Damai Sejahtera Kristus

Kolose 3:15-16; Lukas 2:14

Kolose 3:15 menyatakan, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.” Ayat 16 adalah perintah dan hasil dari ayat 15.

Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada yang suka dengan keadaan atau kondisi yang damai, tetapi ada juga yang tidak. Kondisi damai yang diharapkan pun bisa berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan masing-masing. Jika kepentingannya tercapai, damailah dia. Tetapi belum tentu orang yang ada di sekitarnya bisa merasakan damai itu. Yesus Kristus datang ke dunia, supaya damai di bumi ini bisa terjadi. Tetapi, Ia ditolak karena kehadiran-Nya ternyata tidak membawa damai bagi sebagian besar pemimpin Yahudi.

Jika kita ingin damai sejahtera Kristus memerintah dalam hati kita (ayat 15), tidak ada jalan lain kecuali kita menerima Yesus dengan sepenuh hati. Damai sejahtera Kristus bisa saja di luar bayangan kita. Misalnya, kita bisa lihat pada saat peristiwa kelahiran Yesus Kristus.

Di dalam Lukas 2:6-7 dikisahkan, “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di saat Kaisar Agustus memerintahkan untuk sensus penduduk, maka semua penduduk di bawah pemerintahannya harus kembali ke tempat kelahiran masing-masing.

Di saat sedang terjadi reuni akbar, pertemuan keluarga besar, Sang Mesias hadir dalam rupa bayi, tetapi tidak ada seorang pun yang menyadarinya. Padahal Mesias ini yang ditunggu-tunggu oleh bangsa Yahudi, yang akan membawa damai bagi mereka. Para imam dan ahli Taurat juga pasti sudah menunggu-nunggu, bahkan sering mendiskusikan hal ini. Mereka menanti-nantikan nubuatan yang tercatat di dalam Mikha 5:1, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.”

Kedatangan Yesus Kristus, Sang Raja Damai itu mendapatkan penolakan demi penolakan. Benarkah sampai tidak ada tempat penginapan yang kosong atau kamar di rumah saudara mereka? Atau karena mereka dari Nazaret dan penampilan mereka sangat sederhana? Berbeda jauh dari gambaran kelahiran seorang raja besar. Seringkali kita mendengar pepatah mengatakan, “jangan dilihat dari luar.” Tetapi yang terjadi saat ini, sebagian besar adalah kebalikannya.

Saat ini kita sudah tahu kisah kelahiran Yesus secara lengkap. Mungkin dalam hati kita kita bisa berkata, “seandainya saya menjadi penduduk Betlehem, saya pasti menyediakan tempat bagi Dia.” Pertanyaan selanjutnya, jika Yesus datang untuk keduakalinya, apakah kita sudah benar-benar siap? Atau justru kita tidak kenal, siapa Yesus yang sebenarnya? Sepertinya, kedatangan Yesus yang kedua kali pun akan persis sama seperti peristiwa kelahiran-Nya. Yesus sudah memberi gambaran tentang hal itu di dalam Matius 25:41-46. Yesus bahkan sudah menyimpan pertanyaan itu ribuan tahun yang lalu di dalam Lukas 18:8b, “Akan tetapi, jika Anak Manusia datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”

Orang yang belum pernah mengalami kelahiran kembali, tidak akan bisa merasakan damai sejahtera Kristus. Orang yang belum bertobat dan belum percaya sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus, maka damai sejahtera Kristus tidak akan bisa memerintah di dalam hatinya. Orang yang belum lahir baru, tidak akan memiliki kerinduan untuk datang dalam persekutuan atau kebaktian, tidak mau dipanggil menjadi satu tubuh. Orang yang tidak memiliki damai sejahtera Kristus, tidak akan bisa bersyukur. Dia akan lebih banyak bersungut-sungut, karena kepentingannya tidak terpenuhi.

Masuk di dalam Kolose 3:16, persekutuan akan indah jika di dalamnya adalah kumpulan orang-orang yang sudah dilahirkan kembali dan memiliki kesehatian serta sepemikiran di dalam Kristus. Orang percaya seharusnya saling melengkapi, bukan saling menyakiti. Jika ada yang saling menyakiti, karena kepentingannya tidak selaras dengan pikiran Kristus. Yang memerintah di dalam dirinya bukan damai sejahtera Kristus, tetapi damai sejahtera duniawi. Kesehatian itu yang membawa ucapan syukur. Ciri orang yang sudah hidup dalam damai sejahtera Kristus, tercatat di ayat 17, “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Lihat juga di dalam Lukas 2:14b, bahwa damai sejahtera itu ada di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.

Views: 0

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top