Konsep Persembahan di Perjanjian Baru

Markus 12:41-44

Ada banyak sekali aturan persembahan di dalam Perjanjian Lama dan yang paling terkenal adalah persepuluhan, yang istilahnya masih kita pakai sampai hari ini. Semua aturan persembahan di Perjanjian Lama cukup rumit, karena semuanya dipakai secara simbolik. Bahkan di masa Perjanjian Baru, aturan persembahan tersebut diperumit dan diperberat oleh para imam Yahudi.

Ketika Yesus hadir ke dunia, konsep persembahan berubah bukan lagi simbolik, tetapi lebih kepada rasa hormat, ucapan syukur serta kerinduan untuk memuliakan Tuhan. Sebagai contoh di dalam Matius 2:11, “Maka masuklah mereka (orang majus) ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah DIa. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur.” Tidak disebut jumlah, tetapi pastilah mereka membawa persembahan terbaik yang dibawa dari tempat yang jauh.

Tuhan Yesus berkata di dalam Matius 9:13, “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Firman yang dimaksud telah ditulis sebelumnya di dalam Hosea 6:6, “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.” Yang utama adalah belas kasihan, kasih setia dan pengenalan akan Tuhan. Orang-orang yang seperti ini dipastikan akan memberikan persembahan dengan yang terbaik, dengan kerelaan hati dan penuh sukacita.

Di ayat dasar renungan kita yang dibaca di awal, secara jumlah persembahan janda itu sangat sedikit, tetapi nilainya lebih dari seratus persen, karena disebutkan bahwa janda itu memberi dari kekurangannya. Sedangkan jumlah persembahan dari orang kaya lebih besar, tetapi nilai tidak besar, karena mereka masih punya harta lain yang lebih banyak. Setelah memberi persembahan, orang kaya masih bisa makan enak sampai kenyang, sedangkan janda itu kemungkinan besar tidak bisa makan. Janda itu mengajarkan kepada kita bahwa dia telah menyerahkan semuanya dan memberi persembahan dengan merasakan sakit. Memberi persembahan sampai merasakan sakit, itu mungkin bisa kita istilahkan sebagai memberikan korban persembahan.

Rasul Paulus di dalam Roma 12:1 mengatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Paulus mengajarkan kepada kita bahwa persembahan itu bukan hanya dalam bentuk uang atau benda, tetapi tubuh dan seluruh hidup. Menjaga tubuh tetap sehat dan kuat, menggunakan tubuh untuk bekerja dengan giat serta melayani Tuhan, itu adalah cara terbaik untuk memuliakan Tuhan. Penghayatan Paulus tentang hal ini lebih dalam diungkapkan di dalam Galatia 2:19-20, “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup lagi, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.”

Yang sering ditanyakan adalah mengenai persepuluhan? Apakah itu kewajiban? Jika pertanyaan kita hanya sebatas wajib atau tidak, maka konsep persembahan yang kita pahami sudah kuno, karena itu konsep Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Baru sudah tidak diajarkan lagi mengenai konsep persepuluhan, karena dalam praktiknya, orang Krisen mula-mula di Perjanjian Baru sudah mempersembahkan lebih dari sepuluh persen. Memang sampai saat ini kita masih menggunakan istilah “persepuluhan” tetapi dengan konsep dan konteks yang sudah berbeda. Persepuluhan diwajibkan di Perjanjian Lama karena mereka masih melakukan ibadah simbolik, yang perlu diatur dengan jelas dan bahkan rumit. Hari ini persembahan kita tidak dibatasi hanya sepuluh persen, tetapi seluruh hidup kita. Jangan sampai kita merumitkan diri untuk menghitung sepuluh persen itu. Belajarlah untuk memberikan yang terbaik dan lebih, meskipun istilahnya tetap menggunakan “persepuluhan”.

Beberapa hal yang bisa kita simpulkan dari renungan ini: (1) Tuhan Yesus tidak menyinggung soal jumlah persembahan, maka janganlah kita fokus pada jumlah. Patut bagi kita mengucap syukur kepada Tuhan dengan cara memberikan persembahan sesuai dengan yang ada pada kita yang terbaik dan dengan bersukacita; (2) Memandang persembahan bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai ucapan syukur karena keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita dengan harga yang sangat mahal serta ucapan syukur karena berkat Tuhan terus dialirkan kepada kita; (3) Persembahan yang kita berikan adalah wujud kasih kita kepada Tuhan dan kesediaan kita untuk mendukung pemberitaan Injil dan pekerjaan Tuhan di dunia melalui gereja; (4) Dengan memberi persembahan kita melepaskan ikatan harta duniawi, supaya uang atau harta tidak menguasai hidup kita dan juga bukan tujuan utama di dalam hidup kita; (5) Memberi persembahan tidak berarti dilakukan seenaknya atau dengan sembarangan, tetapi praktikan itu dengan tulus dan setia di gereja kita.

Views: 1120

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top