Mengelola Perbedaan Generasi

Markus 7:1-13

Menurut Beresfod Research, secara umum generasi dikategorikan sebagai berikut: (1) Baby Boomers, kelahiran 1946-1964 yang memiliki karakteristik komitmen tinggi, mandiri dan kompetitif; (2) Gen X, kelahiran 1965-1980 yang memiliki karakteristik banyak akal, logis dan pemecah masalah yang baik; (3) Gen Y atau Millenial, kelahiran 1981-1996 yang memiliki karakteristik percaya diri, memiliki rasa ingin tahu dan mempertanyakan otoritas; (4) Gen Z, kelahiran tahun 1997-2012 yang memiliki karakteristik ambisius, percaya diri dan tidak bisa jauh dari ponsel; dan (5) Gen Alpha, kelahiran tahun 2013 hingga sekarang. Setiap generasi memiliki karakteristik masing-masing, tetapi tidak baku dan bisa berubah-ubah sesuai dengan latar belakangnya.

Karena memiliki karakteristik yang berbeda, maka diperlukan pengelolaan dalam mengkomunikasikan perbedaan generasi, supaya bisa saling berkaitan satu dengan yang lain, terutama di dalam pelayanan gereja dan konsep pengajaran atau pemberitaan Injil. Dengan demikian, kita terhindar dari saling tidak memahami yang mengakibatkan kesalahpahaman atau saling menyalahkan.

Di antara kita mungkin ada yang mengalami sandwich generation, yaitu orang-orang yang harus menanggung kebutuhan ekonomi orang lain selain dirinya sendiri, misalnya: di satu sisi kita harus menanggung keperluan keluarga, di sisi lain kita juga harus menanggung keperluan orang tua. Generasi seperti ini tidak mudah, karena mereka harus mengelola segala sesuatu dengan baik. Bagi kita yang sudah berkeluarga, kita harus berusaha untuk hidup mandiri, sehingga tidak menyusahkan generasi sesudah kita. Paling tidak kita harus mempersiapkan masa tua kita, supaya tidak merepotkan anak yang memiliki tanggungjawab untuk memelihara keluarga mereka.

Yesus pernah menegur para ahli agama karena ajaran mereka yang keliru. Mereka memberi alasan “memberikan persembahan kepada Tuhan” tetapi mengabaikan orang tua yang juga memerlukan pertolongan dari anaknya. Jika kita saat ini mengalami sandwich generation, kita harus menjalankan dengan sebaik-baiknya, sembari mempersiapkan diri dengan baik supaya tidak membuat generasi penerus kita mengalami hal yang sama. Memang tidak ada salahnya jika seorang anak menggunakan sebagian pendapatannya untuk menopang keperluan orang tua. Hal ini bisa dianggap sebagai salah satu cara berbakti kepada oragn tua, dan pasti berkenan di hadapan Tuhan. Yang penting dilakukan dengan tulus dan atas persetujuan anggota keluarga.

Ada juga istilah generasi strawberry, istilah yang dipolulerkan oleh Prof. Rhenald Kasali, yang menggambarkan fenomena generasi muda saat ini. Generasi saat ini memiliki ide dan kreatifitas yang tinggi, tetapi saat diberikan sedikit tekanan, mereka bisa mudah hancur seperti buah strawberry. Jika saat ini kita melihat anak kita terkesan lamban, mudah sakit hati, mudah menyerah, egois serta pesimis terhadap masa depan, maka kita harus bekerja keras untuk mendidik mereka. Sudah sangat jarang anak-anak yang mau membantu orang tuanya untuk melakukan pekerjaan rumah, jika tidak disuruh. Terkadang disuruh pun masih terkesan lambat. Kita tidak tahu, bagaimana nanti dengan generasi anak-anak mereka, bisa lebih parah lagi. Kita tidak bisa membandingkan begitu saja pada saat kita masih kecil dengan anak-anak kita ketika masih kecil, sangat berbeda. Jika kita hanya melihat perbedaan itu, maka kita justru yang akan tertekan. Hal-hal seperti inilah yang perlu dikelola dan dikomunikasikan.

Generasi sekarang tidak suka membaca buku atau tulisan yang panjang-panjang. Mereka lebih cenderung suka yang instan, mendengar atau melihat hal-hal yang singkat dan dipermudah dengan berbagai macam teknologi. Generasi ini tidak bisa dipaksa untuk membawa Alkitab tebal saat pergi ke gereja. Karena itulah, kurikulum sekolah diganti, dari yang menggunakan buku dengan tulisan banyak menjadi proyek-proyek menurut minat dan bakat masing-masing.

Pendekatan pelayanan bagi anak-anak, remaja dan pemuda pun harus berbeda. Kita tidak bisa lagi menggunakan metode-metode lama. Kita perlu memberi ruang dan fasilitas bagi mereka untuk berkarya dan membuat pelayanan atau pekabaran Injil sesuai dengan kreatifitas mereka. Kita hanya bisa memfilternya dengan memberi pengajaran yang baik, yang sesuai dengan firman Tuhan. Di dunia pendidikan, anak didik bisa melakukan kreatifitas apa saja, tetapi dibatasi dengan profil pelajar Pancasila, untuk membentuk karakter mereka. Di dalam pelayanan gereja, seharusnya kita pun melakukan hal yang sama, membebaskan mereka untuk berkreasi, tetapi tetap dibatasi dengan pengajaran yang benar. Memang sepertinya berat tugas kita saat ini. Tetapi mungkin tugas anak-anak kita nanti makin berat. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya.

Views: 5

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top