1 Korintus 13:4-8
(4) Kasih itu sabar; kasih itu baik hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. (7) Ia menahan segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. (8) Kasih tidak berkesudahan; tetapi nubuat akan berakhir; bahasa lidah akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Pernikahan Kristen bukan hanya penyatuan dua pribadi, tetapi juga penyatuan dua hati dalam Kristus. Dunia ini sering kali memandang pernikahan sebagai kesepakatan yang bersifat sementara. Di dalam kekristenan, pernikahan adalah janji setia di hadapan Tuhan. Dasar dari perjanjian itu adalah kasih yang berasal dari Tuhan.
Sesuai dengan ayat yang sudah kita baca, kasih yang sejati dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, kasih itu sabar dan murah hati. Pernikahan merupakan pertemuan dua pribadi yang tidak sempurna. Setiap pribadi membawa latar belakang, kebiasaan dan harapan yang berbeda. Di dalam kehidupan sehari-hari, pasti akan ada konflik, kesalahpahaman atau bahkan ketidakcocokan. Kesabaran akan menjadi kunci dalam mengatasi semua itu. Kesabaran akan memberi ruang kepada pasangan untuk bertumbuh bersama: tidak cepat menghakimi tetapi memberi waktu; tidak mudah marah tetapi memilih untuk mengerti. Selain sabar, kasih itu murah hati, bersedia memberi lebih tanpa hitung-hitungan.
Kedua, kasih itu tidak cemburu, tidak sombong dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Di dalam hubungan suami istri, rasa aman dan saling percaya merupakan hal yang penting. Cemburu yang tidak sehat sering muncul dari rasa tidak percaya atau takut kehilangan. Kasih sejati tidak cemburu karena ia percaya. Kasih juga tidak sombong, tidak merasa diri lebih penting, lebih benar atau lebih layak dihormati. Di dalam pernikahan, suami dan istri adalah partner, bukan pesaing, bukan atasan dan bawahan. Kasih juga tidak mencari keuntungan diri sendiri. Kasih sejati justru mendahulukan kepentingan pasangan.
Ketiga, kasih menutupi segala sesuatu dan tidak menyimpan kesalahan. Di dalam kehidupan pernikahan, kesalahan bisa terjadi. Tidak ada pasangan yang sempurna. Kasih yang sejati itu menutupi, bukan mengumbar. Kasih sejati itu mengampuni, bukan menyimpan dendam. Kasih sejati tidak menyimpan daftar kesalahan masa lalu sebagai senjata dalam pertengkaran masa depan. Memang, mengampuni bukan berarti melupakan, tetapi melepaskan hak untuk membalas. Hanya dengan kasih Kristus, kita bisa melakukan semua itu.
Keempat, kasih itu percaya, mengharapkan dan menanggung segala sesuatu. Penting untuk belajar memberi kepercayaan meskipun kadang merasa takut. Kasih yang mengharapkan artinya tidak menyerah meskipun sedang dilanda badai kehidupan. Kasih itu menanggung segala sesuatu, artinya rela memikul beban bersama, bukan saling menjatuhkan. Pernikahan bukan hanya untuk masa bahagia, tetapi juga untuk masa sulit. Kasih sejati sering kali justru diuji dan dikuatkan di tengah penderitaan.
Kelima, kasih tidak berkesudahan. Semua yang ada di dunia ini akan berlalu. Tubuh akan menjadi lemah, harta bisa habis, pekerjaan bisa berubah atua selesai, tetapi kasih sejati akan tetap ada. Kasih di dalam Kristus tidak bergantung pada kondisi luar, tetapi berasal dari ikatan batin yang diberkati oleh Tuhan. Kasih bukan hanya sebagai usaha manusia, tetapi buah dari Roh Kudus. Yakinlah jika kasih menjadi dasar pernikahan, maka rumah tangga akan tetap kokoh dan utuh, sampai maut memisahkan.
Pernikahan Kristen adalah pernikahan yang mengundang Kristus masuk sebagai pusat hidup. Kristus bukan hanya sebagai saksi pernikahan, tetapi juga pendorong dan penggerak utama kasih di dalam rumah tangga. Tanpa Kristus, kasih akan mudah luntur. Tetapi dengan Kristus, maka kasih akan terus bertumbuh setiap hari. Selamat merayakan kasih Kristus di dalam keluarga.
Views: 2