Menuntun Yang Lemah Iman (Jelajah PB 578)

Roma 14:1-3

Di dalam kehidupan berjemaat, seringkali terjadi perubahan silih berganti. Ada jemaat yang sudah lama berada di dalam gereja tersebut dan ada juga yang baru saja bergabung. Selain itu keadaan di dalam jemaat pun sangat beragam. Secara iman, ada yang sudah dewasa, ada juga yang belum dewasa. Masuk ke dalam gereja tidak seperti masuk ke sekolah. Jika masuk ke sekolah, ada kesamaan satu dengan yang lain, perbedaan tidak terlalu jauh. Tetapi di dalam jemaat, ada banyak sekali perbedaan. Mengajar di sekolah dengan mengajar di jemaat juga sangat berbeda. Mengajar di sekolah lebih mudah karena sebagian besar memiliki persamaan dan lebih mudah untuk mendisiplinkan, apalagi setiap kelas dibatasi jumlah muridnya. Di dalam jemaat, orang bisa datang dan pergi dengan sangat cepat, sehingga lebih sulit untuk memberikan pengajaran yang berkelanjutan.

Karena itu, ketika kita hidup berjemaat, diharuskan memiliki sikap toleransi yang tinggi. Di pasal 14 ini, rasul Paulus mengajar jemaat di Roma bahwa di dalam jemaat kita harus siap untuk menerima semua orang, termasuk orang yang lemah iman tanpa mempercakapkan pendapatnya dulu. Jika ada orang baru datang dan bergabung di jemaat, kita tidak perlu mengkritik atau mendebatnya habis-habisan. Hal tersebut sama sekali tidak menguntungkan. Rasul Paulus menginginkan kita memiliki sikap menerima dan menuntun. Orang-orang yang sudah percaya kepada Yesus terlebih dahulu, dia harus membawa diri untuk menerima dan menuntun orang yang baru bergabung di jemaat. Orang yang baru datang seringkali memiliki kelemahan iman. Kita tidak perlu terlebih dahulu mempermasalahkan pendapatnya yang mungkin bertentangan dengan pengajaran kekristenan.

Dalam hal-hal yang kecil saja, selalu ada perbedaan. Misalnya soal makanan, ada yang yakin bahwa dia boleh makan segala jenis makanan, tetapi ada juga yang hanya makan sayur-sayuran saja. Bagi orang yang sudah percaya kepada Tuhan, tidak ada larangan untuk makan makanan apapun juga. Tuhan Yesus pernah berkata bahwa makanan itu tidak menajiskan, karena yang menajiskan adalah yang keluar dari mulut, yaitu perkataan kotor yang muncul dari dalam hati. Kesucian di zaman ibadah hakikat ini bukan kesucian jasmani, tetapi kesucian hati. Kesucian hati tidak dipengaruhi oleh makanan yang bersifat jasmani dan materi.

Kita tidak boleh menghina atau menghakimi orang yang baru masuk ke dalam gereja dengan iman yang lemah. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita supaya pelan-pelan menuntunnya. Yang paling penting, orang tersebut perlu diselamatkan terlebih dahulu. Yang terpenting orang tersebut mengerti bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat. Orang itu seharusnya disadarkan bahwa dia adalah orang yang berdosa dan sedang memerlukan Juruselamat. Kita harus memberitakan Injil dan memberikan pengharapan akan kepastian keselamatan, dengan cara memberitahu dengan pelan-pelan dan bertahap.

Kehidupan kita di Indonesia ini sangat majemuk, banyak sekali perbedaan. Mungkin di dalam keluarga kita sendiri sudah terjadi berbagai macam perbedaan. Dalam satu keluarga saja bisa terdiri atas beberapa agama atau beberapa anggota gereja. Bisa dipastikan bahwa muncul pendapat yang berbeda-beda. Karena itu, nasihat dari Rasul Paulus ini sangat penting. Kita tidak perlu ribut dengan urusan perbedaan. Kita harus minta hikmat dari Tuhan supaya pelan-pelan bisa memberitahu dan mengajarkan apa yang sesuai dengan firman Tuhan.

Views: 3

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top