Matius 6:24-34
Setiap orang memiliki kekhawatiran. Bahkan di dalam Alkitab juga diceritakan, orang-orang setingkat nabi atau rasul juga memiliki kekhawatiran, apalagi kita. Kekhawatiran tidak ditentukan oleh miskin atau kayanya seseorang. Di tengah-tengah perubahan dunia yang sangat cepat dan suasana yang penuh ketidakpastian, kita akan mengalami kekhawatiran dalam hidup kita. Mungkin kadarnya yang berbeda di masing-masing orang, sesuai dengan suasana hati dan keadaan yang sedang dihadapinya. Jika kita terus larut dalam kekhawatiran yang semakin dalam, maka akan merugikan diri kita sendiri, merugikan kesehatan jiwa bahkan kesehatan fisik. Semua orang ingin bebas dan merdeka dari kekhawatiran, tetapi seringkali tidak berdaya.
Dalam khotbah-Nya di bukit, Tuhan Yesus mengatakan, “Janganlah kuatir akan hidupmu.” Di dalam bahasa aslinya, khawatir yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah “pikiran yang terbagi.” Kekhawatiran terjadi karena pikiran seseorang yang terbagi dan tidak fokus. Pikiran yang kacau dan tidak bisa dikendalikan itulah yang membuat perasaan seseorang menjadi bermasalah. Tuhan Yesus menginginkan supaya umat-Nya tidak memiliki cara hidup yang seperti ini, karena akan mengakibatkan kerugian bagi diri sendiri.
Kekhawatiran yang Yesus maksudkan terjadi karena seseorang mengabdi kepada dua tuan, kepada Tuhan dan kepada Mamon (ayat 24). Mamon bukan dewa, tetapi itu adalah harta benda atau uang. Kasih atau pengabdian seseorang yang sungguh-sungguh, tidak akan pernah terbagi. Kita bisa mencoba untuk memeriksa hati dan pikiran kita dengan jujur, saat ini kita sedang mengejar yang mana, tujuan kita kepada Tuhan atau kepada Mamon. Orang yang hidup dengan tujuan Mamon, maka ia akan terus mengalami kekhawatiran. Orang seperti ini fokusnya bukan mengabdi dan melayani Tuhan.
Mamon atau uang bersifat netral. Dia hanyalah sebuah alat pembayaran yang berlaku pada saat ini. Di tangan orang jahat, uang itu bisa dipakai untuk melakukan kejahatan. Di tangan orang baik, uang bisa memberkati dan menolong orang lain. Selain netral, uang juga bersifat cair (mudah berubah, mudah bergerak dan mudah berpindah tangan). Jika tujuan kita untuk mengabdi pada uang yang sifatnya mudah berubah itu, maka pikiran kita akan mudah kacau dan gelisah. Sadar atau tidak, kita sudah dibiasakan untuk hidup materialistis, bahkan dari sejak kecil. Orang tua menginginkan anak-anaknya bisa sukses dan biasanya dinilai dari kekayaan, jabatan dan popularitas. Semua ini sebenarnya dicari oleh bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah (ayat 31-32) dan kita masuk di dalam belenggunya.
Mari menyadari bahwa banyak orang Kristen yang sepertinya menyembah Tuhan, tetapi sebenarnya sedang memanfaatkan Tuhan. Banyak orang Kristen melakukan kehidupan kerohanian dengan tekun, tetapi tujuannya bukan untuk Tuhan, melainkan untuk mendapatkan berkat (keuntungan) materi. Jangan sampai Tuhan itu hanya kita jadikan perantara, berada di antara kita dan Mamon. Untuk mendapatkan Mamon, tanpa sadar banyak orang memanfaatkan Tuhan. Orang-orang berusaha untuk “membohongi” Tuhan, meskipun mereka sebenarnya sadar bahwa Tuhan tidak bisa dipermainkan. Tetapi itu tetap dilakukan, demi mendapatkan cuan. Inilah yang mengakibatkan kekhawatiran masih terus melekat di hati kita.
Supaya bisa merdeka dari kekhawatiran maka kita harus fokus kepada Tuhan. Di ayat 26, Tuhan menggeser fokus dari Mamon kepada Bapa dengan menggunakan ilustrasi burung-burung yang sering mereka lihat. Bukan berarti burung-burung itu tidak berusaha untuk mendapatkan makanan. Tuhan sudah menyediakan makanan bagi burung, tinggal mereka mencari secukupnya. Ada bagian yang sudah Tuhan kerjakan, ada bagian yang burung kerjakan. Tahap yang kedua supaya merdeka dari kekhawatiran adalah mencari kerajaan Allah dan kebenarannya (ayat 33). Di dalam kerajaan Allah, ada nilai-nilai dan ketetapan Tuhan. Kita bisa mulai belajar untuk melakukan itu semua di dalam setiap sisi hidup kita, maka kita akan terbiasa untuk hidup dalam kerajaan Tuhan, bukan dalam kerajaan dunia. Kita mulai belaja untuk menjadi warga kerajaan Allah yang taat dan menghormati Tuhan.
Jika sudah menerapkan itu semua, maka semuanya (makanan, minuman dan pakaian – ayat 25) akan ditambahkan kepada kita. Tetapi ingat bahwa ini bukan tujuan utama. Jika ini menjadi tujuan utama, maka kita sedang mempermainkan Tuhan. Kelimpahan materi bisa diberikan kepada kita, tetapi pola pikir kita sudah berubah, karena uang bukan menjadi tujuan utama kita lagi. Kelimpahan itu bisa juga tidak berwujud materi, tetapi sukacita dan kedamaian. Supaya tidak khawatir, maka kita harus melepaskan Mamon dari tujuan hidup kita. Kita perlu Mamon, tetapi jangan sampai menjadi tujuan hidup atau menjadi dewa.
Views: 6