Makan di Kuil Berhala (Jelajah PB 623)

1 Korintus 8:8-13

Orang Kristen tidak perlu mengakui kuasa berhala. Berhala itu tidak memiliki kuasa apa-apa. Berhala juga tidak bisa makan apa-apa. Tetapi memang tidak semua orang Kristen memiliki pengetahuan seperti itu, terutama orang-orang Kristen yang dulu pernah memiliki pengalaman menyembah berhala. Mungkin pernah ada peristiwa-peristiwa tertentu yang menyebabkan mereka berpikir bahwa memang berhala memiliki kuasa. Ingatan-ingatan masa lampau sulit dihilangkan dan masih terus membekas di benak pikirannya. Mereka masih melihat bahwa makanan-makanan yang dibawa kepada berhala atau dibawa ke kuburan, itu memang sudah dimakan oleh berhala atau arwah. Hati nurani mereka masih lemah dan hati nurani mereka masih dinodai oleh kepercayaan-kepercayaan masa lalu.

Makanan tidak akan membawa kita menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Jika ingin dekat dengan Tuhan, yang kita lakukan adalah belajar kebenaran firman Tuhan dan melakukannya. Makanan hanya untuk perut, hanya supaya kita hidup dan sehat. Makanan tidak ada kaitannya dengan kebutuhan rohani. Seandainya kita makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala, kita tidak rugi apa-apa dan juga tidak untung apa-apa. Yang paling penting adalah kita harus menjaga supaya segala sesuatu yang kita lakukan tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain yang masih lemah. Di sekeliling kita, bahkan di kalangan jemaat sendiri, masih banyak orang yang belum cukup waktu untuk mengetahui tentang kebebasan soal makan makanan ini.

Di ayat yang ke-10, yang ditekankan oleh Paulus bukan soal makanannya, tetapi soal duduk makan di kuil berhala. Jika ada orang yang melihat hal itu, terutama orang-orang yang belum mengerti tentang soal makanan ini, mereka akan tersandung dengan apa yang sedang kita perbuat. Mereka bisa menuduh macam-macam dan hal tersebut akan berpotensi untuk membuat kekacauan, baik di gereja maupun di masyarakat. Dengan melihat hal tersebut, orang-orang yang lemah hati nuraninya akan dikuatkan kembali untuk makan daging persembahan berhala. Mereka memiliki potensi untuk kembali kepada kepercayaan lamanya. Inilah yang bisa menyebabkan orang lain jatuh. Akhirnya mereka kembali bersekutu dengan berhala. Mereka bisa menyimpulkan bahwa terjadi persahabatan antara Yesus Kristus dengan berhala.

Jika ada orang-orang yang jatuh karena perilaku yang demikian, maka kita pun akan berdosa terhadap Kristus. Karena itu Paulus berketetapan, jika makanan menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka ia untuk selama-lamanya tidak akan mau makan makanan tersebut, supaya tidak membuat orang lain yang masih lemah hati nuraninya menjadi terjatuh. Sebaiknya kita memiliki kasih yang melebihi dari hanya sekedar makanan.

Sekali lagi, pengetahuan kita mengenai makanan itu sudah benar. Makanan tidak ada pengaruhnya dengan hal-hal rohani. Makanan hanya sebatas masalah fisik saja. Tetapi, karena ternyata di dalam jemaat masih banyak orang yang lemah hati nuraninya, lebih baik kita tidak menjadi batu sandungan. Ada baiknya kita mengajar mereka dengan mengatakan bahwa makanan tidak menjadi persoalan rohani. Kita juga mengajar kepada mereka bahwa memang tidak ada berhala yang bisa makan. Kita berusaha supaya jemaat tidak mudah tersandung, tetapi terus menguatkan hati nurani mereka.

Views: 3

Jika saudara diberkati, silahkan bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top