Keluaran 15:25-16:3
Di Mara, Tuhan menguji bangsa Israel. Ujian diberikan Tuhan bukan bertujuan untuk menjatuhkan, tetapi untuk membuat orang Israel semakin kuat dan tahan uji. Jika mereka lulus dengan ujian ini, maka mereka akan mengalami peningkatan karakter ke arah yang lebih baik. Sama dengan seorang guru atau dosen, yang memberi ujian kepada murid atau mahasiswanya. Ujian itu digunakan bukan untuk membuat murid terjatuh, tetapi untuk melihat peningkatan kemampuan mereka.
Di Mara, Tuhan juga mulai memberikan ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan. Tidak disebutkan peraturan-peraturan itu, tetapi Tuhan mulai mengajar mereka dengan ketetapan-ketetapan yang perlu dijalankan, sehingga mereka bisa melakukan segala sesuatu berdasarkan ketetapan itu. Di tempat itu Tuhan berfirman sekaligus membuat perjanjian, “Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan, Allahmu dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau.”
Sesudah di Mara, mereka sampai di Elim. Di Elim ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma. Orang Israel segera berkemah di tepi air itu. Setelah kepahitan, muncullah berkat. Kepahitan itu sebenarnya tidak akan berlangsung terus menerus. Tuhan memberikan penghiburan dan berkat kepada mereka, sehingga mereka bisa menikmati hal-hal yang baik dan menyejukkan. Jika kita bergantung kepada Tuhan, maka setelah Mara akan terbit Elim. Di padang gurun, mata air dan pohon korma sangat berharga. Tuhan menyediakan itu untuk orang Israel, melepaskan dahaga mereka setelah dari Mara.
Baru saja masuk di hari kelima belas bulan yang kedua, orang Israel telah dua kali bersungut-sungut. Kesusahan hidup dan daya tarik Mesir, telah membuat mereka tidak puas dengan kondisi baru yang mereka hadapi saat itu. Mereka tidak berpikir bahwa Tuhan bisa menyediakan segala sesuatu bagi mereka. Mereka cepat sekali lupa dengan kebaikan Tuhan, dengan peristiwa-peristiwa besar yang menandakan bahwa Tuhan menyertai mereka dan sangat mengasihi mereka. Kebiasaan sungut-sungut ini akan sering diulangi oleh bangsa Israel di waktu-waktu kemudian.
Tuhan sangat tidak senang dengan orang yang bersungut-sungut. Tuhan mengajarkan kita untuk mengucap syukur senantiasa dalam segala sesuatu. Di dalam 1 Tesalonika 5:16-18 dikatakan, “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Ketika kita mengucap syukur, maka kita sedang menyenangkan hati Tuhan. Pada saat itu kita sedang berterima kasih atas semua kebaikan Tuhan.
Sebaliknya, ketika manusia bersungut-sungut, maka mereka sedang menyalahkan Tuhan. Manusia sebenarnya tidak memiliki hak untuk marah kepada Tuhan. Ketika kita marah atau memaki situasi dan keadaan, secara tidak langsung kita sedang menujukan semua itu kepada Tuhan. Situasi dan keadaan tidak ada yang bisa mengontrolnya, kecuali Tuhan. Karena itu, marilah kita menguasai pikiran dan perkataan kita. Lebih baik mengucap syukur daripada bersungut-sungut.
Views: 23