Jelajah PB 126 (Markus 9:25-29)

Ketika ayah anak tersebut berteriak: “Aku percaya, Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” selain menggambarkan kerendahan hati, di satu sisi juga menggambarkan bahwa dia memang tidak percaya Yesus. Sepertinya dia kalut dan tidak tahu harus berkata apa. Beginilah perkataan orang yang kadang percaya dan kadang tidak percaya, terdengar tidak jelas dan membingungkan.

Melihat peristiwa tersebut, semakin banyak orang yang datang berkerumun. Supaya tidak makin banyak membuat kerumunan, maka Yesus segera menegor roh jahat itu dengan keras, “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anai ini dan jangan memasukinya lagi!” Roh itu langsung keluar sambil berteriak dan menggoncang anak itu dengan hebat. Anak itu kelihatan seperti orang mati dan banyak orang di situ berkata, “ia sudah mati.” Lalu Yesus memegang tangan anak itu, dan anak itu segera bangun dan bangkit sendiri. Anak itu akhirnya sembuh.

Setelah peristiwa itu, ketika Yesus dan murid-murid-Nya sudah di rumah, para murid bertanya kepada Yesus, “Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?” Yesus berkata bahwa roh tersebut hanya bisa diusir dengan doa. Di bagian Injil lain dikatakan bahwa roh jenis ini hanya bisa diusir dengan doa dan puasa.

Banyak orang berpikir bahwa dengan doa dan puasa, maka seseorang akan meningkatkan kerohaniannya. Hal itu seringkali membuat orang Kristen pun ikut melaksanakan doa dan puasa, tetapi dengan tujuan yang salah, yaitu supaya bisa meningkatkan kerohaniannya atau mendapatkan kuasa untuk melakukan hal-hal yang spektakuler.

Pada saat ini, doa dan puasa bukan lagi bagian dari ibadah. Doa adalah kebutuhan orang percaya. Doa adalah komunikasi orang percaya secara langsung dengan Tuhan. Di saat kita berdoa, itulah saat kita menyampaikan isi hati kita kepada Tuhan. Kita juga bisa menyampaikan permintaan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan, secara  langsung. Demikian juga dengan puasa. Karena itulah, pada saat Yesus bersama-sama dengan para murid, maka para murid tidak berpuasa. Sementara umat lain pada saat itu (termasuk orang-orang Yahudi) masih melakukan puasa. Puasa pada zaman Perjanjian Lama adalah salah satu ibadah simbolik. Tetapi pada saat Yesus datang, puasa bukan lagi bagian dari ibadah hakikat. Saat ini kita masih bisa berpuasa, tetapi itu bukan ibadah. Puasa bisa kita lakukan jika ada sesuatu yang membuat kita fokus kepada hal tersebut, lebih dari makanan dan minuman. Ketika kita dalam kondisi yang sangat genting atau menghadapi masalah dan kita lebih fokus untuk menyelesaikan masalah tersebut daripada soal makanan dan minuman, maka kita bisa berpuasa. Kita berpuasa karena kita terlalu serius dalam pelayanan atau berdoa, maka pada saat itulah kita berpuasa.

Tetapi jika kita punya pikiran bahwa doa puasa dipakai untuk mendapatkan kekuatan supranatural, itu sudah tidak benar. Itu hampir sama dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di perdukunan atau adat istiadat tertentu yang bersifat mistis.

Ketika Yesus menjawab para murid dengan mengatakan hal tersebut, sebenarnya Yesus ingin berkata bahwa para murid pada waktu itu kurang serius. Mereka juga kurang percaya, karena terkadang mereka percaya tetapi di saat lain mereka ragu-ragu.

Views: 44

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

2 thoughts on “Jelajah PB 126 (Markus 9:25-29)”

  1. Syalom, pagi pak E. Izin bertanya, bagaimana cara kita berpuasa apa jg seperti puasanya orang2 yg tdk makan/minum di mulai saat terbit matahari dan diakhiri saat matahari terbenam. Atau jg seperti tdk boleh makan makanan yg berdarah. Atau jg berpuasa seperti mengurangi aktivitas duniawi dan lebih mengutamakan hal rohani.
    Tq , mohon pencerahannya pak E

  2. Pertama, harus tahu apa tujuan puasa. Puasa bukan utk menambah kekuatan rohani. Puasa juga tidak bertujuan untuk “menyogok” Tuhan.

    Kedua, puasa bukan ibadah. Tidak ada keharusan untuk puasa. Puasa juga tidak membuat kita makin suci.

    Nah, puasa itu terjadi, jika kita ada pergumulan hidup yg serius, sampai pergumulan itu lebih penting dari soal makan dan minum.

    Puasa tidak perlu direncanakan. Kita akan otomatis tidak makan atau minum, jika kita sedang serius melakukan sesuatu, terutama serius dalam menghadapi pergumulan hidup atau serius saat melayani Tuhan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top