Matius 6:24
“Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Sebab ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (harta, uang, kekayaan).”
Sepertiga perumpamaan yang dijelaskan oleh Yesus membicarakan mengenai uang. Ini menunjukkan bahwa uang penting untuk dimengerti dan dikuasai, bukan sebaliknya. Faktanya, semua orang akan suka jika memiliki uang. Tetapi dibalik semua harta yang ada pada kita, ada tanggungjawab. Semakin banyak harta yang kita miliki, berarti semakin besar tanggungjawab kita atas harta itu. Di dalam Lukas 12:48b mengatakan, “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya.”
Uang menjadi pergumulan besar bagi semua orang. Yang tidak memiliki uang, bergumul untuk mendapatkan uang. Yang sudah memiliki uang, bergumul untuk mendapatkan lebih banyak. Yang sudah memiliki banyak uang, bergumul untuk mengelola dan bertanggungjawab dengan uang tersebut. Dalam mengelola uang, tergantung dari sikap kita terhadapnya. Ada yang mengelola uang karena dia yang menjadi tuan atas uang itu, tetapi ada juga yang tidak sadar menjadi hamba terhadap uang itu.
Jika dulu, lawan Tuhan adalah Iblis, maka sekarang menjadi bertambah, yaitu Mamon. Hanya saja, Iblis lebih menakutkan bagi manusia. Tetapi uang, justru akan didekati dan dicari oleh manusia. Uang hanyalah alat pembayaran, yang seharusnya kita kuasai, bukan dia yang menguasai kita. Mamon sangat menarik, karena siapa yang memilikinya lebih banyak, maka sang pemilik akan dipandang tinggi oleh orang-orang di sekitarnya. Orang yang memiliki banyak Mamon, statusnya akan dipandang lebih, sehingga akan mendapatkan penghormatan lebih.
Orang melakukan apa saja untuk mendapatkan harta kekayaan. Segala macam cara dilakukan untuk mendapatkannya. Seandainya mereka mendapatkan harta kekayaan itu dengan cara yang melawan hukum, mereka akan berpikir bahwa hukum dan keadilan pun bisa dibeli. Jika mereka merasa tidak aman, keamanan pun bisa dibeli. Orang yang sudah dikuasai oleh orang, akan seperti orang buta. Ia tidak lagi bisa melihat saudara, keluarga, teman dekat, apalagi orang lain. Meskipun hal ini telah diajarkan berulang-ulang, tetapi masih banyak yang terjebak. Memang uang itu sangat menggiurkan.
Mengenai uang, Paulus telah menulis surat kepada Timotius, supaya diajarkan kepada jemaat. Di dalam 1 Timotius 6:7-10 dikatakan, “(7) Sebab, kita tidak membawa apa pun ke dalam dunia dan kita pun tidak membawa apa-apa ke luar. (8) Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. (9) Namun, mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Sebab, akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dalam berbagai duka.”
Beberapa hal yang patut kita perhatikan mengenai uang, yaitu: Uang tidak berhubungan langsung dan pasti dengan kebahagiaan seseorang. Uang bisa digunakan untuk membeli apa saja, tetapi tidak akan pernah membuat puas bagi yang mencintainya. Pengkhotbah 5:9 mengatakan, “Siapa mencintai unag tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kelimpahan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia.” Uang seringkali bisa menyingkapkan karakter asli dari orang tersebut.
Kita harus menyadari bahwa berkat Tuhan tidak hanya dalam bentuk uang. Berkat Tuhan yang sesungguhnya ada dalam potensi, kesempatan, kemampuan, kesehatan, kekuatan dan kreativitas kita. Uang adalah hasil, bukan tujuan. Kepada bangsa Israel, Tuhan berkata di dalam Ulangan 8:18, “Tetapi, haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.”
Berkat diberikan oleh Tuhan ketika kita memiliki kemampuan untuk memberi, bukan untuk menerima. Memberi atau mempersembahkan bisa menjadi benih, karena itu sikap hati yang dituntut oleh Tuhan. Tuhan tidak menuntut uang kita, tetapi menuntut hati yang ikhlas dan taat untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. Ketika Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk mengelola uang, maka jangan dipakai untuk menaikkan standar hidup, tetapi gunakan untuk menaikkan standar pemberian atau persembahan kita.
Views: 5