Jelajah PB 56 (Matius 19:7-12)

Ketika Yesus mengatakan bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan manusia, maka orang-orang Farisi beralasan bahwa Musa mengizinkan perceraian. Di dalam Ulangan 24:1 memang dikatakan bahwa perceraian bisa terjadi dengan menulis surat cerai. Hal itu terjadi karena ketegaran hati orang Israel. Tetapi sejak semula tidaklah demikian.

Di dalam Alkitab Perjanjian Lama yang ada adalah menceraikan istri, tidak ada menceraikan suami. Menceraikan istri itu suatu kesalahan di hadapan Tuhan. Tetapi jika menceraikan istri tanpa surat cerai, salahnya lebih berat lagi. Hal itu akan membuat perempuan yang diceraikan menjadi terkatung-katung. Surat cerai yang diizinkan oleh Musa membuat perempuan yang diceraikan itu mempunyai bukti bahwa dia merdeka dan bisa menikah lagi. Karena jika tidak ada surat cerai, lalu perempuan itu menikah lagi, akan dianggap zinah. Kita tahu bahwa perempuan yang kedapatan berzinah akan mendapat hukuman berat, yaitu dirajam batu.

Secara hukum bernegara (Israel), maka Musa mengizinkan ada surat cerai. Tetapi Tuhan Yesus sudah menegaskan bahwa dari semula tidaklah demikian. Jika Adam menceraikan Hawa, Adam mau menikah dengan siapa lagi? Karena itulah di awal Tuhan menciptakan satu laki-laki dan satu perempuan.

Tuhan Yesus di ayat 9 menjelaskan tidak boleh bercerai kecuali karena zinah. Maksudnya? Yesus mengizinkan perceraian jika pasanganya meninggal. Pada waktu itu, jika ada orang berzinah, pasti dia akan mati. Di dalam Imamat 20:10 dikatakan, “Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.” Jadi, boleh menikah lagi jika pasangannya sudah meninggal. Karena itu gereja berusaha untuk mempersiapkan pernikahan sebaik-baiknya, supaya tidak ada kasus perceraian di dalam kehidupan orang Kristen. Gereja juga memberikan pengajaran tentang keluarga supaya bisa mempertahankan pernikahan dengan penuh tanggungjawab dan kebahagiaan di hadapan Tuhan.

Ketika murid-murid mendengar jawaban Yesus, mereka kaget dan langsung berkata lebih baik jangan kawin kalau tidak boleh cerai. Karena pada saat itu sepertinya sedang marak terjadi perceraian. Hanya karena hal-hal sepele, mereka bisa menceraikan istrinya. Apa yang dikatakan oleh para murid ada benarnya. Jika kita tidak bertemu dengan orang yang kita cintai dengan penuh tanggungjawab, sebaiknya tidak usah menikah. Pernikahan bukan permainan untung rugi, karena pasangan akan hidup bersama seumur hidup.

Memang ada orang yang tidak bisa menikah karena cacat sejak lahir. Tetapi, tidak ada orang yang dilahirkan LGBT. LGBT terjadi karena ada kekacauan di pikirannya. Hal itu terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan sosio emosional orang tersebut tidak wajar. Ada juga orang tidak bisa menikah karena dijadikan orang lain demikian. Contohnya para kasim (penjaga istana raja) yang dikebiri. Ada juga yang menjadikan dirinya sendiri demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Supaya bisa melayani Tuhan lebih efektif, maka dia tidak menikah. Jika itu diputuskan oleh diri sendiri, itu baik. Tetapi jangan sampai itu diputuskan oleh institusi atau menjadi syarat mutlak di gereja tertentu, karena itu akan menjadi paksaan, bukan dari diri sendiri.

Tetapi, kalau mau melayani Tuhan sebagai Gembala Jemaat di gereja, justru diharuskan untuk menikah. Di dalam 1 Timotius 3 dikatakan dia harus suami dari satu istri, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.

Views: 24

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top