Imamat 27:1-8
Mengenai penyerahan diri kepada Tuhan atau mempersembahkan manusia, kita mungkin pernah membaca kisah Yefta. Di dalam Hakim-hakim 11 diceritakan bahwa Yefta pernah berjanji atau bernazar bahwa ia akan mempersembahkan apa pun atau siapa pun yang pertama menyongsong dia kembali dari peperangan, jika Tuhan memberikannya kemenangan. Ketika dia pulang ke rumah setelah Tuhan memberi kemenangan, tampak putri satu-satunya keluar menyongsong dia.
Pada saat itu, Yefta sangat sedih karena telah pernah bernazar seperti itu kepada Tuhan. Banyak orang yang menafsirkan bahwa Yefta akhirnya menyerahkan puterinya sebagai korban di atas mezbah. Tetapi penyerahan manusia sebagai korban di mezbah bukanlah keinginan Tuhan. Tuhan sangat melarang bentuk pengorbanan seperti itu. Anak Yefta selanjutnya dikhususkan bagi Tuhan. Ia tidak menikah dan ikut melayani di Kemah Suci.
Bagi orang Yahudi pada waktu itu, seorang perempuan yang tidak menikah dan tidak memiliki anak, merupakan sesuatu yang memalukan. Karena itulah, Yefta sampai mengadakan pesta selama dua bulan untuk menangisi kegadisan puterinya. Dari peristiwa yang dialami oleh Yefta ini, kita harus berhati-hati. Ketika kita menjanjikan sesuatu kepada Tuhan, kita harus memikirkan dan mempersiapkannya terlebih dulu. Jangan sampai kita membuat janji kosong atau janji yang tidak bisa kita tepati.
Ketika kita berjanji kepada manusia saja kita tidak boleh mengingkarinya, apalagi janji kepada Tuhan. Karena itu, jika kita ingin berjanji kepada Tuhan, kita harus memikirkan dengan sebaik-baiknya. Meskipun Yefta menyesal dan bersedih dengan semua itu, tetapi ia tetap menepati janjinya kepada Tuhan.
Di Imamat ini, ada orang yang dinazarkan bagi Tuhan. Orang yang dinazarkan ini akan dikhususkan untuk ikut melayani di Kemah Suci. Di masa Perjanjian Lama, pekerjaan di Bait Suci sangat terbatas. Tuhan sudah menunjuk satu suku, yaitu suku Lewi untuk melayani Tuhan di Bait Suci. Orang-orang yang bukan dari suku Lewi, ketika dipersembahkan untuk melayani Tuhan, harus ditebus dengan uang. Uang itu yang selanjutnya dipersembahkan ke Bait Suci.
Dari ayat 3, sudah ada ketetapan nilai pertukarannya. Sekilas kita melihat bahwa ada pembedaan harga tebusan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dihargai dengan nilai tebusan yang lebih sedikit dari laki-laki. Semua ini dihitung berdasarkan produktivitas pekerjaannya. Secara fisik, seorang laki-laki bisa bekerja lebih berat daripada perempuan. Memang laki-laki dan perempuan tidak bisa disamakan atau disetarakan dalam segala bidang.
Perbedaan harga tebusan juga ditentukan oleh usia. Laki-laki yang berusia dua puluh tahun sampai enam puluh tahun dinilai dengan lima puluh syikal perak. Sedangkan laki-laki yang berusia lima tahun sampai dua puluh tahun dinilai dengan dua puluh syikal. Jadi jelas bahwa nilai ini ditentukan dari produktivitas mereka. Mereka memang sedang dinazarkan untuk bekerja bagi Tuhan.
Views: 19