Yohanes 2:1-12
Ayat ini mengisahkan tentang peristiwa Tuhan Yesus pertama kali melakukan mujizat. Tuhan Yesus yang hadir ke dunia menjelma menjadi manusia, dia juga hadir di dalam kehidupan keluarga. Tuhan Yesus memperlihatkan diri bukan sebagai manusia saja, tetapi juga sebagai Tuhan dan Mesias yang memiliki kemuliaan melebihi manusia lainnya. Hal itu telah dikatakan sebelumnya oleh Yesus kepada Natanael (Yoh 1:49-50), bahwa Tuhan Yesus akan memperlihatkan bukti lain bahwa Yesus adalah Tuhan dan Mesias. Pada hari ketiga setelah percakapan-Nya dengan Natanael, Tuhan Yesus menunjukkan bukti pertama bahwa Dia adalah Tuhan dan Mesias, yaitu mujizat air menjadi anggur.
Kana adalah tempat asal dari Natanael (Yohanes 20:2), berada di wilayah Galilea. Dari Kana ini, Tuhan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa hal-hal besar ternyata tidak dimulai dari kota-kota besar, tetapi dari kota-kota kecil yang dianggap tidak penting dan bahkan tidak berharga. Kana menjadi tempat pertama kali Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Yang Ilahi.
Mujizat Yesus dinyatakan ketika ada persta perkawinan di Kana yang bermasalah karena anggurnya habis. Anggur menjadi salah satu sajian istimewa dalam sebuah pesta yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada waktu itu. Jika tidak ada anggur, maka tuan rumah akan kehilangan harga diri dan akan menjadi bahan cemoohan bagi orang lain. Pesta yang dilaksanakan biasanya tidak sehari dua hari, tetapi bisa seminggu. Pada saat masalah itu terjadi, Maria memberitahu hal itu kepada Yesus. Maria memberitahukan hal itu kepada Yesus, karena Maria kenal siapa Yesus dan berharap bahwa Yesus segera dapat menunjukkan diri sebagai Mesias.
Ketika mendengar pemberitahuan itu, Tuhan Yesus menjawab dengan tegas bahwa saatnya belum tiba. Tuhan Yesus ingin menyatakan bahwa kemesiasan Yesus tidak tergantung dari Maria. Yesus tidak mau menyatakan diri-Nya sebagai Mesias hanya karena pengaruh dari laporan Maria. Maria sangat mengerti dengan jawaban Yesus. Maria memahami bahwa ia harus menunggu waktu bagi Yesus untuk menunjukkan kemuliaan-Nya sebagai Mesias. Karena itu, di ayat 5 Maria mengatakan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”
Percakapan antara Yesus dengan Maria ini cukup singkat, tetapi sangat penting untuk dipahami, khususnya dalam kehidupan keluarga. Di satu sisi ada prinsip yang harus ditegakkan, tetapi di sisi lain ada pemahaman satu dengan yang lain. Dalam hal pemberitahuan tentang kemesiasan Yesus Kristus, Yesus memiliki prinsip yang perlu ditaatinya, karena semuanya itu tergantung kepada Bapa. Tuhan Yesus ketika menjelma menjadi manusia, Dia mengosongkan diri sehingga Dia bergantung penuh dengan Bapa. Ketaatannya sebagai manusia terbukti sampai Ia taat mati di kayu salib. Maria tahu itu. Maria sangat paham dan tidak marah ketika Tuhan Yesus memanggil dirinya sebagai “perempuan”, atau di dalam terjemahan LAI disebut “ibu” (ayat 4). Maria tahu bahwa dia hanya sebagai perantara bagi kedatangan Mesias ke dunia.
Jika di dalam keluarga sudah saling mengenal dan saling memahami, maka konflik bisa diatasi dengan baik. Di dalamnya tidak ada pemaksaan kehendak, apalagi kalau kita memiliki anak-anak yang sudah akil balik atau sudah dewasa. Waktu yang paling baik untuk mendidik anak-anak adalah sebelum mereka berusia akil balik. Dari usia itu, kita menanamkan prinsip-prinsip kebenaran dan kehidupan. Setelah akil balik, kita tidak lagi memiliki banyak kesempatan untuk mendidik anak-anak secara doktrinal, karena mereka telah memiliki pemikiran dan kehendak sendiri. Kita harus menghormatinya, selayaknya manusia dewasa yang sudah memiliki tujuan hidup serta pengertian atas kehidupannya sendiri.
Yesus bukan hanya sekadar tamu yang masuk dalam keluarga kita, jika kita mengizinkan Roh Kudus untuk masuk dalam hati dan keluarga kita. Anggota keluarga kita juga bukan sekedar tamu, sehingga kita tidak mengenal mereka secara dekat dan dengan baik. Mereka adalah bagian dari hidup kita. Karena itu, penting untuk bisa saling memahami satu dengan yang lain. Memahami bukan berarti memaksakan kehendak. Memahami juga bukan berarti kompromi. Memahami itu tidak mudah, karena itulah kita perlu terus belajar dan berkomunikasi satu dengan yang lain, sehingga tidak terjadi banyak kesalahpahaman di dalam keluarga. Kita akan sangat berbahagia di dalam keluarga, kalau di dalamnya tidak terjadi banyak konflik dan kesalahpahaman.
Views: 3