Mengenai Perkawinan (Jelajah PB 618)

1 Korintus 7:1-6

Selanjutnya Paulus menjelaskan mengenai perkawinan atau pernikahan, yang mungkin juga menjadi masalah bagi jemaat yang ada di Korintus. Sepertinya memang keadaan jemaat di Korintus sangat kacau. Ada berbagai macam persoalan yang sedang terjadi, termasuk persoalan rumah tangga. Memang kehidupan orang Kristen di awal-awal kekristenan sangat berat. Berbagai macam penganiayaan terjadi pada orang Kristen. Selain itu, ada masalah-masalah kehidupan lainnya yang juga perlu penyelesaian. Karena itulah Paulus menulis surat ini, supaya bisa menjadi pedoman bagi jemaat di Korintus serta jemaat-jemaat yang lain, dari masa saat itu sampai pada masa sekarang.

Memang ada orang-orang yang menghendaki dirinya tidak menikah. Tetapi jika orang tersebut memang ingin menikah, juga diberi kebebasan, salah satunya adalah untuk menghindari percabulan. Dosa percabulan ini banyak dijelaskan di pasal sebelumnya. Setiap orang yang sudah menikah, hidup mereka sudah tidak bebas lagi seperti orang yang tidak menikah. Suami istri saling mengikat satu dengan yang lain, karena mereka telah menjadi satu daging. Istri tidak lagi berkuasa atau tubuhnya sendiri, demikian juga dengan suami, tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri. Mereka sudah terikat satu dengan yang lain. Ini bentuk komitmen mereka yang harus terus terjalin sampai maut memisahkan mereka.

Kita harus memahami tentang kebenaran ini. Jika tidak memahaminya, maka orang Kristen akan mudah untuk jatuh dalam dosa percabulan atau perzinahan. Perlu hati yang dibereskan, sehingga siap untuk membangun kehidupan rumah tangga. Menurut catatan sejarah, dimana pun juga sering terjadi kesenjangan antara hubungan suami dan istri. Padahal firman Tuhan sudah mengajarkan satu standar yang penting dalam kehidupan suami istri, yang tercatat di dalam Efesus 5:22-25 yang menyatakan bahwa suami harus mengasihi istri dan istri harus tunduk kepada suaminya. Jika ini dijalankan dengan seimbang, maka kehidupan rumah tangga akan berlangsung dengan baik. Karena sepertinya hal itu berjalan dengan tidak baik, maka di luar ada perjuangan yang terkenal dengan emansipasi. Tetapi emansipasi ini menjadi kebablasan dan akhirnya antara laki-laki dan perempuan berusaha untuk saling menguasai satu dengan yang lain.

Dalam kehidupan kekristenan seharusnya tidak demikian. Kehidupan antara laki-laki dan perempuan, antara suami dan istri seharusnya kembali kepada zaman sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong bagi Adam. Dalam kehidupan rumah tangga Kristen, tidak ada perlombaan supaya perempuan menguasai laki-laki atau sebaliknya, laki-laki harus menguasai perempuan. Yang Tuhan inginkan adalah istri tunduk kepada suami dalam segala sesuatu dan suami harus mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya.

Jika memang ada satu waktu suami istri itu harus berpisah, mungkin karena alasan pekerjaan atau pendidikan, semuanya itu harus didasarkan atas kesepakatan bersama dan saling pengertian. Itupun hanya berlaku untuk sementara waktu, bukan dalam kondisi jangka panjang, apalagi selamanya. Jika saling menjauh, maka waktu seharusnya dipakai untuk berdoa secara pribadi kepada Tuhan. Jangan sampai Iblis masuk dan akhirnya mengganggu hubungan suami istri tersebut. Yang seperti ini dikatakan oleh rasul bukan sebagai perintah, tetapi sebagai kelonggaran supaya segala sesuatu bisa berjalan dengan baik.

Views: 3

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top