Efesus 5:22-33
Relasi suami dan istri pada saat ini menghadapi tantangan yang sangat kuat. Saat ini, kondisi sosial berubah drastis. Jika dulu, perempuan hanya mengerti tentang urusan rumah tangga. Sekarang, perempuan sudah banyak yang berkarya di luar rumah tangga. Emansipasi perempuan memungkinkan perempuan memiliki kemandirian dalam banyak hal, sehingga tidak terlalu bergantung pada penghasilan laki-laki atau suami. Ketidaksiapan laki-laki dan perempuan dalam kemajuan zaman ini yang seringkali membuat rumah tangga menjadi berantakan. Jika tidak dipersiapkan dengan baik, maka generasi berikutnya akan mengalami hal yang sama, bahkan lebih kompleks.
Melalui ayat ini, Paulus ingin menyampaikan kepada jemaat di Efesus dan juga kepada kita semua, sebagai pembaca surat zaman ini, untuk memakai kasih Kristus sebagai landasan hidup suami istri. Paulus mengawalinya dengan nasihat supaya istri tunduk kepada suaminya, seperti tunduk kepada Kristus. Tunduk ini berbicara dalam banyak hal, yaitu: mengasihi suami dan anak-anak (Titus 2:4); hormat (1 Petrus 2:1-2); menolong (Kejadian 2:18); menjaga kesucian (1 Petrus 3:2); memiliki roh yang lembut dan tenang (1 Petrus 3:4); menjadi seorang ibu (Titus 2:4); serta menjadi pengatur rumah tangga yang baik (Titus 2:5). Tunduknya seorang istri kepada suami, dilihat oleh Tuhan sebagai bagian dari ketaatannya kepada Kristus.
Istri harus tunduk kepada suami dalam segala sesuatu, karena suami adalah kepala istri, sama seperti Kristus adalah kepala jemaat (ayat 23). Tuhan telah menyerahkan tanggungjawab sebagai pemimpin dan kepala kepada suami di dalam keluarga. Kepemimpinan suami juga tidak sewenang-wenang. Kepemimpinan seorang suami harus dilaksanakan di dalam kasih, kelembutan, serta tenggang rasa terhadap istri dan keluarganya. Sebagai seorang pemimpin, suami memiliki tugas: menyediakan kebutuhan rohani dan keperluan rumah tangga bagi keluarganya (1 Timotius 5:8); menghadirkan kasih, perlindungan dan perhatian untuk kesejahteraan keluarga (ayat 25-33); memberikan pengertian, penghargaan dan perhatian (1 Petrus 3:7); dan menjaga kesetiaan terhadap ikatan pernikahan (ayat 31).
Banyak orang yang tidak setuju dengan apa yang disampaikan oleh Paulus maupun Petrus tentang hubungan rumah tangga, terutama orang-orang yang terpengaruh dengan feminisme. Surat-surat ini dianggap kolot dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Tetapi, mau tidak mau, apa yang disampaikan oleh Paulus dan Petrus adalah firman Tuhan. Itulah kehendak Tuhan kepada semua orang Kristen di segala zaman. Jika tidak mengikuti petunjuk firman Tuhan itu secara seimbang, maka rumah tangga akan mengalami kekacauan. Hal itu sudah terjadi di mana-mana.
Karena kekacauan akan kehidupan rumah tangga, serta semakin sedikit teladan terhadap keluarga Kristen yang ideal, maka banyak bermunculan fenomena-fenomena yang dulu dianggap tabu, tetapi sekarang menjadi umum dan tidak jauh dari kita. Ada orang-orang yang tidak mau menikah karena trauma dengan kehidupan rumah tangga dari orang tuanya; ada orang-orang yang memilih dekat tetapi tanpa status; ada yang berumah tangga tetapi tidak benar-benar bersatu; ada yang menikah tetapi memilih untuk tidak memiliki anak (childfree). Hal-hal semacam itu tentu mengacaukan banyak hal dan mempengaruhi generasi berikutnya.
Jika gereja tidak lagi mengajarkan tentang firman Tuhan yang seperti ini, maka tidak ada lagi standar kebenaran firman Tuhan yang bisa disampaikan. Sebagai orang percaya, mau tidak mau kita harus menjadi teladan bagi orang lain, bagi lingkungan yang ada di sekitar kita. Kita perlu menyatakan bahwa firman Tuhan ini tidak kolot. Firman Tuhan ini seharusnya kita pahami dan lakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga ada contoh yang baik di dunia yang sedang tidak baik-baik saja ini.
Views: 8