Pada waktu itu banyak sekali yang mengikut Yesus, sampai berduyun-duyun. Sebagian mereka mengikuti Yesus karena sekedar ikut-ikutan, tanpa pengertian yang jelas. Karena itu, Yesus berkata, “Jika seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Perkataan Tuhan Yesus ini perlu dijelaskan, supaya banyak orang yang membaca tidak salah paham. Tidak mungkin Yesus serta merta memberikan pengajaran untuk membenci orang lain. Pasti ada sesuatu yang Tuhan Yesus mau katakan dibalik kalimat itu. Kasih itu adalah hal yang relatif dan subyektif. Karena itu kita tidak bisa menilai kasih seseorang dengan sembarangan. Kita bisa dinilai punya kasih oleh seseorang, tetapi di saat yang sama kita bisa dinilai oleh orang yang lain lagi bahwa kita tidak punya kasih. Selain itu, kasih juga bersifat bandingan. Orang selalu menilai bahwa ada yang lebih dikasihi daripada yang lain. Kasih itu pun bisa berjenjang. Itu juga sesuatu yang wajar.
Di dalam hal mengasihi, jika kasih itu diperebutkan, tidak akan bisa mengasihi secara seimbang. Jika ada dua orang perempuan sama-sama mengasihi seorang laki-laki, maka laki-laki itu tidak akan bisa mengasihi mereka secara berimbang. Pasti akan ada yang dinomorsatukan dan ada yang dinomorduakan. Yang dinomorsatukan merasa bahwa dialah yang paling dikasihi, sedangkan yang dinomorduakan, dia akan merasa tidak dikasihi, bahkan dibenci. Yang tidak mendapatkan perhatian yang utama akan menilai dan menyikapi bahwa yang bersangkutan membencinya, padahal belum tentu.
Dari kalimat yang disampaikan oleh Yesus, jelas bahwa Yesus menuntut kasih yang utama dari orang Kristen adalah kasih kepada-Nya. Tuhan menuntut supaya kita mengasihi Dia dengan segenap hati kita, dengan segenap jiwa kita, dengan segenap akal budi kita, dengan segenap kekuatan kita. Kita dituntut untuk mengasihi Tuhan secara demikian. Sementara itu, yang lain, selain dari pada Yesus, meskipun yang lain itu adalah keluarga kita yang paling dekat sekalipun, seringkali menuntut kita untuk mengasihi mereka dan mengutamakan mereka lebih dari apapun, termasuk lebih utama dari kasih kita kepada Yesus.
Ada dua pihak yang menuntut supaya kita memberi kasih yang paling tinggi dan paling utama. Kita harus pilih, memilih Tuhan Yesus sebagai yang utama atau orang lain (sanak saudara kita) sebagai yang utama? Pilihan ini seringkali diperhadapkan kepada kita. Mau tidak mau kita harus memilihnya dan tidak bisa memilih keduanya.
Mungkin ada yang pernah mengalami, orang tuanya berkata, “Jika kamu saat ini mengikut Yesus, maka kamu bukan anak saya lagi.” Sedangkan Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu.” Ketika dia kemudian memilih untuk lebih mengasihi Tuhan, maka orang tua itu akan memberi kesimpulan bahwa anaknya sudah tidak mengasihi dia karena tidak mau mengikut apa yang dikatakannya. Bahkan anak itu bisa disebut sebagai anak durhaka, baik oleh orang tuanya sendiri maupun oleh orang lain yang ada di dekatnya. Tetapi jika orang tua tidak memperebutkan kasih yang utama itu, maka tidak menjadi masalah. Berarti dia lebih melihat kasih yang berjenjang, tidak melihat lawan dari kasih itu, yaitu benci. Bagaimana dengan kita? Kepada siapa kasih kita yang utama?
Views: 3