Gedung Gereja (Jelajah PL 371)

Keluaran 36:8-38

Kemah dan Bait Suci adalah simbol kehadiran Tuhan di Perjanjian Lama. Jika seseorang ingin menghadap Tuhan, menyembah Tuhan dan mempersembahkan korban, mereka harus datang ke Kemah atau Bait Suci itu. Tetapi di dalam Perjanjian Baru, yang menjadi Bait Suci adalah diri dari tiap-tiap orang percaya. Ketika seseorang bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus, maka Roh Kudus hadir dalam dirinya, dimeteraikan di dalam diri orang tersebut. Karena itu, kita bisa bertemu dan berhubungan dengan Tuhan setiap saat dan setiap waktu.

Kita tidak perlu menunggu hari Minggu untuk datang kepada Tuhan. Kita harus ingat bahwa kita ada di dalam Yesus Kristus. Roh Kudus ada di dalam hati kita, sehingga kita akan terhubung terus dengan Tuhan setiap saat dan setiap waktu. Ini adalah ibadah hakikat di Perjanjian Baru, menyembah Tuhan di dalam roh dan kebenaran.

Selain untuk simbol, Kemah Suci juga memiliki fungsi praktis. Kemah Suci menjadi tempat yang bisa dilihat dan dihadiri secara fisik. Semua ibadah simbolik bisa dilaksanakan di Kemah Suci. Dalam hal ini, ibadah hakikat pun seringkali masih memerlukan tempat fisik. Memang gedung gereja bukan Bait Suci dan kita harus bisa membedakan itu. Di dalam gereja tidak ada pembagian ruangan seperti di Bait Suci. Gedung gereja menjadi tempat untuk berkumpul bersama, mengadakan persekutuan atau kebaktian.

Di dalam Roma 16:5 dikatakan bahwa Akwila dan Priskila membuka rumah mereka untuk menjadi tempat pertemuan jemaat atau kebaktian di Roma. Dari sini kita mendapatkan gambaran atau pola dari kehidupan jemaat mula-mula bahwa mereka tidak memiliki gedung khusus untuk mengadakan pertemuan atau kebaktian. Mereka sedang dalam kondisi teraniaya dan dikejar-kejar, sehingga tidak mungkin untuk membeli tempat khusus bagi kebaktian. Yang penting bagi mereka pada saat itu adalah bisa bertemu dan saling menguatkan serta mendoakan.

Di dalam Perjanjian Baru dan masa gereja, tempat bukanlah yang utama. Jika saat ini kita mendapatkan kesempatan memiliki tempat khusus untuk bertemu dan kebaktian, kita patut mengucap syukur dan mempergunakan fasilitas itu dengan sebaik-baiknya. Yang perlu kita sadari, gedung atau bangunan itu bukan inti dari jemaat. Inti dari jemaat adalah orang-orang yang ada di dalamnya beserta dengan pengajarannya.

Hari-hari ini, banyak gereja mulai fokus pada gedung dan pembangunan. Di mana-mana kita melihat gedung gereja nampak megah dan indah, dengan semua fasilitas yang baik. Gedung dan fasilitas ini bisa menarik orang banyak untuk hadir dan menikmatinya. Jika kita mendapatkan fasilitas seperti itu, sebaiknya kita juga memberi keseimbangan terutama dalam hal pengajaran. Jika pengajarannya kacau, maka suatu saat bangunan itu pun tidak akan terpakai. Di Eropa, beberapa bangunan gereja yang megah dan indah, sudah beralih fungsi dan tidak lagi digunakan untuk kebaktian.

Di Indonesia, gedung gereja perlu diperjuangkan. Ketika sudah mendapatkan gedung itu, maka kita harus mempergunakan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai gedung gereja itu menciptakan kesenjangan dengan lingkungan sekitar. Lebih baik jika gedung gereja itu juga bisa digunakan untuk menjadi berkat bagi lingkungan sekitarnya.

Views: 23

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top