Imamat 25:1-22
Bagi masyarakat perkotaan, tanah bukanlah aset utama yang bisa menghasilkan uang secara langsung. Tanah menjadi tempat pijakan awal untuk mendapatkan aset yang lebih besar. Contohnya: membangun perumahan atau perusahaan di atas tanah tersebut, tetapi penghasilan mereka bukan dari tanah, melainkan dari hasil penjualan hasil usaha. Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang masih menggunakan tanah sebagai aset yang menghasilkan uang secara langsung, yaitu melalui hasil pertanian.
Bagi penduduk Israel pada waktu itu, dan seharusnya juga bagi kita semua di masa sekarang ini, tanah seharusnya masih mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan pekerjaan. Karena tanpa ada tanah (bumi), maka kehidupan kita tidak akan bisa bertahan. Karena itu, Tuhan pernah memberikan peraturan mengenai tanah dan pengolahannya, bahkan sampai dimasukkan melalui pelaksanaan tahun Sabat dan Yobel.
Indonesia, merupakan salah satu tempat yang unik. Sebuah tempat yang mempunyai tanah dan perairan yang luas. Keindahan alamnya sangat beragam. Tidak semua negara mempunyai kondisi yang indah seperti Indonesia. Tetapi sebagian sudah rusak. Dan ketika bumi kita rusak, maka dia pun tidak akan ramah lagi kepada penghuninya.
Kembali kepada konteks bangsa Israel di dalam Imamat. Setelah bangsa Israel bebas dari perbudakan di Mesir, masyarakat Israel mengalami ketimpangan sosial ekonomi. Sebagian mereka masih bisa bertahan hidup, sebagian lagi terpaksa menjual tanahnya untuk kelangsungan hidup mereka. Karena itu, kehidupan bangsa Israel seringkali harus ditata ulang (di reset) dengan menggunakan tahun Yobel (tahun ke-50). Di tahun itu, hutang-hutang dinyatakan lunas dan orang Israel yang menjadi budak akibat hutang juga harus dibebaskan.
Melalui peristiwa ini, bangsa Israel juga diingatkan untuk tetap mengucap syukur bagi Tuhan, karena mereka pernah menjadi budak dan dibebaskan oleh Tuhan. Itulah sebabnya mereka juga harus mengingat keberadaan saudara-saudaranya yang masih hidup dalam kekurangan. Prinsip tahun Yobel (Jubille) mengajarkan umat Israel untuk hidup dalam pengucapan syukur dan tidak serakah.
Di dalam tahun sabat itu, ada sabat bagi tanah. Sabat bagi tanah adalah bagian dari pelestarian alam yang diperintahkan oleh Tuhan. Tanah di Israel tidak boleh diolah terus menerus tanpa mendapat perhentian. Enam tahun tanah itu diolah, tahun ketujuh tanah itu dibiarkan. Ternyata tanah juga membutuhkan istirahat (mengambil nafas, mengumpulkan tenaga baru).
Bagaimana memberlakukan firman ini pada saat sekarang. Prinsipnya, tanah tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang dan diperas sampai batas terakhir kemampuannya demi keuntungan manusia. Walaupun Tuhan sudah memberikan mandat kepada manusia untuk berkuasa atas bumi dan segala isinya, tetapi tanah tetaplah milik Tuhan. Bagaimana kita memperlakukan tanah (lingkungan sekitar kita) menunjukkan sikap kita terhadap Sang Pemilik Tanah.
Jika keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus dipahami sebagai keselamatan untuk seluruh ciptaan, maka gereja terpanggil tidak hanya untuk menyatakan persekutuan dengan sesama manusia, tetapi juga dengan ciptaan lainnya.
Tuhan Yesus memberkati, Maranatha!
Views: 52