Kisah Para Rasul 21:26
Setelah Yakobus meminta Paulus untuk mentahirkan diri, maka keesokan harinya Paulus pergi mentahirkan diri bersama-sama dengan orang-orang yang sudah bernazar. Rupanya rasul Paulus mengalah dan kembali melakukan tradisi Yahudi, yaitu mentahirkan diri (secara jasmani, kembali kepada ibadah simbolik). Setelah itu masuk ke dalam Bait Suci untuk memberitahukan bahwa pentahiran sudah selesai, kemudian mereka memberikan persembahan.
Peristiwa ini mengingatkan kita kembali bahwa sejak kita bertobat dan percaya kepada Yesus, kita sudah ditahirkan oleh pengorbanan Yesus. Jadi sebenarnya upacara pentahiran dan pemberian persembahan untuk penyucian diri ini juga sudah tidak diperlukan. Ketika kita percaya kepada Yesus, kita sudah bersih dan sudah dikuduskan, sudah dibayar lunas oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua dosa sudah ditanggung oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib. Sepertinya Paulus tidak mau menentang Yakobus, karena tidak mau dianggap sebagai yang paling benar. Seharusnya pada waktu itu Paulus tidak boleh mengalah. Seharusnya Paulus menyatakan yang sebenarnya, bahwa tidak boleh ada lagi pencampuran antara kekristenan dengan tradisi Yahudi.
Tidak mudah menjadi orang yang selalu ditentang oleh berbagai pihak. Mungkin ketika ditentang oleh orang yang jauh, kita masih bisa bertahan. Tetapi ketika yang menentang itu adalah orang yang paling dekat, seringkali kita tidak bisa melakukan apa-apa. Ketika kita percaya kepada Yesus dan menjadi orang Kristen, lalu keluarga kita menentang kita, itu adalah perkara yang sangat berat. Tidak banyak orang yang sanggup untuk menghadapinya. Akhirnya, yang sebelumnya bisa tetap berdiri dalam prinsip kebenaran, menjadi lemah lagi.
Paulus mengalah karena tidak mau dianggap sebagai orang yang keras. Padahal sebenarnya Paulus tidak keras. Dia sedang tegas untuk menjalankan apa yang diperintahkan dan diwahyukan oleh Tuhan Yesus kepadanya. Orang yang tidak tegas, tidak pernah akan bisa menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran. Mereka bisa berubah sewaktu-waktu, sehingga dasarnya tidak kuat. Ketika menghadapi orang Kristen Yahudi, Paulus tidak bisa berbuat banyak. Dia ditekan oleh Yakobus dan beribu-ribu orang Yahudi yang sudah menjadi Kristen tetapi tetap mengikuti tradisi Yahudi.
Ini salah satu bahaya jika kita menggunakan teologi kontekstual tanpa mengerti kebenaran yang sejati. Memang ketika kita memberitakan Injil, kita harus mengetahui konteks atau keadaan orang-orang sekitar. Tetapi jika konteks atau keadaan itu membuat Injil menjadi campur aduk, maka itu akan mengakibatkan hal yang sama. Kekristenan menjadi tidak murni lagi. Injil tidak bisa berpengaruh banyak kepada orang. Justru antara Injil dan tradisi bisa bercampur aduk, yang mengakibatkan orang tidak bisa lagi membedakan antara firman dan kebiasaan.
Di ayat selanjutnya, nanti kita bisa melihat bahwa upacara pentahiran Paulus itu tidak berlangsung seutuhnya. Tuhan tidak mengizinkan hal itu terjadi terhadap Paulus. Tetapi Paulus harus menerima perlakuan yang tidak baik. Ini salah satu konsekuensi ketika seseorang tetap mempertahankan iman Kristennya. Jika kita mau berbaur dengan tradisi atau kebudayaan sekitar, maka kita akan bisa lebih diterima. Kita melakukan kompromi dan bisa menyenangkan banyak pihak. Tetapi kalau kita memilih untuk tegas, maka orang-orang disekitar kita akan membenci kita. Kita akan dianggap memiliki pengajaran yang keras atau dianggap menjadi orang yang paling benar.
Views: 21