Menambah Aturan Tuhan (Jelajah PB 438)

Kisah Para Rasul 11:1-3

Di dalam kitab Perjanjian Lama ada larangan, orang Yahudi tidak boleh menikah dengan orang non-Yahudi. Larangan tersebut ada karena bangsa Yahudi sedang dipakai oleh Tuhan untuk menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran. Tuhan sedang menugaskan bangsa Yahudi untuk menjaga ibadah simbolik dan hukum Taurat, sambil menantikan Sang Juruselamat hadir ke dunia. Dengan demikian, bangsa Yahudi diharuskan untuk setia kepada Tuhan. Mereka dilarang supaya tidak menikah dengan bangsa lain, agar mereka tidak terpengaruh dengan bangsa lain yang memiliki kepercayaan yang berbeda dengan orang Yahudi. Karena itulah mereka dikhususkan, supaya tidak tercampur dengan bangsa lain yang bisa dipastikan mereka tidak menyembah Tuhan.

Di dalam perjalanan sejarah Israel, ada banyak sekali penyimpangan. Raja Salomo sendiri akhirnya menikah dengan banyak perempuan di luar Yahudi. Di akhir hidupnya, hati raja Salomo dicondongkan untuk menyembah ilah lain. Pernikahan bisa mengikis iman Yudaisme, sehingga mereka menjadi tidak setia untuk melaksanakan ibadah kepada Tuhan. Pernikahan campur telah membuat banyak orang Israel tidak lagi patuh kepada Tuhan. Karena itulah, kalangan para imam dan orang Farisi serta ahli Taurat membuat larangan itu semakin ketat. Mereka tidak hanya dilarang untuk menikah dengan orang non-Yahudi, tetapi mereka juga tidak diperbolehkan untuk bergaul dengan orang non-Yahudi. Mereka tidak boleh masuk ke rumah orang non-Yahudi, tidak boleh makan bersama mereka, bahkan tidak boleh bercakap-cakap dengan mereka.

Sebenarnya, peraturan dari para imam itu sudah menyimpang dari peraturan Tuhan yang sebenarnya. Mereka menambah-nambahi perintah Tuhan, semakin membuat ketat peraturan. Seharusnya perintah itu tidak boleh ditambah atau dikurang. Seharusnya, setiap orang yang melaksanakan ibadah itu bisa mengetahui dan memahami makna dari tiap-tiap upacara atau ibadah yang dilakukan. Seharusnya mereka tahu bahwa domba yang disembelih lalu dibakar di atas mezbah, itu sedang menggambarkan penyaliban Sang Juruselamat. Ular tembaga yang ditinggikan oleh Musa di padang gurun, itu juga menggambarkan tentang penyaliban Yesus Kristus. Batu karang yang dipukul oleh Musa untuk mengeluarkan air itu juga menggambarkan Yesus. Setiap peristiwa yang terjadi seharusnya dipahami oleh orang-orang Yahudi.

Dengan latar belakang seperti itulah, maka orang Yahudi dilarang keras untuk bergaul dengan orang non-Yahudi. Kornelius adalah seorang Romawi, artinya pasti dia bukan orang Yahudi. Apa yang dilakukan oleh Petrus, itu hal yang tidak benar berdasarkan peraturan para imam Yahudi. Apalagi Petrus menginap beberapa malam di sana. Pasti Petrus juga akan makan bersama-sama dengan mereka.

Para rasul dan saudara-saudara yang ada di Yudea mendengar kabar itu. Mereka mendengar bahwa bangsa-bangsa lain juga menerima firman Tuhan. Sesampainya di Yerusalem, orang-orang dari golongan bersunat berselisih paham dengan Petrus. Di pasal-pasal sebelumnya telah dijelaskan bahwa para imam pun sudah percaya dengan Yesus. Tetapi mereka terjebak untuk menggabungkan agama Yudaisme dengan kekristenan (iman yang baru). Mereka tetap melaksanakan sunat dan tetap pergi ke Bait Suci. Ini menjadi cikal bakal kekristenan yang tidak murni di kota Yerusalem. Sepanjang masa, kekristenan akan mengalami hal seperti ini. Kekristenan dicampurkan dengan kepercayaan lain dengan alasan kontekstual.

Views: 1

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top