Lukas 1:1-4
Dulu orang dianggap cerdas, ketika mereka bisa menyelesaikan soal matematika. Seiring perkembangan zaman, ditemukan berbagai macam kecerdasan yang dimiliki oleh manusia. Setiap individu memiliki keunikan dan kecerdasan masing-masing. Itulah potensi yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga kita sebagai manusia menggunakan semuanya itu untuk kebaikan, untuk hormat dan kemuliaan Tuhan. Kita menggunakannya menjadi kesaksian bagi orang lain, untuk melayani Tuhan sesuai dengan porsi yang kita dapatkan.
Menurut Howard Gardner, seorang psikolog dari Harvard University, ada sembilan jenis kecerdasan manusia: (1) Kecerdasan naturalistik, memiliki kepekaan terhadap alam seperti petani; (2) Kecerdasan musik, sensitif terhadap musik seperti penyanyi atau pemusik; (3) Kecerdasan logika – matematis, memiliki kemampuan dalam angka dan logika seperti akuntan atau guru matematika; (4) Kecerdasan eksistensial, cenderung berpikir sebab-akibat mengarah kepada hal-hal spiritual dan moral seperti dosen atau guru agama; (5) Kecerdasan interpersonal, mudah bergaul dan memiliki rasa empati yang tinggi seperti psikolog; (6) Kecerdasan intrapersonal, pintar dalam mengelola emosi, memahami diri sendiri dan orang lain seperti tenaga pengajar; (7) Kecerdasan linguistik, pandai dalam menulis atau menguasai berbagai macam bahasa seperti wartawan atau penterjemah; (8) Kecerdasan kinestetik, memiliki keterampilan motorik halus dan kasar seperti atlet atau penari; (9) Kecerdasan spasial, berpikir visioner jauh ke depan seperti arsitek atau desainer.
Lukas diyakini sebagai seseorang yang cerdas dan memiliki pengetahuan yang tinggi. Pada saat itu, ia berprofesi setingkat dengan dokter, jika dibandingkan dengan masa sekarang. Kecerdasan itu yang akhirnya dipakai untuk meneliti dan menelusuri berbagai peristiwa yang terjadi pada saat itu. Tuhan memakai kecerdasan itu, sehingga Lukas menulis kitab Lukas dan Kisah Para Rasul. Bahasa yang dipakai sangat sistematis. Dengan adanya kitab Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, maka kita bisa melihat kaitan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Kita juga bisa mempelajari perjalanan penginjilan yang dilakukan oleh Paulus dan juga para penginjil lainnya. Tuhan juga memakai Matius, Markus dan Yohanes untuk menulis Injil. Injil ditulis dari empat sudut pandang, supaya pemahaman pembaca semakin lengkap.
Pertama-tama, penulisan kitab Injil Lukas ditujukan keada Teofilus, seseorang yang berpengaruh kuat pada masa itu. Kemudian kitab Injil Lukas juga ditujukan kepada semua pembaca. Injil Lukas ditulis berdasarkan penyelidikan yang dilakukan dengan seksama (ayat 3). Setelah penyelidikan dilakukan, Lukan membukukannya dengan teratur, supaya pembaca mudah untuk memahami teks tersebut serta menarik untuk diteliti ulang atau direnungkan.
Lewat teks tersebut, kita tahu bahwa Tuhan memakai akal budi dan kepandaian manusia untuk mendapatkan kebenaran. Lukas ingin mengajak para pembacanya untuk mengenal kebenaran yang sejati, seperti yang diharapkannya juga bagi Teofilus (ayat 4). Kita sebagai pembaca di masa kini, perlu mengucap syukur, karena kita bisa membaca dan merenungkan teks tersebut dalam terang dan pengertian dari Roh Kudus. Kita juga tetap menggunakan akal budi yang sehat dan pikiran yang jernih untuk memahami setiap teks yang tertulis di dalam Alkitab. Selain mengerti, kita juga harus melakukan firman Tuhan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, kecerdasan manusia telah mewarnai banyak hal. Kecerdasan manusia mengubah perilaku, kebiasaan dan budaya. Kita bisa melihat dan memanfaatkan semua hasil kecerdasan manusia, sehingga kita dimudahkan. Kecerdasan manusia itu menciptakan kecerdasan mesin (teknologi), sehingga manusia dalam pekerjaannya dimudahkan dengan teknologi. Sekarang kita sudah dibanjiri dengan Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) yang seringkali melebihi kecerdasan manusia yang malas berpikir.
Kecerdasan yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Seharusnya kita menggunakan dan mengelolanya untuk tujuan mulia, salah satunya adalah untuk memberitakan Injil kepada banyak orang. Orang yang cerdas tidak akan menjadi sombong, tetapi akan semakin rendah hati, karena dia sadar bahwa itu adalah pemberian yang dikelola dengan baik.
Views: 9