Yohanes 10:11-18
Istilah gembala merupakan istilah yang sangat dikenal oleh orang Yahudi, baik di dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Istilah ini juga kita kenal dengan baik, karena ada banyak orang Indonesia yang menjadi gembala ternak. Sepertinya pekerjaan gembala menjadi salah satu pekerjaan yang berusia cukup lama, paling tidak sejak zaman Habel. Bahkan di dalam Perjanjian Lama, Tuhan seringkali digambarkan sebagai Gembala atas bangsa Israel (Kej 49:24; Yes 40:11; Maz 23). Pada waktu itu, pekejaan menjadi gembala merupakan pekerjaan yang dianggap baik dan mulia. Tetapi, seiring berjalannya waktu, akhirnya pekerjaan gembala ini dianggap hina. Apalagi saat ini, ketika semakin banyak jenis pekerjaan yang berkembang serta banyak daerah yang menjadi perkotaan, sehingga pekerjaan gembala semakin dipandang rendah.
Di dalam ayat yang kita baca, Tuhan Yesus menyatakan diri sebagai Gembala yang baik. “Baik” dalam bahasa Yunani adalah “kalos” yang bisa diartikan “mulia” atau “indah”. Pekerjaan gembala yang digambarkan oleh Yesus menyiratkan bahwa pekerjaan itu cukup berat, melelahkan, membahayakan dan penu pengorbanan. Karena gambaran yang seperti itu, maka Yesus sebagai Gembala yang baik, rela mati untuk menyelamatkan domba-domba-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan pencuri-pencuri, perampok-perampok dan orang-orang upahan yang akan membinasakan domba-domba itu atau pun mengizinkan orang lain membinasakan domba-domba.
Ketika Tuhan Yesus berkorban di atas kayu salib, maka Dia sedang menunjukkan kedalaman kasih-Nya kepada kawanan domba Tuhan dan komitmen-Nya untuk mati bagi mereka dalam ketaatan kepada kehendak Bapa di Surga (Yoh 11:18). Gembala yang baik menyerahkan nyawa-Nya untuk kepentingan domba-domba-Nya sebagai satu-satunya cara supaya bisa memberi manfaat bagi domba-domba, yaitu menyelamatkan para domba dari kebinasaan dan memberikan hidup yang kekal kepada mereka.
Tuhan Yesus membandingkan Gembala yang baik dengan gembala upahan. Gembala upahan adalah orang yang dibayar atau diupah untuk mengurus dan menjaga domba orang lain. Gembala upahan digambarkan sebagai gembala yang tidak bertanggungjawab. Gembala upahan akan lari untuk menghindari kesulitan dan bahaya. Ketika ia melarikan diri, maka serigala menerkam dan menceraiberaikan domba-domba itu. Gembala upahan tidak memperhatikan domba, tidak mengasihi domba dan tidak peduli dengan domba. Gembala upahan yang dimaksud oleh Yesus merujuk pada pemimpin Israel pada waktu itu, yaitu orang-orang Farisi. Mereka hanya bekerja demi memuaskan kepentingan diri sendiri.
Ketika Yesus menjadi Gembala yang baik, Dia bukan hanya menggembalakan domba-domba dari kalangan Yahudi saja, tetapi juga menggembalakan domba-domba lain yang bisa diartikan sebagai orang percaya bukan dari kalangan Yahudi. Artinya, kawanan domba Yesus Kristus tidak terbatas hanya untuk orang-orang Yahudi saja, tetapi terbuka untuk semua bangsa yang mau percaya kepada Yesus.
Sebagai Gembala yang baik, Yesus memperhatikan dan menyertai kita. Sekarang, menjadi bagian kita untuk mendengar dan peka dengan suara Gembala kita, tentunya dengan cara merenungkan firman Tuhan dan hidup di dalam firman itu. Seringkali, persoalan, kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan ini sangat menyita perhatian kita. Waktu kita tersita dengan hal-hal jasmani dan duniawi, sehingga kadangkala kita melupakan hal-hal yang rohani. Karena tidak terlihat, kita mengesampingkan hal-hal rohani. Karena itulah, kita perlu menyediakan waktu untuk peka terhadap kebenaran. Dengan dasar itulah, maka kita akan bisa merasakan aman dan tenang dalam situasi apapun. Rasa aman dan tenang, tidak hidup dalam kekhawatiran, akan membuat kita tetap kuat di dalam menjalani kehidupan ini. Kehidupan rumah tangga, pekerjaan dan pergaulan sehari-hari akan dituntun oleh Tuhan Yesus, Sang Gembala yang baik.
Views: 21