Yohanes 19:23-27
Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya:”Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (TB).
When Jesus therefore saw his mother, and the disciple standing by, whom he loved, he saith unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the disciple, Behold thy mother! And from that hour that disciple took her unto his own home. (KJV).
Dua kali tercatat di dalam Alkitab, Yesus memanggil ibu-Nya dengan sebutan “perempuan”. Pertama, pada saat perkawinan di Kana (Yoh 2:4) dan kedua, pada saat Yesus disalib. Di dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia tidak terlihat, tetapi di beberapa terjemahan bahasa lain, kata itu terlihat jelas. Kata “perempuan” ini juga bisa mengingatkan kepada kita tentang janji datangnya sang Juruselamat. Janji tersebut sudah dikatakan oleh Tuhan sejak zaman manusia pertama kali jatuh ke dalam dosa (Kej 3:15).
Alkitab mengatakan bahwa ada perempuan-perempuan yang berada di dekat salib Yesus. Perempuan itu mempunyai peranan yang cukup penting di dalam pelayanan Yesus. Mereka jarang dicatat di dalam Alkitab, tetapi mereka setia dan mendukung pelayanan Yesus. Bandingkan dengan para murid Yesus, yang sering tercatat dalam Alkitab, tetapi justru sudah lari dan tidak mendampingi Yesus saat disalib. Hanya satu murid yang bersama-sama dengan para perempuan itu berada di dekat salib, murid yang dikasihi-Nya, yaitu Yohanes, penulis kitab Injil Yohanes (Yoh 21:20-24).
Di antara perempuan-perempuan itu, ada ibu Yesus, ibu Yohanes istri Zebedeus dan ada juga seorang bernama Maria Magdalena. Mereka adalah orang-orang yang pernah menerima anugerah Tuhan, orang-orang yang menyayangi Yesus. Para perempuan itu menyaksikan penyaliban Yesus. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya para kaum perempuan itu untuk merebut tempat yang paling depan di antara ribuan orang yang ingin menyaksikan penyaliban tersebut. Perempuan yang sudah berusia lanjut tersebut naik ke bukit Golgota dengan hati yang hancur, karena Orang yang paling mereka hormati sekarang dihina di atas kayu salib. Perempuan itu tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa menangis (Luk 23:27-28).
Siapakah ibu yang suka melihat jika anaknya menderita. Seorang ibu pasti mengharapkan anaknya punya umur panjang, sehat dan mengalami kesuksesan. Di masa mudanya, Maria merupakan seorang pemudi yang mengharapkan kedatangan Mesias. Dia adalah orang yang beriman dan bijaksana. Hal tersebut dapat kita lihat dari nyanyian pujian Maria dalam Luk 1:46-56. Maria melihat dari awal sampai akhir, Anak yang sejak kecil dirawat dengan kasih sayang, sekarang disiksa dengan cara yang tidak berperikemanusiaan. Maria adalah perempuan yang kuat.
Menyaksikan Anaknya yang disalib, Yesus justru tidak menyebut Maria sebagai ibu, tetapi sebagai perempuan. Di atas kayu salib, Yesus memposisikan diri bukan sebagai anak Maria, tetapi memposisikan diri sebagai Juruselamat. Tetapi, Yesus tidak ingin Maria menjadi terlantar ketika ditinggal oleh Yesus. Akhirnya Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes, untuk dirawat dengan baik dan bisa melewati masa hidupnya.
Perkataan Yesus kepada Yohanes memiliki arti bahwa Tuhan mau supaya setiap orang yang sudah menyadari bahwa dirinya mencintai Tuhan, dia juga harus siap untuk menanggung satu beban dan tanggungjawab dari Tuhan. Hanya dalam beberapa hari, kehidupan rohani Yohanes berbuah jauh dari semula. Sebelum peristiwa penyaliban, ia menginginkan supaya kelak duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus, ia ingin kedudukan yang paling tinggi. Tetapi, setelah peristiwa penyaliban, hidupnya berubah. Yohanes menjadi orang yang benar-benar bertanggung jawab.
Semua kita, yang mengaku mencintai Tuhan, harus siap sedia untuk bertanggungjawab atas apa yang Tuhan perintahkan kepada kita.
Tuhan Yesus memberkati, Maranatha!
Views: 10