Membaca perumpamaan ini, kita harus konsisten dengan hal Kerajaan Sorga yang disampaikan oleh Tuhan Yesus Kristus, di dalam Matius 13. Di sana, hal Kerajaan Sorga (ayat 11) adalah misteri Kerajaan Sorga. Ini bukan Kerajaan Sorga yang disediakan nanti, tetapi misteri Kerajaan Sorga. Gambaran misteri Kerajaan Sorga adalah gereja / jemaat lokal sebagai tiang penopang dan dasar kebenaran di bumi ini. Karena di dalam Kerajaan Sorga yang akan datang, tidak akan ada orang yang bekerja lagi. Tidak perlu kebun anggur dan pekerjaan lainnya. Jika kita masuk Sorga, kita tidak perlu bercocok tanam lagi. Karena itulah misteri Kerajaan Sorga yang diumpamakan di ayat ini adalah tentang kehidupan pelayanan di bumi ini.
Ini adalah gambaran pekerjaan, pelayanan dan upah di bumi. Dalam perumpamaan tersebut ada kesepakatan upah sehari sedinar. Ketika kita melakukan pelayanan di jemaat / gereja pada saat di dunia ini, kita juga sepakat bahwa kita melayani karena mengasihi Tuhan. Kita melayani karena kita tahu dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus di atas kayu salib. Kita melayani Tuhan karena kita sadar sedang berhutang dengan Tuhan. Karena itulah kita rela datang untuk melayani Tuhan dengan tanpa upah. Jika kita sudah sepakat demikian, maka jika kita melihat ada pekerja-pekerja lain yang mungkin mendapat berkat Tuhan lebih dari kita, apakah kita pantas iri kepada mereka?
Perumpamaan ini disampaikan oleh Yesus kepada kita supaya ketika kita melayani Tuhan dan bekerja di dunia ini tidak iri. Perumpamaan ini bukan untuk kita saat di Sorga nanti, tetapi untuk kita di dunia. Upah yang dimaksudkan itu juga adalah upah di dunia. Mengenai upah di Sorga nanti, upahnya akan adil, karena Tuhan berkata “satu cangkir air pun akan dihitung oleh Tuhan” (Markus 9:41). Semua yang diperbuat oleh manusia akan dihitung dan menjadi harta di Sorga nanti. Ketika kita ada di dunia ini, melayani Tuhan, berkat Tuhan untuk masing-masing pekerja-Nya akan berbeda-beda.
Mungkin ada orang yang melayani di tempat yang penduduknya lebih makmur, dia mungkin akan mendapat upah lebih baik di dunia ini daripada yang melayani di tempat yang penduduknya lebih miskin. Ada pekerja yang masuk paling awal yang dijanjikan satu dinar. Ada juga pekerja yang masuk paling sore, dia juga mendapatkan satu dinar. Karena yang masuk kerja paling belakangan mendapatkan satu dinar, maka yang masuk paling awal berpikir dia akan mendapatkan lebih banyak upah. Tetapi ternyata diberi satu dinar juga. Melihat hal itu, orang yang masuk kerja paling awal protes kepada sang pemilik kebun.
Hal itu terjadi karena dari awal sudah ada kesepakatan dengan orang yang masuk kerja paling awal, dia akan mendapat upah satu dinar. Tuan yang punya kebun tersebut sama sekali tidak bersalah. Demikian juga di saat kita melayani Tuhan sekarang ini. Hari ini mungkin kitalah pekerja yang paling awal dari yang lain. Kita dengan semangat ingin menyerahkan semua yang ada pada kita untuk melayani Tuhan. Mengenai upah, mungkin di awal kita tidak terlalu mempedulikan tentang hal tersebut. Itu bukan motivasi utama. Artinya, kita sepakat untuk bekerja dan melayani Tuhan tanpa melihat materi. Berarti kita sedang melayani dengan benar-benar murni.
Jika itu motivasi awal kita, maka ketika ada orang lain yang melayani kemudian ternyata diberkati (secara materi) lebih dari kita, kita tidak mempunyai hak untuk iri dan protes kepada Tuhan. Bukankah pada waktu awal kita akan melayani, motivasi kita bukan berkat atau upah duniawi? Jika kita yang diberkati lebih, maka bersyukurlah bukan sombong. Karena kita sebenarnya orang yang tidak pantas menerima upah. Tetapi oleh karena kemurahan-Nya, kita telah diberi dan dicukupi. Jika kita melayani Tuhan dengan sikap hati yang benar, maka kita akan menyenangkan hati Tuhan. Hal lain yang perlu diperhatikan, mari kita menjaga motivasi melayani Tuhan yang awal yang murni. Jangan sampai dikotori dengan iri hati yang timbul di dalam diri kita. Jangan sampai masalah materi dan kenyamanan hidup merusak motivasi awal pelayanan kita. Lebih baik kita tulus dan murni melayani dari awal sampai akhir.
Jika kita protes, maka kita adalah yang terdahulu dan akan menjadi yang terakhir. Tetapi jika kita tidak protes dan menerima dengan penuh syukur, kita seperti yang terakhir dan akan menjadi yang terdahulu.
Views: 16