(Yohanes 16:16-33; 1 Yohanes 5:4-5)
Bulan ini kita memasuki bulan perdamaian, mengingatkan kita pada tradisi gereja Mennonite yang menjunjung tinggi misi perdamaian di dunia ini. Damai berkaitan dengan situasi yang tenang dan tenteram. Salah satu cara untuk memperoleh rasa tenang dan lepas dari kekuatiran adalah dengan menyadari bahwa di dunia ini, ada yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak bisa kita kendalikan. Semua yang ada pada kita, di dalam diri kita, bisa kita kendalikan. Sedangkan segala hal yang ada di luar kita, kita akan lebih sulit untuk mengendalikannya. Kita bisa mengendalikan emosi, pikiran dan perkataan kita. Tetapi kita akan sulit mengendalikan emosi, pikiran dan perkataan orang lain.
Kekristenan mengajarkan kita bahwa ada jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Kita juga percaya bahwa Tuhan Yesus akan selalu menyertai kita. Jaminan keselamatan dan penyertaan Tuhan itu seharusnya membuat kita hidup lebih tenang. Kita belajar untuk tidak merasa cemas atau kuatir tentang hidup kita. Kita perlu belajar menguatkan serta mengendalikan diri kita. Kita telah menyembah Tuhan yang benar, yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Di ayat yang telah kita baca, Tuhan Yesus menyampaikan kata-kata perpisahan kepada para murid. Dalam perkataan itu, ada dua hal penting yang perlu kita renungkan:
Pertama, kita diajar untuk tenang (ayat 16-26). Perkataan ini disampaikan oleh Tuhan kepada murid, pada saat perjalanan mereka mendaki bukit Zaitun. Pada waktu itu, para murid tidak memahami maksud perkataan tersebut. Bisa jadi, mereka memang tidak mau menerima perpisahan, karena mereka masih menginginkan Yesus ada di antara mereka. Di dalam Yohanes 7:33, Yesus juga pernah menyampaikan rencana kepergian-Nya. Tetapi kali ini sangat berbeda, sehingga para murid diliputi dengan perasaan bingung dan sangat sedih.
Tuhan Yesus mengetahui perasaan hati mereka, sehingga Ia menenangkan mereka. Yesus memberi gambaran tentang situasi sedih (dan sakit) yang dialami oleh seorang perempuan yang melahirkan. Tetapi perempuan itu pada akhirnya bersukacita setelah melahirkan, segera melupakan kesakitan yang baru saja terjadi saat proses persalinan. Kesedihan para murid pada saat itu akan segera berganti dengan sukacita, ketika Tuhan bangkit dari kematian dan mengalahkan maut. Yesus mengajarkan kepada murid untuk berdoa. Yesus meyakinkan kepada mereka bahwa doa-doa yang disampaikan tersebut akan mendapat jawaban dari Bapa di Surga. Di dunia ini, pertemuan dan perpisahan tidak akan bisa dihindari.
Kedua, tenang di dalam iman (ayat 27-33). Yesus menguatkan iman para murid bahwa Dia datang dari Bapa. Dengan percaya dan mengasihi Yesus, para murid juga sedang mengasihi Bapa. Di akhir percakapan, Yesus menenangkan para murid. Dia berkata bahwa penderitaan dan penganiayaan akan selalu ada di dalam kehidupan orang percaya. Penderitaan dan penganiayaan itu harus dihadapi dengan tenang. Kita patut bersyukur jika tidak mengalami penderitaan atau penganiayaan itu.
Beriman dan percaya kepada Yesus Kristus, seharusnya membuat kita tenang. Kekristenan mengajarkan kepada kita bahwa dunia dengan segala kejahatannya hanya dapat dikalahkan dengan kasih dari Bapa, kasih di dalam Yesus Kristus. Seiring berjalannya waktu, tubuh kita akan rapuh dan kita akan menjadi lemah. Tetapi iman dan doa kepada Kristus, akan selalu menguatkan kehidupan rohani kita.
Views: 2