1 Samuel 13:5-14
Di dalam kehidupan kita, selalu saja ada jalan pintas yang biasanya kita tempuh. Tetapi kita harus berhati-hati, karena tidak semua jalan pintas itu menguntungkan, tetapi justru malah mencelakakan. Mungkin kita pernah mengalami macet dalam perjalanan ke sebuah acara yang sangat penting. Kita dihadapkan kepada dua pilihan, tetap dalam kemacetan tersebut dengan konsekuensi kita akan terlambat datang ke acara tersebut, ataukah kita mencari jalan pintas. Jika jalan pintasnya tidak melanggar apapun, masih aman. Tetapi kalau jalan pintasnya harus melanggar peraturan lalu lintas, maka celaka atau musibah akan menimpa kita, meskipun ada juga kesempatan untuk bisa beruntung.
Kecenderungan manusia pada umumnya, ketika dalam kondisi ketakutan atau dalam keperluan mendesak, godaan untuk mencari jalan pintas akan sangat besar. Kebanyakan jalan pintas adalah jalan yang salah. Bisa jadi jalan pintas itu melanggar aturan undang-undang, bahkan lebih paranya melanggar apa yang Tuhan larang. Pembenaran akan dilakukan, karena yang penting selamat lebih dulu, itulah yang selalu ada di dalam pikiran kita.
Di dalam kisah yang kita baca, raja Saul dalam kondisi yang sangat mendesak. Pasukan Filistin sedang mengepung orang-orang Israel. Pasukan Filistin sangat banyak melebihi pasukan Israel, mereka sangat dekat dengan Israel dan siap untuk menyerang pasukan Israel yang dipimpin oleh raja Saul. Bangsa Israel panik. Mereka berusaha untuk mencari tempat persembunyian. Dalam kondisi seperti itu, raja Saul diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat sulit. Dalam kondisi seperti itu, raja Saul tidak bisa berbuat apa-apa karena harus menunggu Samuel. Tujuh hari sebelumnya, Samuel pernah berkata kepada Saul, di dalam 1 Samuel 10:8, “Engkau harus pergi ke Gilgal mendahului aku, dan camkanlah, aku akan datang kepadamu mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan. Engkau harus menunggu tujuh hari lamanya, sampai aku datang kepadamu dan memberitahukan kepadamu apa yang harus kaulakukan.”
Dalam situasi yang sangat genting tersebut, tidak mudah untuk menunggu, meskipun sudah dipastikan waktunya. Setelah tujuh hari, ternyata Samuel tidak datang-datang juga. Dalam kondisi seperti itu, Saul tidak sabar lagi dan memutuskan untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan. Baru saja Saul selesai mempersembahkan korban bakaran, datanglah Samuel. Melihat kedatangan Samuel, Saul berlari untuk menyambut Samuel dengan hormat. Tetapi Samuel justru menegor dengan keras raja Saul di depan pasukannya. Korban persembahan pada waktu itu hanya boleh dilakukan oleh seorang imam. Di ayat 11, Saul mencari pembenaran. Kecenderungan manusia, ketika sudah melakukan hal yang tidak sesuai dengan ketetapan Tuhan, akan mencari “kambing hitam”. Dalam kondisi itu, Saul berusaha mencari pembenaran diri dan menyalahkan Samuel. Itu juga yang pernah dilakukan oleh Adam dan Hawa ketika kedapatan mereka jatuh ke dalam dosa.
Kalau kita baca di ayat 12, alasan atau pembenaran Saul masuk akal. Bahkan alasannya terkesan sangat rohani, “memohon belas kasihan Tuhan.” Tetapi justru di ayat 13, Samuel berkata bahwa perbuatan Saul itu bodoh. Sebenarnya Saul bukan orang bodoh. Dia pasti orang yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata, sehingga dia dipilih menjadi raja Israel. Pada saat itu dia pasti sudah menganalisis keadaan. Dengan strategi perang apapun, sudah dipastikan bahwa mereka akan kalah menghadapi pasukan Filistin. Hanya saja Saul lupa akan penyertaan Tuhan terhadap dirinya dan bangsa Israel. Kekuatiran dan ketakutan yang besar seringkali membuat kita lupa akan penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita.
Dari sini kita bisa belajar bahwa ada orang yang sepertinya memohon belas kasihan Tuhan, tetapi sebenarnya sedang melanggar perintah Tuhan. Mari coba kita lihat ke dalam hati kita masing-masing dengan kepekaan hati nurani kita, apakah saat ini punya niat hati untuk melayani Tuhan tetapi juga sedang melanggar perintah Tuhan?
Ketaatan lebih mudah dilakukan ketika kita dalam kondisi yang wajar dan baik-baik saja. Tetapi dalam kondisi terdesak atau darurat, seringkali kita mengabaikan larangan Tuhan. Pada waktu kita melanggar perintah Tuhan, sebenarnya bukan hanya perintah-Nya yang kita abaikan, tetapi Tuhan juga sedang kita abaikan. Pada saat itu, kita sedang tidak menganggap Tuhan. Orang yang melanggar perintah Tuhan, orang itu sedang memberontak kepada Tuhan.
Kita tahu bahwa situasi yang kita alami akhir-akhir ini tidak mudah. Tetapi bukan berarti bahwa kita diperbolehkan untuk mengambil jalan pintas yang jelas-jelas mengabaikan perintah Tuhan. Berhentilah dan kembalilah ke arah yang benar. Jangan pernah melakukan sesuatu yang Tuhan tidak suka. Kita harus tahu akan ada akibat buruk yang akan terjadi pada kita, jika kita melakukan apa yang Tuhan tidak sukai. Akibat buruk itu bisa terjadi segera atau di kemudian hari. Karena pelanggaran Saul, maka tahta Israel tidak turun temurun, tetapi akan dikuasai oleh orang lain, yaitu Daud (ayat 14). Kesalahan yang hari ini kita lakukan, bisa berdampak pada keturunan atau orang-orang di sekeliling kita. Ini yang seringkali dilupakan oleh orang-orang yang melanggar perintah Tuhan.
Belajarlah hormat kepada Tuhan dengan melakukan firman Tuhan. Meskipun sepertinya kondisi hidup kita suram, tetapi kita harus tetap memegang kebenaran firman Tuhan.
Views: 142