Jelajah PB 42 (Matius 15:10-20)

Kemudian Yesus memanggil orang banyak dan membuat pernyataan bahwa sejak kita memasuki ibadah hakikat, tidak ada lagi makanan atau minuman yang secara ibadah atau makanan yang dilarang sehubungan dengan ibadah. Jika ada makanan dan minuman yang dilarang, biasanya itu mendatangkan hal yang buruk bagi tubuh atau kesehatan kita. Tetapi itu bukan dilarang karena menyebabkan kita menjadi kurang suci. Di zaman ibadah simbolik, makanan yang dilarang berhubungan dengan ibadah. Pada saat ini, makanan yang dilarang lebih bersifat pada kesehatan atau ketagihan. Kita harus bijak untuk membedakan hal tersebut.

Ada sekelompok orang Kristen yang tidak bisa memahami kebenaran tentang hal ini. Mereka sampai sekarang tidak berani makan daging babi, bukan karena alasan kesehatan, tetapi karena alasan ibadah (di dalam Alkitab tidak diperbolehkan). Ada juga yang tidak memperbolehkan minum kopi dan lain sebagainya. Akhirnya mereka mau memelihara kesucian jasmani, bukan kesucian hati. Mereka juga masih menekankan untuk kebaktian hari Sabtu. Padahal, sejak kita masuk kepada ibadah hakikat, maka ibadah kita saat ini tidak lagi terikat oleh waktu, tempat dan cara. Seharusnya kesucian badan bukan lagi bertujuan untuk ibadah, tetapi lebih bertujuan untuk kesehatan.

Yang keluar dari mulut, itu yang menajiskan orang. Apa yang keluar dari mulut kita bisa menyebabkan kemarahan, perkelahian dan banyak hal yang negatif. Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Yesus berkata bahwa dari hati itulah timbul segala pemikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Karena itulah, pada saat ini yang dipentingkan itu adalah kekudusan hati. Yang menajiskan orang justru sesuatu yang tidak baik yang berasal dari hati.

Makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang. Bukan berarti cuci tangan itu tidak penting. Bagi orang Yahudi, cuci tangan bukan bertujuan untuk kesehatan. Cuci tangan bagi mereka masuk dalam unsur ibadah (simbolik) dan bahkan menjadi adat istiadat mereka. Jika hal itu tidak dilakukan, maka mereka dianggap dan dihitung bersalah dan bisa mendapatkan sanksi. Bagi kita, cuci tangan bukanlah ibadah. Cuci tangan bertujuan supaya kita sehat. Jika kita tidak melakukan cuci tangan, kita tidak akan mendapatkan sanksi secara agamawi. Yang rugi kita sendiri, karena bisa menyebabkan kesehatan kita terganggu. Diharapkan, dengan penjelasan ini, kita bisa semakin melihat perbedaan antara ibadah simbolik dan ibadah hakikat.

Bagaimana dengan pernyataan di dalam Kisah Para Rasul 15:20, yang menyatakan bahwa mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah? Untuk memahami semua ini, kita harus mengerti apa yang disebut dengan wahyu progresif. Wahyu progresif adalah apa yang diturunkan oleh Tuhan di kitab Perjanjian Lama diperbaharui-Nya di kitab Perjanjian Baru. Tuhan mempunyai hak untuk memperbaharui apa yang sudah pernah ditetapkan-Nya. Pada waktu itu para rasul masih terpengaruh dengan adat istiadat Yahudi. Tetapi di dalam 1 Korintus 8, rasul Paulus menjelaskan tentang hal tersebut. Berhala tidak pernah makan makanan manusia, Iblis juga tidak makan. Yang perlu dijaga adalah, jangan sampai kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. Mungkin ada orang yang bisa tersandung karena sikap kita, itulah yang harus kita jaga.

Views: 14

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top