Yesaya 40:27-31
Dalam perjalanan sejarah kehidupan bangsa Israel, ada banyak hal yang telah dilalui. Ada kalanya mereka memilih untuk menyembah ilah lain, sehingga Tuhan mengizinkan mereka untuk merasakan penderitaan bahkan mengalami beberapa kali pembuangan, serta menjadi budak. Ketika ada satu generasi yang memilih untuk menyembah Tuhan, maka kehidupan bangsa itu dipulihkan. Demikianlah terjadi berulang-ulang, tetapi sepertinya lebih banyak penderitaan yang terjadi, bahkan sampai sekarang.
Pada saat Yesus hadir di dunia untuk menjadi Mesias atau Kristus bagi bangsa Israel, mereka menolak, bahkan menyalibkan Yesus Kristus. Pada saat Pilatus memberikan pilihan, memilih Yesus Barabas atau Yesus Kristus untuk dibebaskan, mereka lebih memilih Yesus Barabas dibebaskan dan Yesus Kristus dihukum mati dengan cara disalib. Bahkan mereka dengan sangat berani, di dalam Matius 27:25 mengatakan, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Tercatat dalam sejarah, tahun 70 Masehi pemerintah Romawi, dipimpin oleh Jendral Titus, menghancurkan kota Yerusalem sekaligus menghancurkan Bait Suci.
Dalam konteks di dalam ayat yang kita baca, yaitu di dalam Yesaya, bangsa Israel sudah sangat putus asa. Mereka sedang berada dalam pembuangan di Babel dan sudah 70 tahun berlangsung, hampir dua generasi. Mereka sangat menderita, sampai mereka mengatakan: “Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku.”
Di dunia ini, penderitaan bisa terjadi pada siapa saja, baik kepada orang yang sudah percaya kepada Tuhan maupun yang belum percaya kepada Tuhan. Mari kita cek diri kita masing-masing, apakah kita sudah benar-benar percaya kepada Tuhan? Jika iya, apa buktinya? Apakah itu bisa kita rasakan dan juga berdampak bagi orang-orang yang ada di dekat kita? Adakah di antara kita, jika sakit, masih mencari orang pintar dan menganggap diri kita orang bodoh? Adakah kita masih percaya kepada roh-roh nenek moyang, sehingga menduakan Tuhan?
Bangsa Israel di zaman Yesaya sudah jauh dari Tuhan. Karena itu, Tuhan mengutus Yesaya untuk memberitakan kabar keselamatan kepada mereka. Tidak ada dosa yang lebih parah, selain menduakan Tuhan. Ketika hal itu dilakukan oleh bangsa Israel, mereka selalu mendapatkan celaka dan malapetaka. Bukan Tuhan yang bersembunyi, tetapi bangsa Israel yang menjauh dari Tuhan. Orang yang ingin berbuat jahat, pasti tidak ingin diketahui oleh Tuhan, sehingga ia menyembunyikan diri.
Kalau kita mengalami penderitaan, saat kita yakin bahwa kita sudah percaya kepada Tuhan, kita bisa belajar dari Ayub. Yesaya sendiri juga memberikan penjelasan yang menguatkan kita di ayat 28 bahwa TUHAN ialah Allah yang kekal, yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung. Jika kita sudah percaya kepada Tuhan, Dia pasti tidak akan meninggalkan kita. Dia sudah berjanji, ketika kita setia kepadanya dan melakukan kehendak-Nya, maka Dia akan menyertai kita. Kita juga bisa belajar dari para rasul, dalam kondisi terjepit sekalipun, sampai nyawa menjadi taruhan, mereka tetap berharap kepada Tuhan.
Di ayat 31 dikatakan bahwa orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru. Jemaat mula-mula mengalami penderitaan yang sangat dahsyat. Mereka mendapatkan siksaan dari kekaisaran Romawi, yang paling jahat adalah kaisar Nero. Tidak ada pengarapan duniawi yang sempat dipikirkan. Tidak sempat untuk memikirkan punya rumah, punya ladang, punya jabatan atau kekayaan, karena semuanya akan disita, ketika kekaisaran Romawi tahu bahwa orang tersebut telah menjadi Kristen.
Bukan tanpa alasan ketika orang-orang Kristen mula-mula, mereka menjual rumah dan ladang mereka lalu mempersembahkannya kepada rasul, supaya pemberitaan Injil bisa berlangsung di mana-mana. Bukan berarti mereka tidak perlu harta benda. Tetapi ketika mereka memilih menjadi Kristen, maka mereka tidak memiliki pengharapan duniawi. Yang diharapkan oleh mereka adalah kedatangan Yesus Kristus kedua kali cepat terjadi. Mereka lebih mengenal kata “maranatha” daripada kata “syalom”.
Kekuatan baru yang diberikan oleh Tuhan seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya. Untuk menjadi kuat dan bertahan hidup lebih lama, ada hal menyakitkan yang perlu dipilih dan dilakukan oleh rajawali tersebut.
Artikel di Jurnal Flores menjelaskan mengenai transformasi rajawali ini: umur rajawali bisa sampai 70 tahun, termasuk burung yang memiliki umur panjang. Tetapi rajawali pada saat berumur 40 tahun, ia harus memilih atau membuat keputusan besar. Pada usia 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok ke arah dada, bulu dan sayapnya menjadi tebal dan berat, sulit terbang.
Saat itu, ia hanya memiliki dua pilihan, menunggu kematian atau menjalani proses yang sangat menyakitkan selama 150 hari. Untuk melakukan transformasi, burung rajawali harus berusaha keras terbang ke puncak gunung untuk membuat sarang di tepi jurang dan tinggal di sana. Ia harus mematukkan paruhnya ke batu keras sampai paruhnya terlepas dari mulut. Setelah paruhnya tumbuh kembali, ia harus mencabut cakarnya satu per satu. Ketika cakar yang baru sudah bertumbuh, ia harus mencabut bulunya satu per satu.
Sekitar 150 hari kemudian, bulunya bertumbuh kembali. Ia mulai dapat terbang kembali dengan paruh, cakar dan bulu sayap yang baru. Ia bisa menjalani 30 tahun kehidupan barunya.
Tidak ada yang mudah di dunia ini. Semua akan melalui proses masing-masing. Kita tidak perlu iri dengan hasil yang diperoleh oleh orang lain, karena prosesnya bisa berbeda. Jika kita menderita, baiklah kita menderita di dalam Tuhan, karena selalu ada pengharapan kekal dan kekuatan baru. Jangan sampai kita menderita karena jauh dari Tuhan, karena tidak ada pengharapan sama sekali. Sudah menderita, lelah dan capek, pada akhirnya masuk ke dalam maut. Jangan sampai itu terjadi pada kita.
Views: 1