Lukas 15:1-7
TB:
(1) Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. (2) Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” (3) Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (4) “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? (5) Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, (6) dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. (7) Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”
Untuk memahami peran gembala di dalam perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus, kita perlu mengerti bahwa profesi gembala pada zaman Yesus sering dianggap sebagai pekerjaan rendah. Para gembala sering dicurigai telah melanggar hukum-hukum keagamaan, terutama berkaitan dengan hari sabat dan ritual kesucian, karena pekerjaan mereka menuntut perhatian kepada domba yang mereka gembalakan dan tidak memperhatikan batas waktu.
Di dalam Perjanjian Lama dan tradisi Yahudi, gembala memiliki makna simbolis yang kuat. Gembala menjadi gambaran pemimpin umat dan Tuhan sendiri. Misalnya di dalam Mazmur 23:1, dinyatakan bahwa Tuhan adalah gembala. Di ayat itu, Tuhan memimpin dengan penuh perhatian, melindungi dan mencukupi keperluan umat-Nya. Di dalam Yehezkiel 34, Tuhan mengecam para pemimpin Israel yang telah gagal melindungi umat yang mereka pimpin. Lalu Tuhan menyatakan Diri-Nya sebagai gembala yang akan mencari, menyelamatkan dan memulihkan umat-Nya.
Di ayat yang kita baca, Tuhan menggambarkan Diri-Nya sebagai gembala yang mencari dan menyelamatkan domba yang terhilang. Sebagai Gembala, Tuhan meninggalkan sembilan puluh sembilan domba demi mencari satu domba yang hilang. Bahkan di ayat 7 dijelaskan bahwa akan ada sukacita yang besar di Surga, karena satu orang berdosa yang bertobat. Perumpamaan ini tidak hanya berbicara tentang belas kasihan, tetapi juga tentang panggilan gereja untuk mencari yang tersesat, supaya ia memulihkan hubungannya dengan Tuhan.
Orang Farisi dan ahli Taurat bersungut-sungut kepada Yesus karena telah menerima dan makan bersama orang-orang berdosa. Dalam tradisi Yahudi, makan bersama bukan hanya aktivitas biasa, tetapi tanda penerimaan terhadap orang yang diajak makan, baik secara sosial maupun keagamaan. Ketika Tuhan Yesus membuka diri untuk makan bersama-sama dengan orang berdosa, Ia menerima semua orang, termasuk orang-orang yang dianggap tidak layak. Dalam hal ini, Yesus sedang merangkul semua kalangan, supaya mereka juga mendapatkan kasih yang sama, tanpa memandang status.
Mencari satu domba dan meninggalkan sembilan puluh sembilan domba yang lain merupakan tindakan yang sangat berani. Tidak ada jaminan bahwa yang sembian puluh sembilan itu bisa terus berkumpul dalam kawanan atau bahkan selamat dari terkaman binatang buas. Apalagi gembala itu harus mencari satu saja yang sesat. Perlu waktu yang cukup lama untuk mencari satu, tetapi meninggalkan sembilan puluh sembilan. Ini menjadi gambaran bahwa Tuhan sangat mengasihi orang yang tersesat serta mau aktif untuk mencari dan menyelamatkannya.
Setelah menemukan satu domba yang sesat, gembala itu dipenuhi dengan sukacita. Sukacita itu menggambarkan kegembiraan bagi Tuhan, ketika seseorang yang berdosa dan tersesat mau datang kembali kepada Tuhan. Penemuan domba ini menjadi gambaran yang indah tentang kasih karunia Tuhan, yang mau aktif mencari dan memulihkan mereka yang hilang, tanpa syarat atau tuntutan apapun dari pihak manusia. Kita bisa menyimpulkan bahwa pertobatan merupakan respon atau tanggapan terhadap kasih Tuhan yang terlebih dulu mencari untuk menyelamatkan.
Yesus mengakhiri perumpamaan ini dengan menyatakan bahwa ada sukacita besar di Surga ketika ada seorang yang berdosa itu bertobat. Gambaran ini menjelaskan bahwa pertobatan dan pemulihan manusia itu sangat berharga. Surga bersukacita, tetapi orang dunia belum tentu bersukacita. Perumpamaan lain: ayah dari anak bungsu yang terhilang sangat bersukacita, sedangkan si sulung tidak bersukacita.
Sifat kasih Tuhan itu aktif dan tidak pasif, tidak menunggu manusia datang kepada-Nya. Kasihnya luas, sehingga tidak bergantung pada kondisi manusia atau tidak bersyarat. Setiap individu manusia memiliki nilai yang sangat berharga di hadapan Tuhan. Jika Tuhan menilai kita sangat berharga, kita sendiri tidak boleh rendah diri dan menganggap diri tidak berharga.
Views: 3