Jelajah PB 63 (Matius 21:12-17, latar belakang peristiwa)

Bait Allah didirikan pertama kali dalam bentuk kemah pertemuan pada zaman Musa. Pada zaman Daud, Bait Allah juga belum ada. Tetapi pada waktu itu tabut perjanjian sempat ditempatkan di rumah penduduk Israel. Lalu raja Daud berinisiatif untuk mendirikan Bait Allah. Saat itu Tuhan berbicara melalui Natan, bagaimana ada rumah yang bisa memuat Tuhan, karena langit adalah alas kepala-Nya dan bumi adalah alas kaki-Nya. Tetapi akhirnya melalui Natan, Tuhan memberikan izin Daud untuk mendirikan Bait Allah, tetapi itu bukan rumah bagi Allah melainkan nama rumah itu untuk Tuhan. Bait Allah itu dipakai untuk menaruh tabut.

Sejak zaman Musa sampai zaman Yohanes Pembaptis, Tuhan memberikan tugas kepada bangsa Yahudi untuk memberitakan tentang Tuhan, tentang ibadah yang benar, tentang rencana kedatangan Mesias dan Juruselamat kepada seluruh bangsa di muka bumi. Sebelum bangsa Yahudi ditugaskan oleh Tuhan untuk melakukan hal tersebut, maka tugas ini diberikan kepada ayah / bapak. Seorang ayahlah yang harus mengajarkan kepada seisi rumahnya tentang apa yang diinginkan oleh Tuhan, tentang rencana Tuhan untuk kirim Juruselamat yang digambarkan melalui penyembelihan domba di atas mezbah.

Sejak bangsa Israel menerima hukum di gunung Sinai, maka tugas keimamatan ayah sudah selesai. Tugas ayah sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran juga selesai. Setelah itu masuklah masa di mana bangsa Yahudi sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran. Ada juga jabatan keimamatan, yaitu imam Harun dan seluruh keturunannya, serta orang-orang Lewi sebagai pelayan. Tugas mereka selesai ketika Yohanes Pembaptis muncul dan menunjuk kepada Yesus, “inilah sang Mesias dan Juruselamat yang dijanjikan.” Yesus juga diperkenalkan sebagai Anak Daud. Seharusnya bangsa Yahudi harus berfungsi dengan baik, barulah bangsa lain akan banyak yang bisa mengenal Tuhan yang benar, pencipta langit bumi dan segala isinya. Tetapi ternyata bangsa Yahudi tidak berfungsi dengan baik dalam menjalankan tugas tersebut.

Ketika dibuat Bait Allah, ada halaman yang disediakan untuk semua bangsa di muka bumi boleh beribadah. Itu adalah halaman atau pelataran untuk semua bangsa. Di dalam Bait Allah tersebut ada ruang maha kudus, di dalamnya ditaruh tabut dan hanya bisa dimasuki oleh imam besar, satu tahun hanya satu kali saja. Juga ada ruang kudus. Pada zaman itu masih berlaku ibadah simbolik, yaitu ketika mereka memberikan korban persembahan simbolik yang menggambarkan Sang Juruselamat yang akan datang, yang akan dihukumkan untuk menanggung dosa semua manusia di dunia. Mereka mempersembahkan binatang seperti lembu (untuk yang kaya), domba jantan (untuk yang menengah) serta burung merpati (untuk yang miskin). Karena harus membawa binatang, hal itu agak menyulitkan bagi orang-orang Yahudi yang merantau ke tempat-tempat yang jauh dari Yerusalem. Karena itu, ketika hari-hari besar Yahudi seperti Paskah, banyak bermunculan penjual-penjual binatang korban di Yerusalem. Mungkin awalnya menjual agak jauh dari Bait Allah, tetapi lama kelamaan akhirnya mendekat bahkan masuk ke dalam pelataran Bait Allah. Diduga juga ada yang dekat para imam, sehingga diizinkan untuk berjualan di pelataran. Padahal pelataran seharusnya dipakai untuk orang-orang non-Yahudi yang mau datang beribadah kepada Tuhan. Jadi bisa dibayangkan, jika ada bangsa lain yang mau beribadah kepada Tuhan, mereka akan beribadah di antara binatang yang dijual tersebut. Hal itu bisa menyebabkan bangsa-bangsa lain enggan untuk datang beribadah di Bait Allah. Hal itu bisa menyebabkan bangsa-bangsa lain lebih memilih menyembah berhala daripada menyembah Tuhan yang benar, yang seharusnya diperkenalkan oleh bangsa Yahudi. Hal ini berakibat sangat fatal.

Views: 11

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top