Konsep Persembahan

Kejadian 4:1-5

Dalam kehidupan bergereja, kita tidak asing dengan persembahan. Persembahan menjadi salah satu bagian penting di dalam kehidupan kekristenan. Kita perlu tahu, mengapa ada persembahan yang harus kita berikan. Kita juga perlu tahu asal usul dan fungsi dari persembahan ini, sehingga ketika kita melakukannya, maka kita melakukan sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan atas konsep atau teori kita sendiri. Jika kita terjebak pada konsep yang salah, maka kita pun akan memberikan persembahan dengan cara yang salah.

Di dalam Alkitab, persembahan pertama kali muncul ketika Alkitab mencatat mengenai persembahan yang diberikan oleh Kain dan Habel. Sebelumnya tidak ada pemberitahuan mengenai persembahan yang harus diberikan kepada Tuhan. Tidak disebutkan juga mengenai persyaratan persembahan yang benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Tetapi dari kisah yang dicatatkan, kita melihat bahwa persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahan Kain tidak diterima oleh Tuhan. Kita mulai mengerti tentang persembahan yang diterima oleh Tuhan, karena ada keterangan di dalam Ibrani 11:4a yang mengatakan, “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain.” Sekilas di dalam Yudas 1:11a, persembahan Kain disebutkan, “Celakalah mereka, karena mereka mengikuti jalan yang ditempuh Kain.”

Jika kita telusuri peristiwa-peristiwa sebelumnya, ini sangat bersangkutan dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Setelah manusia berdosa, Tuhan perlu untuk menutupi dosa manusia (sementara), sebelum Tuhan mengutus Sang Juruselamat untuk datang ke dunia. Tuhan memberikan simbol itu, yaitu dengan membuatkan manusia pakaian dari kulit binatang. Penyembelihan binatang dan pakaian dari kulit binatang itu yang perlu terus diberitakan dan diajarkan kepada generasi demi generasi, supaya manusia tidak lupa akan janji Tuhan untuk kirim Juruselamat. Belum lama ibadah simbolik sederhana itu diajarkan, ternyata Kain sudah memiliki konsep yang berbeda tentang persembahan itu, sehingga Tuhan menolak korban persembahannya. Istilah “korban persembahan” berarti harus ada darah yang dicurahkan atau kematian makhluk hidup (hilangnya nyawa). Inilah yang terus diajarkan dari generasi ke generasi, sampai pada zaman Nuh, Abraham dan sampai Sang Juruselamat datang dan dibunuh.

Mengenai persembahan sendiri, dalam perkembangannya ternyata tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga kepada manusia lain yang memiliki status sosial yang tinggi, misalnya: raja. Contohnya dikisahkan dalam Kejadian 43:11-15 dan Yehezkiel 45:16. Hal ini menjadi kebiasaan di dalam sistem pemerintahan kerajaan, yang pada akhirnya sering disebut sebagai upeti.

Ada hal menarik yang tercatat di dalam Keluaran 35:21, “Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu.” Konsep persembahan dari awal bukanlah kewajiban atau paksaan. Tuhan suka dengan orang yang memberikan persembahan dengan kerelaan hati. Karena itu di ayat tersebut dicatat mengenai orang-orang yang “tergerak hati” dan “terdorong jiwanya” untuk memberikan persembahan khusus. Orang-orang yang bisa tergerak hati atau terdorong jiwanya ini adalah orang-orang yang benar-benar mengasihi Tuhan dan pelayanan Tuhan di dunia ini. Jika orang tersebut tidak mengasihi Tuhan dan pelayanannya, tidak mungkin dia bisa tergerak hati. Jika orang mengasihi sesuatu atau seseorang, maka ia akan memusatkan perhatiannya kepada hal atau orang tersebut. Dia rela melakukan apa saja, untuk membuat benda itu semakin berharga atau untuk membuat orang yang kita kasihi semakin senang. Dari awal, Kain dan Habel pun mempersembahkan bukan karena paksaan, hanya saja motivasinya yang berbeda.

Views: 6

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top