Efesus 1:15-23; Kolose 1:15-16
Meskipun Paulus berada di dalam penjara, pada saat menulis surat ini, ia tetap berusaha untuk memberikan kekuatan dan penghiburan kepada jemaat. Mungkin Paulus juga merasa heran sekaligus bersukacita, karena melihat jemaat-jemaat (termasuk yang ada di kota Efesus), tidak mundur ketika Paulus ditangkap. Mereka tidak takut dengan tekanan dan penderitaan, meskipun semua itu bisa saja menimpa mereka setiap saat, atau justru mereka sudah mengalaminya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sikap dan perilaku para murid, pada saat Yesus ditangkap untuk disalibkan, mereka berlarian mencari aman.
Di ayat 15-16, Paulus mengungkapkan sukacita dan ucapan syukurnya. Di dalam suratnya, ia bersukacita karena jemaat Efesus tetap setia dalam iman mereka kepada Yesus Kristus. Mereka juga sangat memperhatikan para rasul dan orang-orang Kristen lainnya (semua orang kudus). Di saat Paulus mendengar berita kesetiaan iman jemaat tersebut, Paulus terus memberi penghiburan dengan menyatakan bahwa ia selalu mendoakan jemaat.
Paulus juga menyatakan bahwa Tuhan telah memberikan kuasa kepada orang-orang percaya untuk menghadapi tantangan dan bahaya kehidupan, pada saat mereka menjadi saksi atau memberitakan Injil. Kuasa ini bukan hal-hal yang supranatural. Paulus sendiri tidak menggunakan kuasa supranatural yang diberikan kepada para rasul, meskipun ia ditangkap atau dalam kondisi tertekan atau menderita. Kuasa di sini lebih berbicara tentang kekuatan orang beriman, menghadapi orang-orang jahat tanpa perlawanan fisik.
Ketika kita diperhadapkan dengan peristiwa ketidakadilan yang menimpa kita, kecenderungan kita adalah ingin melawan. Tetapi kita seringkali tidak berdaya dengan ketidakadilan yang terjadi. Kita mungkin akan merasa puas, ketika bisa melawan ketidakadilan tersebut. Tetapi kita tidak mampu melakukannya secara fisik. Ketika kita melawan kekerasan dengan kekerasan, maka standar kita akan sama dengan orang yang melakukan kekerasan tersebut. Pengendalian diri adalah kuasa terbesar yang Tuhan berikan kepada manusia.
Kita bisa belajar dari Yesus dan para rasul. Yesus dan para rasul diberi kuasa untuk melakukan hal-hal di luar nalar pikiran manusia. Yesus bisa saja melawan ketika disalibkan, untuk menyatakan kuasa-Nya. Petrus bisa saja mematikan orang yang membuatnya menderita, sama seperti dia mematikan Ananias dan Safira. Tetapi semua itu tidak dilakukan, meskipun mereka memiliki kuasa atau kekuatan untuk melakukan itu semua. Di akhir pelayanan para rasul, mereka tidak lagi menggunakan kuasa itu, karena yang terpenting bagi mereka adalah memberi teladan tentang penguasaan diri dan mementingkan pemberitaan Injil. Injil diberitakan dan ditawarkan, bukan disebarkan dengan paksaan.
Tuhan mempunyai kuasa atas alam semesta ini, tetapi Dia tidak menggunakannya untuk memaksa orang percaya kepada Dia. Seandainya Tuhan memperlihatkan kuasa-Nya kepada manusia, belum tentu semua manusia akan percaya kepada-Nya. Kita bisa mengingat kembali peristiwa bangsa Mesir atau bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir, mereka melihat kuasa Tuhan yang dahsyat, tetapi tetap tidak percaya kepada Tuhan. Orang Yahudi di zaman Yesus juga demikian, melihat dan mengalami secara langsung kuasa Yesus Kristus, tetapi sebagian besar tidak mau percaya kepada Yesus Kristus sampai hari ini.
Perjuangan kita bukan melawan darah dan daging. Perjuangan kita adalah melawan keinginan daging kita. Perjuangan kita adalah menjadi saksi bagi orang lain. Sepertinya kita tidak berdaya dan nampak kalah. Tetapi, yang perlu kita tahu, Tuhan akan memberikan kita kuasa untuk memerintah bersama dengan Dia, ketika kita tetap bisa mengendalikan diri. Kuasa itu bukan untuk dipamerkan, tetapi untuk dikendalikan, demi kemuliaan bagi Tuhan.
Views: 3