Percaya Tetapi Tidak Percaya

Yohanes 11:1-7

Dalam perjalanan hidup kita sebagai orang percaya, seringkali kita mendapati ada peristiwa-peristiwa yang menimpa kita, terutama peristiwa yang menyedihkan atau menyakitkan. Dalam kondisi seperti itu, kita mungkin tidak meninggalkan Tuhan, tidak keluar dari keyakinan kita. Tetapi bisa jadi, muncul keragu-raguan terhadap Tuhan, sehingga kita tidak lagi berharap kepada-Nya dengan sepenuh hati. Di satu sisi, kita masih menjadi bagian dari orang percaya, tetap ke gereja dan melayani Tuhan. Tetapi di sisi lain, bisa jadi kita sedang galau atau merasa bahwa Tuhan sedang tidak beserta dengan kita.

Peristiwa itu pernah dialami oleh satu keluarga, yang di dalamnya ada Maria, Marta dan Lazarus. Mereka tinggal di satu kota kecil di dekat Yerusalem, bernama Betania. Mereka adalah orang yang dekat sekali dengan Yesus Kristus. Keluarga ini, termasuk Lazarus adalah orang yang dikasihi oleh Yesus Kristus (ayat 3). Suatu kali Lazarus sakit parah dan mereka benar-benar sedang berharap penuh kepada Yesus Kristus. Keluarga ini sangat berharap kepada Yesus, karena mereka telah kenal dekat dengan Yesus dan seringkali melihat secara langsung mujizat yang dilakukan oleh Yesus Kristus.

Maria dan Marta mengirim kabar kepada Yesus Kristus. Mereka mengatakan bahwa Lazarus, orang yang dikasihi oleh Yesus itu sedang sakit. Mereka sedang memperlihatkan kedekatan mereka dengan Yesus Kristus. Seharusnya tidak ada alasan bagi Yesus Kristus untuk tidak segera datang menemui Lazarus. Sama seperti kita, pasti kita akan meninggalkan banyak hal penting lain, ketika kita mengetahui ada orang yang sangat kita kasihi, sedang memerlukan pertolongan. Kita akan segera hadir, karena kita tahu bahwa hanya kita yang bisa memberikan pertolongan itu.

Tetapi, respon Tuhan Yesus terhadap kabar itu di luar dugaan. Di ayat 6 dikatakan, “Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;” Bagaimana tanggapan kita, jika peristiwa keluarga ini terjadi pada kita? Adakah kita yang sakit hati, ketika orang-orang yang kita kasihi, mereka tidak mau peduli dengan kita pada saat kita sedang memerlukan? Bagaimana tanggapan kita, ketika kita berharap kepada Tuhan, tetapi Tuhan berkehendak lain? Yesus tidak datang bukan karena ada halangan, tetapi karena sengaja.

Akhirnya, ketakutan keluarga ini terjadi. Lazarus meninggal. Dalam kondisi seperti ini, Maria dan Marta tetap ada di dalam Yesus, tetapi mereka mulai meragukan Yesus Kristus. Yesus Kristus memang datang dua hari kemudian, tetapi Lazarus sudah mati. Saat ini, ketika kita membaca kisah ini, kondisinya tidak sesakit mereka, karena kita sudah tahu jalan cerita sampai akhir. Tetapi Maria dan Marta, mereka tidak tahu. Keadaan mereka masih misteri, karena belum tahu akhir kisahnya.

Bagi Maria dan Marta, semua sudah terlambat. Karena itu di ayat 21, Marta berkata kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Marta tidak lagi berkata “Lazarus yang Engkau kasihi”, tetapi berubah menjadi “saudaraku.” Meskipun demikian, secara iman doktrinal, Marta tetap percaya kepada Yesus Kristus. Di ayat 24, Marta tetap percaya adanya kebangkitan orang mati, tetapi di akhir zaman, sesuai dengan pengajaran Yesus Kristus yang pernah ia dengar. Ketika Yesus bertanya tentang iman Marta, Marta tidak murtad (ayat 25-27). Ia tetap percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Ini adalah pernyataan iman yang serius dan tidak main-main.

Tanggapan Maria juga sama dengan tanggapan Marta. Kondisi mereka bisa saja mewakili kondisi kita di saat-saat tertentu. Mereka tidak meninggalkan iman mereka kepada Yesus Kristus, tetapi di dalam hati mereka mulai meragukan Yesus Kristus. Antara percaya, tetapi sebenarnya juga tidak percaya.

Seandainya dikaitkan dengan Yakobus 4:17, bagaimana tanggapan kita terhadap Yesus yang sengaja melakukan hal itu? Anggap saja kita belum tahu akhir dari kisah di atas. Ayat ini berkata, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Hari-hari ini, banyak orang mengatakan bahwa Tuhan tidak ada, karena kejahatan masih terus berlangsung. Tuhan tahu itu, punya kuasa untuk menghentikannya,  tetapi membiarkannya?

Tuhan Yesus punya alasan, sehingga ia sengaja menunda kedatangan-Nya ke Betania. Pertama, Yesus ingin supaya kita selalu belajar untuk dapat percaya (ayat 15). Yesus ingin kita percaya sepenuh hati, baik percaya secara doktrinal, juga mempercayakan hidup kita setiap hari kepada-Nya. Yesus tahu bahwa iman kita masih sama seperti iman Tomas, yang percaya setelah melihat. Tuhan ingin lebih dari itu. Kedua, ketika kita percaya kepada Yesus dengan sepenuh hati, maka kita bisa menjadi saksi bagi orang lain di sekitar kita (ayat 45).

Sadar atau tidak sadar, Tuhan mengizinkan penderitaan terjadi atas kita, supaya iman kita dibentuk. Bukan hanya iman, tetapi karakter kita juga sedang ditempa. Jika kita tetap kuat, maka kita bisa memberi kesaksian dan kekuatan kepada orang lain yang memiliki pergumulan yang sama. Dengan demikian, hati kita bukan lagi “percaya tetapi tidak percaya” melainkan “tetap percaya apapun yang terjadi.” 

Views: 4

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top