Lukas 2:14
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
Pada prinsipnya, sebagian besar manusia mencari damai. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang-orang yang tidak suka dengan perdamaian. Mereka lebih senang dengan pertikaian, permusuhan satu dengan yang lain. Orang-orang seperti ini, justru tidak bisa mengalami damai, kalau melihat segala sesuatu berjalan dengan damai dan rukun. Mungkin kita bertanya, “kok ada ya, orang seperti itu?” Faktanya memang ada, meskipun mungkin jumlahnya tidak banyak, tetapi pengaruhnya cukup besar.
Ketika Yesus hadir di dunia, sebagai manusia, sebagai Mesias dan Juruselamat, tidak semua orang merasakan damai yang dibawa oleh Yesus. Siapakah orang itu? Di dalam kisah kelahiran Yesus Kristus diceritakan bahwa raja Herodes Agung tidak merasa damai dengan kehadiran Yesus sebagai Raja. Yesus menjadi pesaing baginya. Dalam hal ini, Herodes Agung memang tidak mendapatkan hukuman di dunia. Tetapi ia akan menerima hukuman kekal.
Para imam dan ahli Taurat juga tidak merasakan damai. Mereka seperti sengaja mengabaikan nubuatan para nabi, karena kehadiran Yesus sebagai Mesias, tidak seperti yang mereka bayangkan. Sewaktu Tuhan Yesus menyampaikan berita Injil, mereka mengabaikan Yesus. Bahkan mereka sengaja mencari kesalahan Yesus supaya bisa membunuh Yesus. Mereka terlalu berani, sampai-sampai kekejian mereka ditanggungkan kepada keturunan mereka yang belum lahir. Di dalam Matius 27:25 dikatakan, “Dan seluruh rakyat itu menjawab: Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Orang Yahudi mengalami penderitaan dan ketidaknyamanan, sampai hari ini.
Orang-orang di Betlehem pada malam itu, mereka menikmati kedamaian duniawi mereka, sehingga dikatakan menolak Sang Juruselamat sebagai Sang Raja Damai. Tidak ada tempat penginapan bagi Sang Raja Damai itu. Akibatnya, melalui raja Herodes Agung, anak-anak mereka, yang masih bayi dan berusia di bawah dua tahun, mengalami pembunuhan massal.
Tidak semua orang bisa mengalami damai dari Kristus. Misalnya, jika kita membaca di dalam Matius 10:34-39, kita bisa melihat dengan jelas bahwa damai yang dibawa oleh Yesus bukanlah damai jasmani. Ada harga yang harus dibayar. Ada hal yang perlu kita lakukan, sebagai tanggapan atau respon kita terhadap keselamatan dan damai yang Tuhan bawa kepada kita.
Kembali kepada Lukas 2:14, damai sejahtera itu terjadi pada orang-orang yang berkenan kepada Yesus Kristus, bukan kepada semua orang. Damai sejahtera bukan keadaan tetapi keputusan. Di dalam Roma 5:1 dikatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Sebelumnya, kita menjadi seterunya Tuhan, sehingga damai sejahtera sejati itu tidak ada pada kita. Bayangkan, menjadi lawannya orang berpangkat di dunia ini saja, hidup kita bisa susah, apalagi menjadi seteru Sang Pencipta.
Orang yang berkenan kepada-Nya akan mendapatkan pendamaian di dalam Yesus Kristus, berdamai antara kita dengan Bapa di Surga. Di dalam Efesus 2:14 dikatakan, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseturuan.” Kedua, damai itu muncul dari dalam diri, terpancar keluar. Jika sudah ada di dalam Yesus Kristus dan Kristus di dalam kita, jangan membuka celah apapun dalam hidup kita untuk masuk ke dalam diri kita.
Sekali di dalam Yesus, maka tetaplah di sana, supaya damai sejahtera itu menyertai. Yesaya 26:3-4 mengatakan, “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya. Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal.” Sebelum Yesus kembali ke Surga, Ia mengatakan di dalam Yohanes 14:27, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”
Views: 4