Jelajah PB 253 (Lukas 15:25-32)

Bangsa Israel seharusnya menjadi bangsa yang menyinari semua bangsa lain di muka bumi ini. Tetapi ternyata mereka tidak melakukannya, tidak mau menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran. Mereka tidak membagikan kebenaran yang mereka miliki. Ada bangsa-bangsa lain, seperti anak bungsu dalam perumpamaan, yang datang sendiri kepada bapa, kepada Tuhan. Seperti ratu Syeba pada zaman Salomo yang mau datang jauh-jauh untuk melihat apa yang terjadi di Yerusalem. Ratu Syeba mendengar bahwa di Yerusalem ada seorang raja yang sangat berhikmat.

Kebenaran selalu diikuti dengan moral yang tinggi. Sebagai orang percaya, kita tidak boleh memakai kekerasan untuk mengajarkan kebenaran. Jika kita menggunakan kekerasan, maka kita sedang menunjukkan siapa yang kita contoh, yaitu Iblis. Ketika orang-orang Yahudi membanggakan diri mereka bahwa bapa mereka adalah Abraham, pada saat itu Tuhan Yesus justru berkata bahwa bapa mereka adalah Iblis, karena dilihat dari tingkah laku mereka. Orang Kristen harus menjaga standar moral yang tinggi, karena kebenaran selalu diikuti dengan moral yang tertinggi, perilaku sopan dan teratur.

Anak sulung dalam perumpamaan ini menggambarkan tentang bangsa Israel yang diberi mandat oleh Tuhan menjadi terang, menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran bagi bangsa lain. Ketika tahu bahwa anak bungsu sudah pulang, diadakan pesta yang meriah, ternyata anak sulung tidak mau masuk ikut ke dalam pesta itu. Dia marah dan menganggap ayahnya pilih kasih. Anak sulung itu berkata bahwa dia selama ini telah membantu ayahnya, bertahun-tahun melayani ayahnya dan tidak pernah melanggar perintah ayahnya, tetapi sang ayah tidak pernah memberikan seekor kambing sekalipun untuk dia berpesta dengan sahabat-sahabatnya.

Bukan hanya orang Yahudi, terkadang ada juga orang Kristen yang tidak suka jika ada orang lain yang bertobat dan percaya Yesus. Terkadang ada saja orang-orang Kristen yang sudah lama merasa tidak nyaman dengan orang-orang yang baru bertobat atau baru ke gereja. Padahal, ketika kita sudah lama menjadi orang Kristen, posisi kita akan seperti anak sulung yang seharusnya ikut memperhatikan anak bungsu, memperhatikan orang-orang yang baru bertobat dan percaya kepada Yesus.

Sampai akhir cerita Tuhan Yesus dalam perumpamaan tersebut, sepertinya Tuhan Yesus sengaja tidak menceritakan bahwa anak sulung itu masuk dan ikut dalam pesta tersebut. Memang, sampai sekarang bangsa Israel belum masuk ke dalam pesta tersebut. Memang ada beberapa orang Israel yang masuk, yang percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Tetapi kepercayaan itu hanya ada pada sebagian kecil orang-orang Israel, bukan kepercayaan secara bangsa atau secara nasional.

Siapa yang lebih dahulu percaya kepada Yesus, dia adalah anak sulung. Jika kita tidak mau masuk, maka kita akan ada di luar. Jika kita di luar, maka kitalah sebenarnya yang terhilang, yang tidak bisa ikut menikmati pesta tersebut. Anak bungsu jelas sudah kembali. Jangan sampai kita menjadi yang terhilang. Jangan sampai orang Kristen terjebak seperti orang Yahudi, merasa lebih dulu menjadi orang Kristen tetapi justru tidak bisa menjadi terang, tidak bisa menjadi contoh bagi orang lain, bagi orang-orang yang baru bertobat dan percaya kepada Tuhan. Mari pikirkan sekarang, siapa yang sekarang terhilang? Anak bungsu kah atau anak sulung?

Views: 6

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top