Kejadian 1:5
Penentang utama dari kisah penciptaan ini adalah teori evolusi. Teori evolusi ingin menjelaskan bahwa bumi dan segala isinya ini tercipta dengan sendirinya, karena pernah terjadi ledakan yang sangat besar, yang mengakibatkan bumi semakin lama semakin terbentuk sempurna. Menurut teori ini, proses pembentukan bumi memerlukan waktu milyaran tahun. Dari ledakan itu, muncul juga makhluk yang berevolusi, yang berasal dari makhluk bersel satu sampai berubah menjadi banyak sel dan kompleks.
Teori evolusi ini sebenarnya bisa terbantahkan. Selama hidup kita, kita tidak bisa melihat hasil ledakan dapat menjadi benda yang teratur dan sempurna. Jika ada ledakan, maka yang terjadi adalah kehancuran. Meskipun teori itu tidak masuk akal dan tidak bisa dibuktikan, tetapi ternyata banyak orang yang percaya. Bahkan teori ini diagung-agungkan sebagai ilmu pengetahuan modern dan diajarkan di dunia pendidikan.
Di antara ayat 1 dan ayat 2 di dalam Kejadian 1, ada yang memiliki argumen mengenai teori gap atau teori lubang. Dalam teori ini dinyatakan bahwa ayat 1 terjadi jutaan, bahkan milyaran tahun yang lalu. Setelah milyaran tahun itu, barulah masuk ke ayat 2. Teori ini disampaikan oleh orang-orang Kristen yang ingin mensinkronkan atau mengkompromikan antara Alkitab dengan pendapat modern. Tetapi, jika ditelusuri dalam kisah Alkitab, usia bumi ini baru ribuan tahun, belum sampai jutaan tahun.
Di hari pertama, Tuhan juga mengatur waktu. Karena bumi berputar, maka bumi memiliki dua sisi yang saling bergantian, untuk mendapatkan terang dan gelap. Mulailah siklus gelap dan terang, yang dikatakan di dalam Alkitab “jadilah petang dan jadilah pagi.” Inilah yang membuat orang Yahudi menghitung hari dari petang terlebih dahulu, baru pagi. Artinya, pergantian hari orang Yahudi adalah di saat petang, sekitar jam enam sore. Berbeda dengan kita yang menghitung pergantian hari di tengah malam.
Siklus satu hari, dari petang sampai pagi, dihitung dengan perhitungan yang sama, yaitu dua puluh empat jam. Satu hari ini bisa ditafsirkan literal, sehingga tidak perlu ditafsirkan secara alegoris. Artinya perhitungannya hampir sama dengan satu hari pada saat ini. Seringkali kita dibingungkan dengan konsep hari Tuhan yang dihitung satu hari sama dengan seribu tahun (2 Petrus 3:8). Tidak berarti bahwa setiap kata “hari” yang dicatat di dalam Alkitab, selalu dihitung “seribu tahun.” Sepanjang Alkitab bisa ditafsirkan secara literal, maka kita harus menafsirkannya demikian.
Di dalam Keluaran 20:11 dikatakan, “Sebab enam hari lamanya, TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.” Dari ayat ini, Tuhan ingin memberikan pola atau keteraturan terhadap manusia, dalam hal bekerja dan beristirahat, supaya terjadi keseimbangan. Ayat ini pun seharusnya ditafsirkan secara literal. Jika dihitung “seribu tahun”, maka akan terjadi kekacauan penafsiran.
Views: 27