Tentang menghakimi, Tuhan Yesus juga memberikan pengajaran tentang hal itu. Pemahaman tentang menghakimi seringkali kabur, sehingga banyak orang Kristen juga salah memahami soal menghakimi. Kita seringkali mendengar orang berkata, supaya kita tidak menghakimi sesama kita. Tetapi, mau tidak mau, ketika kita menegor kesalahan orang lain, maka itu juga termasuk menghakimi. Ketika kita menguji pengajaran orang lain, sesuai dengan alkitab atau tidak, itu juga termasuk menghakimi. Karena itu, kita perlu memahami benar mengenai pengajaran Yesus tentang menghakimi ini.
Yang perlu kita tahu, jika kita mau menilai atau menghakimi orang lain, maka kita juga harus siap untuk dinilai dan dihakimi oleh orang lain. Kita sendiri harus bisa menilai dan menguji segala sesuatu, tetapi atas dasar firman Tuhan, bukan atas dasar pengertian sendiri. Segala sesuatu yang dihadapi oleh orang Kristen, kita harus sungguh-sungguh menilainya, tentu dengan berdasarkan firman Tuhan. Segala sesuatu yang kita temui harus diuji, dinilai atau dihakimi. Tentu tidak dihakimi menurut perasaan kita secara pribadi atau pengalaman atau keinginan kita, tetapi atas dasar Alkitab.
Ketika menilai atau menilai sesuatu, tentu ada takarannya. Beberapa orang Kristen takut menjadi hakim karena menurut mereka tidak diperbolehkan oleh Tuhan di dalam Alkitab. Padahal sebenarnya kita boleh menjadi hakim, atas dasar takaran yang tepat. Ketika kita menghakimi pengajaran seseorang, takarannya adalah firman Tuhan. Ketika kita menghakimi kesalahan seseorang ketika kita bertindak sebagai hakim, maka takarannya adalah undang-undang yang berlaku di negara tersebut. Dan yang harus diingat, ketika kita menguji atau menghakimi orang lain, maka kita juga harus siap untuk dihakimi balik, tetapi harus adil. Karena itu Alkitab berkata bahwa ukuran yang kita pakai untuk mengukur akan diukurkan juga kepada kita.
Sangat mengerikan jika ada orang buta menuntun orang buta, orang yang tidak mengerti kebenaran firman Tuhan mencoba untuk mengajarkan firman Tuhan. Orang yang tidak mengerti jalan mencoba untuk menjadi penunjuk jalan. Keduanya akan jatuh ke lobang yang sama, keduanya akan tersesat bersama. Karena itu, sebelum kita keluar untuk mengajar orang lain, lebih baik kita belajar. Kita merendahkan hati kita untuk diajar terlebih dahulu, setelah itu baru mengajarkan kepada orang lain. Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya. Tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Seringkali ada orang-orang yang baru bertobat, karena disembuhkan atau karena ada peristiwa yang supranatural terjadi, mereka diajak pelayanan ke mana-mana untuk bersaksi. Mungkin di awal-awal memang dia murni bersaksi. Tetapi ketika beberapa waktu kemudian, pastilah orang tersebut mulai berkhotbah, mulai mengajar dan mengutip ayat-ayat alkitab. Padahal, ketika ada orang yang baru saja bertobat, seharusnya tidak langsung diajak untuk pelayanan. Yang harus dilakukan pertama kali untuk dia adalah mengajarkan firman Tuhan dengan benar. Ketika mereka sudah mengerti tentang firman Tuhan, barulah diajak untuk pelayanan pengajaran. Karena pengajaran-pengajaran yang tidak siap, maka kekristenan pada saat ini dipenuhi dengan pengajaran yang campur aduk. Orang tidak lagi menggali alkitab dan mencintai firman Tuhan. Mereka lebih suka mendengarkan kesaksian atau pengalaman pribadi, yang dibalut dengan firman Tuhan. Mereka mendasarkan pengajaran mereka dari pengalaman, kemudian didukung dengan ayat-ayat Alkitab yang belum tentu sesuai dengan konteksnya.
Views: 9