Matius 1:21-24
Kelahiran Yesus Kristus. (21) Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. (22) Semuanya itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan melalui nabi, (23)”Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel.” (Yang berarti: Allah beserta kita.) (24) Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya,
Kisah pertunangan dan pernikahan Yusuf dan Maria bukanlah kisah ideal yang diinginkan oleh pasangan manapun juga, termasuk pasangan zaman modern ini. Yusuf berada di titik rawan dalam hidupnya. Ia telah bertunangan dengan Maria. Tetapi, sebelum mereka hidup sebagai suami istri, Maria kedapatan hamil. Secara sosial, ini disebut skandal. Secara moral, ini memalukan. Secara emosional, ini kehancuran.
Ada dua pilihan berat bagi Yusuf: mempermalukan Maria di depan umum atau menceraikannya diam-diam. Di ayat 19 dikatakan bahwa Yusuf orang benar dan dia memilih untuk menceraikan Maria dengan diam-diam. Pertunangan mereka di ambang keretakan.
Di saat krisis itu terjadi, Tuhan hadir kepada Yusuf dalam mimpi melalui malaikat. Malaikat itu berkata di ayat 20-21, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.”
Dalam kondisi kegalauan, Tuhan hadir. Kehadiran Tuhan ternyata bukan hanya menenangkan perasaan Yusuf, tetapi menyelamatkan pertunangan dan keluarganya dari dampak dosa. Nama Yesus berasal dari kata Yehova Shua, artinya Tuhan menyelamatkan. Kelahiran Yesus Kristus merupakan jawaban Tuhan terhadap kehancuran manusia, termasuk kehancuran relasi dalam keluarga.
Keselamatan bukan sekadar urusan pribadi. Keselamatan dari Tuhan akan selalu memiliki dampak sosial dan relasional. Ketika Yesus datang ke dunia, Ia datang masuk dalam struktur keluarga. Ia lahir melalui keluarga. Ia dibesarkan dalam keluarga. Keluarga Yusuf dan Maria pulih, bukan karena mereka hebat mengatur konflik, tetapi karena Tuhan hadir dan mereka taat kepada-Nya. Yusuf bangun dari tidur dan melakukan seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu.
Sub tema kita malam ini: pulih. Saya mengartikan pulih: kembali pada rancangan Tuhan. Pemulihan tidak dimulai dari kondisi ideal, tetapi dari ketaatan di tengah kondisi yang tidak ideal. Masalah Yusuf tidak hilang. Prasangka buruk dari masyarakat masih ada. Yusuf pulih karena hatinya kembali berada di pusat kehendak Tuhan. Pemulihan bukan soal situasi yang berubah, tetapi soal pusat hidup, arah hidup, pikiran hidup yang berubah.
Mari kita tarik hal ini pada kehidupan keluarga modern masa kini, termasuk kehidupan kita semua sebagai calon hamba Tuhan atau guru agama Kristen. Tidak sedikit saat ini keluarga Kristen berada dalam kondisi seperti Yusuf: bingung, takut, kecewa, terluka. Ada keluarga yang retak karena kesalahpahaman. Ada keluarga yang terguncang karena penghianatan. Ada keluarga yang lelah karena menghadapi persoalan ekonomi. Ada yang hidup serumah, tetapi tidak lagi sehati. Ada yang terluka sejak kecil karena pernah mengalami kekerasan verbal atau fisik. Bahkan, ada keluarga hamba Tuhan yang nampak harmonis dan rohani di gereja, tetapi rapuh di rumah.
Pesan kelahiran Yesus Kristus sangat nyata: Tuhan hadir bukan untuk menghakimi keluarga yang rapuh, tetapi untuk menyelamatkan dan memulihkan. Yesus datang ke dunia justru karena dosa yang telah merusak relasi: hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, termasuk relasi terdekat: suami-sitri, orangtua-anak, kakak/abang-adik.
Hal penting yang perlu diketahui oleh mahasiswa Teologi dan PAK: terkadang, orang yang paling cepat menasihati keluarga lain adalah orang yang lupa merawat keluarganya sendiri. Belajar ilmu teologi itu indah dan sangat diperlukan. Tetapi, teologi paling pertama harus muncul dari keluarga: teologi kehadiran Tuhan di rumah kita. Tuhan beserta kita, harus dimulai dari keluarga.
Bagaimana keluarga dipulihkan?
Pertama, pemulihan dimulai atas inisiatif Tuhan. Yusuf tidak memiliki solusi. Dia hanya memiliki rencana manusiawi: menceraikan Maria diam-diam. Ketika Tuhan masuk, mengganti rencana itu dengan rencana keselamatan. Keluarga yang rapuh, jangan hanya mengandalkan logika manusia. Buka hati bagi Tuhan.
Kedua, Pemulihan terjadi melalui ketaatan. Yusuf bangun dan melakukan firman. Banyak keluarga rapuh ingin pulih, tetapi menolak langkah firman: menolak mengampuni, menolak merendahkan hati, menolak berubah. Taat itu mahal dan harus berkorban.
Ketiga, Pemulihan berpusat pada Kristus sebagai Penyelamat dosa. Akar kehancuran keluarga bukan karena beda karakter atau kebiasaan. Buah dosa membawa kehancuran: egois, ketidaksetiaan, kemarahan, kesombongan, ketidakjujuran. Akar dosa harus dicabut.
Setelah besok, kita akan liburan. Sebagian besar dari kita akan kembali ke kampung halaman masing-masing untuk bertemu dengan orang tua. Berbahagialah jika kedua orang tua masih ada. Tidak ada keluarga yang sempurna. Mungkin ada luka yang belum selesai. Selesaikan semua itu di momen natal tahun ini. Keluarga bisa dipulihkan melalui kita dengan tiga tahapan di atas.
Penutup renungan: Saya pernah salah paham dengan orang tua saya (kesaksian).
Pujian Tenang – GMS:
Bapa Kau mendengar seruan hatiku
Tak pernah Kau lepaskan dari kasih-Mu
Lewat lembah kelam Kau temani aku
Roh-Mu bekerja selalu untuk kebaikanku
Mengalir kuasa dari tempat maha tinggi
Bapa kekal mulia Kau hadir di sini
Memulihkan hati menyembuhkan yang terluka
Ku kan tenang bersama-Mu bapa.
Views: 243