1 Korintus 7:17-23
Setiap orang sebaiknya hidup seperti yang sudah ditentukan oleh Tuhan, sesuai dengan keadaan seperti waktu ia percaya kepada Yesus. Hal ini menjadi ketetapan bagi semua jemaat pada zaman para rasul dan juga jemaat pada masa kini. Jika seandainya ada jemaat yang sudah bersunat, tidak menjadi persoalan. Jika memang ada jemaat yang pada saat sudah bertobat memang belum disunat, tidak ada keharusan juga untuk mereka disunat. Hukum sunat sudah tidak ada lagi, karena semuanya sudah digenapi ketika Yesus datang ke dunia. Kehidupan kerohanian tidak lagi ditandai dengan hal-hal fisik, seperti sunat atau puasa atau hari Sabat. Saat ini kita memang menyembah Tuhan dengan hati, di dalam roh dan kebenaran.
Tidak ada perintah bersunat bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Bangsa Yahudi melaksanakan sunat sebagai tanda perjanjian dengan Tuhan yang dilakukan oleh Abraham. Tuhan telah memanggil Abraham untuk keluar dari tempat kelahirannya dan dari sanak saudaranya. Tuhan berjanji akan memberikan suatu bangsa yang merupakan keturunannya dengan tugas memelihara ibadah simbolik. Tuhan memerintahkan ibadah simbolik dilakukan oleh bangsa Yahudi sampai yang disimbolkan itu tiba, yaitu Yesus Kristus.
Jika pada saat ini ada orang Kristen yang bersunat, sebaiknya bukan karena alasan agama atau kerohanian. Paulus berulang-ulang mengatakan bahwa setiap orang hendaklah tinggal di dalam keadaannya, seperti waktu ia dipanggil oleh Tuhan. Jika pada waktu itu ada seseorang yang dipanggil dan sedang dalam keadaan sebagai budak, itu juga tidak apa-apa. Jika orang tersebut mendapatkan kesempatan untuk dibebaskan, maka orang tersebut bisa mempergunakan kebebasan tersebut. Memang pada zaman rasul masih terjadi perbudakan di beberapa tempat. Biasanya orang menjadi budak ketika dia mengalami kebangkrutan dan tidak bisa lagi hidup mandiri. Karena itu, ada beberapa yang menjual anak atau istrinya, bahkan menjual dirinya sendiri kepada orang lain. Seseorang bisa menjadi budak sebagian besar biasanya karena masalah kecerobohan hidup.
Di dalam hukum Taurat juga diatur mengenai perbudakan. Setiap tujuh tahun ada kesempatan bagi budak untuk mendapatkan kebebasan. Pada tahun ke lima puluh (tahun Yobel), maka semua budak harus dilepaskan tanpa syarat. Ada saatnya seorang budak bisa dibebaskan dari perbudakan. Meskipun statusnya sebagai budak di hadapan manusia, budak-budak yang bertobat sebenarnya adalah orang bebas di hadapan Tuhan. Sementara orang bebas (bukan budak) yang siap sedia untuk melayani Tuhan, disebut sebagai hamba Tuhan.
Kita telah dibeli dengan harga lunas oleh Tuhan. Yesus telah menebus kita dengan darah-Nya, sehingga kita menjadi orang-orang yang bebas. Karena kita sudah dibebaskan, sebaiknya kita tidak lagi menjadi hamba manusia. Terutama pada saat ini, ketika perbudakan sudah tidak ada lagi, kesempatan bagi kita untuk tidak memperhambakan diri dengan orang lain. Sebaiknya kita menghambakan diri kepada Tuhan. Mungkin kita tidak menghambakan diri kepada manusia, tetapi kita juga harus berhati-hati supaya tidak menghambakan diri kepada uang. Banyak orang hari ini tidak sadar bahwa dirinya sudah diperhamba oleh uang atau materi. Waktu dan pikirannya tersita banyak untuk memikirkan uang atau memperkaya diri. Seringkali keadaan ini justru lebih buruk daripada kita menghambakan diri kepada manusia. Lebih baik kita menghambakan diri kepada Tuhan.
Views: 6