Terkadang firman Tuhan itu menyakitkan di telinga kita. Lalu kita tersinggung. Tetapi anehnya, kita biasanya tersinggung kepada penyampai firman (pengkhotbah), bukan tersinggung kepada firmannya atau Alkitabnya. Itu juga yang pernah terjadi, seperti yang tercatat dalam Yohanes 6:60-66. Banyak murid Yesus yang mengambil keputusan untuk mundur dan tidak mau mengikuti Yesus lagi. Mereka beralasan bahwa mereka tidak sanggup untuk mendengarkan firman yang keras.
Kalau kita baca khotbah Yesus sebelumnya, tidak ada yang keras. Tetapi mereka menganggapnya keras. Kalau disimpulkan, ‘keras’ itu terjadi bukan karena mereka tidak mengerti apa yang disampaikan oleh Yesus, tetapi mereka tidak mau menerima perkataan Yesus tersebut. Jadi, keras atau tidak nya firman yang disampaikan itu sebenarnya tidak tergantung pada apa yang disampaikan, tetapi tergantung dari situasi diri dari si pendengar.
Contoh, jika ada seorang yang berkhotbah mengenai dosa perzinahan. Bagi pendengar yang tidak pernah melakukan dosa perzinahan, khotbah tersebut biasa saja. Tetapi, jika ada pendengar yang pernah melakukan dosa perzinahan, mungkin dia akan menganggap khotbah tersebut keras. Begitulah kira-kira.
Ternyata ‘keras’nya sebuah khotbah tidak ditentukan oleh telinga, tetapi oleh hati setiap orang yang mendengar khotbah tersebut. Kalau kita sampai mundur karena penyampaian firman Tuhan yang keras, maka kita akan rugi besar. Bukankah firman itu memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16).
Views: 83