta maaf, tidak mau berdamai, lebih suka menjauhi. Larilah menjauhi dosa, bukan lari menjauhi masalah.

Keempat, Tuhan berbelaskasihan kepada semua orang tanpa terkecuali. Ketika Tuhan berbelaskasihan kepada Abram dan Sarai, Tuhan juga berbelaskasihan kepada Hagar yang pada waktu itu sedang dalam pelarian. Malaikat Tuhan menyatakan sesuatu yang menarik di ayat 9, “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.” Secara tidak langsung Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan tidak mengakui pernikahan antara Hagar dan Abraham. Tuhan tetap mengakui bahwa Hagar adalah hamba Sarai dan memang Hagar dalam hal ini bersalah. Tuhan akan tetap membuat keturunan Hagar menjadi besar, karena Ismael juga keturunan Abraham. Tuhan menolong Hagar bukan karena Hagar berdoa meminta tolong, tetapi karena Tuhan mendengar tentang penindasan atas Hagar. Itulah arti nama Ismael.

Kiranya kita bisa belajar dari kisah ini, semakin bijaksana dalam hidup sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar dan rumit.

Views: 3065

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top