Ibadah Hakikat (Jelajah PB 780)

Filipi 3:4-8

Ibadah simbolik berakhir ketika Yohanes Pembaptis datang dan menunjuk kepada Yesus, bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Sejak saat itu, ibadah simbolik tidak berlaku lagi dan digantikan dengan ibadah hakikat atau ibadah dengan hati, yaitu ibadah di dalam roh dan kebenaran. Ibadah hakikat ini tidak menyembah Tuhan dengan badan, tetapi menyembah hati. Dengan demikian, kita masuk ke zaman Perjanjian Baru. Karena itu dalam beribadah, kita tidak terikat lagi oleh waktu, oleh cara atau posisi tubuh serta tidak perlu menghadap ke arah tertentu. Seharusnya ibadah kita adalah hidup kita sehari-hari yang selalu terhubung dengan Tuhan. Di setiap waktu, pikiran, perasaan dan roh kita selalu mengarah kepada Tuhan, itulah ibadah yang sesungguhnya.

Istilah ibadah memang tidak tepat jika hanya diterapkan pada hari Minggu saja, ketika kita di gereja selama satu atau dua jam itu. Lebih tepat jika di hari Minggu itu kita menggunakan istilah persekutuan atau kebaktian. Jika kita menggunakan istilah ibadah di hari Minggu, maka akan menyempitkan arti dari ibadah itu sendiri. Memang sepertinya tidak ada dampak dengan penggunaan istilah tersebut. Tetapi kita juga perlu menyadari, bahwa ada sebagian orang Kristen yang memanfaatkan kebaktian Minggu sebagai acara untuk menyucikan diri atau bahkan mencari berkat. Padahal itu bukan tujuan dari kebaktian Minggu. Sebagai orang percaya, seharusnya kita memang menjaga diri kita tetap kudus di hadapan Tuhan, sebagai bentuk pembangunan karakter kita untuk menjadi saksi bagi orang lain. Persekutuan atau kebaktian Minggu adalah sarana yang baik bagi orang-orang percaya untuk berkumpul, merenungkan firman Tuhan bersama serta saling bersaksi dan menguatkan satu dengan yang lain. Kebaktian adalah salah satu bentuk kecil dari ibadah kita. Ibadah yang sesungguhnya adalah sikap hati kita kepada Tuhan di semua waktu.

Jika mau membanggakan diri soal ibadah lahiriah, Paulus lebih beribadah dibandingkan dengan orang-orang Yahudi yang lain. Paulus menyebutkan semua hal-hal yang telah dilakukan dalam ibadah lahiriah, yaitu: disunat pada hari kedelapan, Paulus berasal dari bangsa Israel, berasal dari suku Benyamin, dia adalah orang Ibrani asli, dia adalah salah satu dari orang Farisi yang sangat ketat untuk mempelajari dan melaksanakan hukum Taurat, dia siap untuk membela hukum Taurat sampai menganiaya jemaat yang dianggap melawan hukum Taurat, Paulus tidak pernah cacat dalam melakukan hukum Taurat.

Sekarang bukan saatnya bagi kita untuk membanggakan hal-hal yang lahiriah. Kita tidak lagi menyembah Tuhan secara lahiriah, tetapi secara rohani. Kita tidak menyembah Tuhan dengan badan kita, tetapi dengan hati. Ini saatnya kita menyembah secara hakikat, bukan menyembah secara simbolik.

Dulu Paulus bangga melaksanakan semua ibadah lahiriah ini. Dulu melakukan semuanya itu dianggap keuntungan, tetapi justru sekarang dianggap rugi, setelah mengenal Kristus. Bahkan segala sesuatu yang telah dilakukan dianggap rugi. Hal itu disebabkan karena pengenalan akan Kristus Yesus Tuhan lebih mulia dibandingkan dengan semua yang telah dilakukan. Karena Kristus, maka Paulus rela melepaskan semuanya dan bahkan hal-hal yang dulu sangat membanggakan, justru sekarang dianggap sampah. Semuanya itu dibuang dan ditinggalkan oleh Paulus, supaya ia bisa memperoleh Kristus.

Views: 3

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top