Lukas 2:1-7
Kelahiran Yesus. (1) Pada waktu itu, Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. (2) Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi gubernur di Siria. (3) Lalu semua orang pergi mendaftarkan diri, masing-masing ke kotanya sendiri. (4) Yusuf pun pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud, (5) untuk mendaftarkan diri bersama Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. (6) Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, (7) dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung. Ia membedungnya lalu membaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di penginapan.
Memasuki bulan Desember, kita akan sering mendengar tentang “Imanuel”, artinya Tuhan beserta kita. Kalau usia kita sudah 30 tahun ke atas, kita akan menyadari bahwa penyertaan Tuhan tidak selalu berbentuk kenyamanan. Hidup di dalam Tuhan tidak berbicara tentang kenyamanan, apalagi kenyamanan duniawi. Penyertaan Tuhan memiliki arti lebih dalam, yaitu penyelamatan. Untuk sampai kepada penyelamatan itu, Tuhan hadir dengan cara-Nya sendiri, jauh dari bayangan duniawi.
Lukas memulai kisah kelahiran Yesus Kristus sebagai manusia dengan sebuah peristiwa politik, yaitu sensus Kaisar Agustus. Tuhan tidak hanya bekerja melalui peristiwa rohani. Tuhan juga bekerja melalui sejarah yang tampak biasa. Tuhan bahkan bekerja melewati keputusan penguasa dunia. Perintah sensus ini membawa Yusuf dan Maria kembali ke Betlehem, sehingga nubuatan Mikha 5:1 digenapi, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud. Mikha 5:1 menubuatkan, “Tetapi, Engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari antaramu akan bangkit bagi-Ku seorang yang memerintah Israel, yang asalnya sudah sejak dahulu, sejak zaman dahulu. Dari kisah ini, kita juga bisa melihat dengan jelas bahwa dunia ini tidak bergerak di luar kendali Tuhan. Sejarah tetap berada dalam genggaman Tuhan.
Ketika Yusuf dan Maria melakukan perjalanan dari Nazaret ke Betlehem, ini bukan sekadar perjalanan geografis. Perjalanan ini menjadi gambaran ketaatan iman di bawah tekanan. Maria sedang dalam kondisi hamil, hampir waktunya melahirkan. Perjalanan yang ditempuh oleh mereka cukup berat, tidak nyaman dan beresiko. Alkitab tidak mencatat bahwa Maria menggunakan kendaraan (dalam bentuk binatang maupun kereta).
Perjalanan ini mengajarkan bahwa keluarga yang berada di dalam Tuhan tidak selalu hidup dalam kemudahan. Bisa saja keluarga mengalami masalah, memikul pergumulan yang secara positif bisa menguatkan iman. Sebagai orang Kristen, kita tidak bisa lari dari kenyataan dunia ini. Apapun situasinya, kita harus menghadapinya. Kristen atau tidak Kristen, memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan masalah dan tekanan. Bedanya, orang Kristen berada di dalam penyertaan Tuhan.
Sampai di Betlehem, muncul masalah baru. Tidak ada tempat bagi mereka untuk menginap. Kalimat ini sederhana, tetapi sedang menyatakan tentang penolakan dunia terhadap Mesias. Bandingkan peristiwa ini dengan pernyataan di dalam Yohanes 1:11, “Ia datang kepada milik-Nya, tetapi orang-orang milik-Nya itu tidak menerima-Nya.”. Penginapan yang penuh menggambarkan bahwa dunia sedang sangat sibuk dan tidak memiliki ruang bagi Tuhan. Keluarga modern penuh dengan kesibukan, baik kesibukan pekerjaan maupun kesibukan yang dibuat sendiri. Ada banyak jadwal, keinginan, kecemasan ekonomi, kesenangan, dan tanpa sadar sedang mengatakan “tidak ada tempat dan waktu untuk Tuhan.”
Terjadilah peristiwa yang sangat tragis: Yesus lahir di kandang dan dibaringkan di palungan. Kandang ini penafsiran dari tempat yang disebut Migdal-Eder, tempat peternakan domba persembahan di Bait Suci. Anak Domba Allah yang menyelamatkan dunia, lahir di kandang domba kurban. Bukan sebuah kebetulan. Yesus benar-benar dipersiapkan untuk menjadi Domba yang dikurbankan. Firman itu benar-benar menjadi daging, supaya bisa dikurbankan. Yohanes 1:14 mengatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran.”
Tuhan tidak melihat manusia dari kejauhan. Ia mengambil kodrat manusia secara penuh, masuk dalam tubuh yang rapuh: merasa lelah, lapar, dingin, dsb layaknya manusia. Ia memulai hidup bukan di istana, tetapi di tempat yang paling hina, di sebuah kandang yang tidak layak bagi tempat tinggal manusia. Tuhan tidak mencari tempat yang “suci,” karena Dia sudah suci. Yesus benar-benar mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa hamba. Keselamatan itu tidak bergantung pada status, uang, atau kehormatan manusia. Keselamatan itu muncul dari kasih karunia.
Kita tidak bisa membatasi kehadiran Tuhan. Ia berkenan hadir di mana saja dan kapan saja. Dunia memiliki kecenderungan menolak Dia. Bahkan, seandainya kita hidup di masa Yesus lahir, mungkin kita termasuk salah satu yang akan menolak-Nya. Ketika kita mengingat kembali kisah kelahiran Yesus Kristus, kita sedang dituntut untuk menyediakan ruang bagi Kristus: ruang untuk mendengar firman, ruang untuk berdoa, ruang untuk pengampunan, ruang untuk kasih yang dikorbankan.
Views: 2